Perempuan Bisa Berdosa Jika Dipandang Laki-Laki Lain (Ajnaby)?

 
Perempuan Bisa Berdosa Jika Dipandang Laki-Laki Lain (Ajnaby)?
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ketika sebuah masyarakat masih terjebak dalam pola pikir patriarki yang kuat, seringkali perempuan dianggap bersalah atas pandangan yang dilontarkan oleh pria terhadap mereka. Dalam konteks ini, apakah seorang wanita bersalah atas pandangan yang ditujukan kepadanya oleh pria lain? Pertanyaan ini menggugah refleksi mendalam terhadap nilai-nilai budaya dan keadilan gender yang terus berubah.

Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa pandangan seseorang terhadap orang lain adalah tanggung jawab pribadi mereka. Ketika seorang pria melontarkan pandangan yang tidak senonoh atau merendahkan terhadap seorang wanita, itu merupakan masalah perilaku pribadi dan sikap tidak hormat yang dimiliki oleh pria tersebut, bukan kesalahan wanita yang menjadi objek pandangan tersebut.

Kedua, mempermasalahkan penampilan atau perilaku seorang wanita sebagai penyebab pandangan negatif dari pria lain merupakan refleksi dari budaya yang masih terjerat dalam norma-norma patriarki yang menempatkan wanita sebagai objek dan pria sebagai subjek. Wanita tidak boleh dipersalahkan atas respons pria terhadap penampilan atau perilaku mereka, karena itu sama artinya menempatkan beban tanggung jawab yang tidak adil pada mereka.

Ketiga, dalam masyarakat yang menghargai kesetaraan gender, penting untuk mengedepankan pendidikan dan kesadaran akan hak-hak individu serta rasa hormat terhadap satu sama lain. Wanita harus merasa aman dan dihargai tanpa takut akan pandangan atau perlakuan negatif dari pria lain, dan pria harus diajarkan untuk menghormati dan memperlakukan wanita dengan layak.

Terakhir, untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif, penting bagi kita semua untuk terus memerangi budaya pelecehan dan sikap merendahkan terhadap perempuan. Ini melibatkan perubahan dalam sikap dan perilaku individu, serta dukungan terhadap kebijakan dan inisiatif yang mempromosikan kesetaraan gender di semua lapisan masyarakat. Jadi, tidak, seorang wanita tidak berdosa atas pandangan yang dilontarkan oleh pria lain, tetapi kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan masyarakat yang lebih menghargai dan menghormati satu sama lain, tanpa memandang gender.

الباجوري 2_97

وقيل لا يحرم لقوله تعالى ولايبدين زينتهن الا ما ظهر منها وهو مفسر بالوجه والكفين والمعتمد الاول ولا بأس بتقليد الثاني لاسيما في هذه الزمان الذي كثر فيه خروج النسأ في الطريق والاسواق

Dan tidak berdosa dengan taqlid pada pendapat  sebagaimana dalam Al-Bajuri 2/97 di atas. Wanita dan anak itu fitnah (ujian) bagi pria. Jadi tidak ada salahnya wanita yang berlalu tanpa menaburkan aura syahwat, maksudnya mengerling atau apapun yang menjadikan sabab syahwat. Jika sudah berbuat sedekat mungkin dengan rambu agama, maka yang salah mata pria yang melihatnya.

Mafhumnya tidak kalau kita ikut pendapat ke dua yaitu pendapat yang lemah, karena sudah tidak ada unsur i'anatul makshiat jika ikut pendapat ke dua. Jadi tidak ada hukum haram bagi laki-laki dan wanita jika ikut pendapat yang lemah tersebut yang artinya sudah hilang unsur i'anatul makshiat bagi kaum wanita, seperti yang tertera di kitab I'anatut Thalibin. Dan muqobil mu'tamad boleh diikuti, karena pendapat yang lemah yang tidak boleh diikuti hanya qoul muqobilus shohih.

Melihat redaksi dari ta'bir di atas yaitu bahwa melihat bagian tubuh wanita bagi kaum laki-laki lain (ajnabiy) hukumnya haram kecuali adanya hajat, seperti berobat. Sedang dalam hukum melihat wajah (selain ke dua mata) dan telapak tangan wanita bagi laki-laki lain ada perbedaan pendapat, antara lain:

- menurut pendapat yang Mu'tamad hukumnya haram melihat wajah dan telapak tanganya jika tidak ada hajat, seperti mu'amalah, dll.

- menurut pendapat Muqobil Mu'tamad hukumnya boleh melihat wajah dan ke dua telapak tanganya walaupun tidak ada hajat.

Pendapat yang lemah boleh diikuti atau di pakai (diamalkan) untuk diri sendiri, tidak untuk difatwakan dan untuk menghukumi. Adapun pendapat yang lemah yang boleh dipakai antara lain: Khilaful Asshoh, Khilaful Mu'tamad, Khilaful Awjah, Khilaful Muttajah.

Adapun pendapat yang lemah yang tidak boleh dipakai sebagai pijakan hukum adalah muqobilus shahih (lawan yang benar) karena umumnya atau kebanyakanya pendapat tersebut fasid/ rusak.

إعانة الطالبين ج ١ ص ١٩

وأما الأقوال الضعيفة فيجوز العمل بها فى حق النفس لا فى حق الغير ما لم يشتد ضعفها ولا يجوز الإفتاء ولا الحكم بها والقول الضعيف شامل لخلاف الأصح وخلاف المعتمد وخلاف الأوجه وخلاف المتجه وأما خلاف الصحيح فالغالب أنه يكون فاسدا لايجوز الأخذ به ومع هذا كله فلا يجوز للمفتي أن يفتي حتى يأخذ العلم بالتعلم من أهله المتقين له العارفين

Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 8 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar