Hukum Qadha Shalat Bagi Wanita Haid: Pandangan Madzhab Syafi’i dan Ulama Nusantara

 
Hukum Qadha Shalat Bagi Wanita Haid: Pandangan Madzhab Syafi’i dan Ulama Nusantara
Sumber Gambar: pinterest.com

Laduni.id, Jakarta - Dalam persoalan fikih perempuan, salah satu masalah yang kerap menjadi perdebatan adalah tentang wajib tidaknya mengqadha dua waktu shalat bagi wanita haid ketika ia suci menjelang akhir waktu shalat. Masalah ini menjadi perhatian besar para ulama, terutama dalam madzhab Syafi’i. 

Dalam Sulam al-Munajat, disebutkan bahwa ketika seorang wanita haid suci di waktu ‘Ashar atau Isya’, maka ia wajib mengqadha shalat Dzuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’, walaupun waktu yang tersisa hanya cukup untuk takbiratul ihram:

بقدر ما يسع ألله أكبر وجب قضاء ذلك الفرض والذي قبله

Artinya: "Apabila tersisa waktu yang cukup untuk mengucapkan Allahu Akbar, maka wajib mengqadha shalat tersebut dan yang sebelumnya.”

Pendapat ini berdasar pada prinsip fikih yang dikenal sebagai littihaad al-waqtayn (penyatuan dua waktu shalat), yang memungkinkan jama’ taqdim dan ta’khir pada kondisi tertentu, seperti safar atau uzur. Maka ketika seorang wanita suci masih di waktu shalat kedua, dianggap ia masih dalam masa yang mencakup waktu jama’, sehingga wajib mengqadha keduanya.

Sebagaimana dijelaskan dalam Minhaj al-Qawim (I/128):

( ويجب ) أيضا ( قضاء ما قبلها إن جمعت معها ) كالظهر مع العصر والمغرب مع العشاء لأن وقتها لها حالة العذر فحالة الضرورة أولى

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN