Para LGBT Kabur dari Brunei karena Takut Dirajam sampai Mati

 
Para LGBT Kabur dari Brunei karena Takut Dirajam sampai Mati

LADUNI.ID | - BANDAR SERI BEGAWAN. Para Komunitas LGBT di Brunei Darussalam sudah meninggalkan negara itu ketika pemerintah pada 2013 mengumumkan akan mengadopsi Syariat Islam yang ketat. Hukum yang diadopsi itu termasuk merajam pelaku seks sesama jenis hingga mati.

Akhirnya, setelah sekitar enam tahun, hukum itu benar-benar diberlakukan mulai hari ini, Rabu (3/4/2019). Kerajaan Brunei mengabaikan kecaman global dan meminta semua pihak menghormati hak negara itu dalam membuat dan menerapkan hukum sendiri.

Khairul, seorang pria gay muda di Brunei yang berbicara dengan CNN melalui telepon berkata, "Ini benar-benar menakutkan."

Dia dan yang lainnya yang diwawancarai oleh CNN untuk bercerita tentang masalah ini dengan meminta agar identitas asli mereka dirahasiakan. 

"Saya pikir saya tidak akan diterima. (Saya pikir) saya akan diusir oleh keluarga saya, (saya pikir) saya akan dikirim ke konseling agama, untuk membantu saya berubah," ujar Khairul. 

Dia juga menambahkan "Tapi, itu lebih buruk daripada yang saya pikirkan, karena dirajam. Itu membuat saya merasa bahwa jika itu menjadi kenyataan, saya mungkin juga pergi."

Seorang wanita transgender yang minta diidentifikasi sebagai Zain melarikan diri dari Brunei pada akhir 2018 dan sekarang mencari suaka di Kanada.

Ia mengatakan pemahamannya tentang hukum Syariah meningkatkan kekhawatirannya tentang apa yang akan terjadi. "Saya telah hidup dalam ketakutan mungkin sejak 2013," ujar Zain. 

Zain juga melanjutkan "Saya diindoktrinasi dengan sekolah agama, jadi saya tahu undang-undang ini sedikit lebih dari teman saya yang tidak taat beragama, dan saya agak takut tentang penerapan hukum Syariah."

Hukum pidana itu juga menghukum pelaku zina di antara pasangan heteroseksual dengan rajam sampai mati. 

Kerajaan Brunei Darussalam yang dipimpin Sultan Hassanal Bolkiah memiliki populasi sekitar 450.000 jiwa. Dibandingkan dengan tetangganya, Malaysia dan Indonesia, Brunei juga melarang penjualan alkohol di negaranya.

Hukum pidana baru ini diterapkan oleh Sultan Bolkiah, yang juga bertindak sebagai perdana menteri negara itu.

Sultan Bolkiah, dalam situs web pemerintah, meminta semua pihak menghormati hak Brunei untuk membuat dan menerapkan hukumnya sendiri."(Sultan) tidak mengharapkan orang lain untuk menerima dan setuju dengan hal itu, tetapi itu akan cukup jika mereka hanya menghormati bangsa dengan cara yang sama seperti itu juga menghormati mereka," bunyi pernyataan Sultan di situs tersebut.