Penjelasan Tentang Shalat Qadha (Shalat Pengganti)

 
Penjelasan Tentang Shalat Qadha (Shalat Pengganti)
Sumber Gambar: Pexels, Ilustrasi: Athallah

Laduni.ID, Jakarta - Shalat lima waktu adalah salah satu rukun Islam. Shalat lima waktu hukumnya Fardhu Ain, yaitu wajib dilaksanakan oleh semua orang Islam yang mukallaf (baligh dan berakal/sadar). Shalat lima waktu ini memiliki waktu tertentu dalam pelaksanaannya. Allah SWT berfirman dalam surat  An-Nisa ayat 103 ;

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً

Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(QS. An-Nisa : 103).

Ibn Masud, Ibn Abbas, Mujahid, dan Ibn Qutaibah mengatakan yang dimaksud dengan kata موقوتا  كتابا adalah shalat wajib dilaksanakan pada waktu yang telah diketahui ; Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, Shubuh.

Baca Juga: 0392. Serba-serbi Fikih Shalat Duduk

Penanya yang kami hormati, jika ada alasan yang menyebabkan shalat itu tidak terlaksana pada waktunya maka mayoritas ulama mengatakan wajib qadha’. Ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW: Barang siapa tidak melaksanakan shalat karena lupa maka segeralah dia shalat kalau sudah ingat.(Muttafaq alaih).

Dalam hadits tersebut yang dimaksudkan adalah orang yang lupa. Kemudian bagaimana dengan orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat?  Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari juz 2 hal. 71 mengatakan ;

وَادَّعَى بَعْضُهُمْ أَنَّ وُجُوبَ الْقَضَاءِ عَلَى الْعَامِدِ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ نَسِيَ لِأَنَّ النِّسْيَانَ يُطْلَقُ عَلَى التَّرْكِ سَوَاءٌ كَانَ عَنْ ذُهُولٍ أَمْ لَا

Artinya; sebagian ulama berpendapat bahwa wajib qadha’ bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja diambil dari kata نسي  (artinya : lupa) karena yang dimaksud lupa dalam hal ini adalah meninggalkan shalat baik itu karena linglung atau sadar.

Kemudian, Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab Juz 3 hal. 68 mengatakan ;

Baca Juga: 0393. Mengapa Harus Ada Shalat Qadha? Inilah Jawabannya

فرع- أَجْمَعَ الَّذِيْنَ يُعْتَدُّ بِهِمْ أَنَّ مَنْ تَرَكَ صَلاَةً عَمْدًا لَزِمَهُ قَضَاؤُهَا وَخَالَفَهُمْ أَبُوْ مُحَمَّدٍ عَلِيُّ ابْنُ حَزْمٍ قَالَ: لاَ يُقَدَّرُ عَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا وَلاَ يَصِحُّ فِعْلُهَا أَبَدًا قَالَ بَلْ يُكْثِرُ مِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَالتَّطَوُّعِ لِيَثْقُلَ مِيْزَانُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَسْتَغْفِرُ اللهَ تَعَالَى وَيَتُوْبُ وَهَذَا الَّذِيْ قَالَهُ مَعَ أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلْإِجْمَاعِ بَاطِلٌ مِنْ جِهَةِ الدَّلِيْلِ

Artinya : Para ulama mu’tabar telah sepakat, bahwa barangsiapa meninggalkan shalat secara sengaja, maka ia harus meng-qadha’ (menggantinya). Pendapat mereka ini berbeda dengan pendapat Abu Muhammad Ali bin Hazm yang berkata: Bahwa ia tidak perlu meng-qadha selamanya dan tidak sah melakukannya selamanya, namun ia sebaiknya memperbanyak melakukan kebaikan dan shalat sunah agar timbangan (amal baiknya) menjadi berat pada hari kiamat, serta istighfar kepada Allah dan bertobat. Pendapat ini bertentangan dengan ijmak dan bathil berdasarkan dalil yang ada.

Semoga kita selalu diberi taufiq dan hidayah oleh Allah SWT sehingga dapat melaksanakan shalat fardhu dan ibadah-ibadah yang lain sesuai ketentuan yang ada dan semoga semua amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.


Artikel ini diolah dari sumber terpercaya, dan telah terbit pada tanggal 3 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

________

Editor: Athallah