Tentang Dzikir dan Ketenangan Hati

 
Tentang Dzikir dan Ketenangan Hati
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam kehidupan ini, tidak jarang seseorang merasa hatinya tak menentu. Berbagai masalah yang dihadapinya sering kali membuat hatinya gelisah. Bahkan, dalam titik terendah hidupnya, seseorang bisa merasa putus asa. Dan hal ini adalah perkara yang sangat dilarang dalam agama. Kita harus percaya bahwa setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan ini, pasti ada solusinya. Allah SWT telah menyiapkan segalanya bagi kebaikan hamba-Nya. 

Allah SWT berfirman: 

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah, maka hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)

Jika kita adalah orang yang beriman, maka tentu kita masuk dalam kategori yang disebutkan Allah SWT di dalam ayat di atas. Dengan berdzikir itulah maka hati kita merasa tenang. Berdzikir artinya adalah mengingat Allah SWT, Dzat Yang Maha Penyayang dan Pengasih. Tidak mungkin Allah SWT akan menelantarkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya. Karena itu, siapa yang berdzikir kepada-Nya, Allah akan menjadikan hatinya tenang sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut.

Di dalam Tafsir Ma'alimut Tanzil (Tafisr Al-Baghawi), Imam Husain bin Mas'ud bin Muhammad Al-Baghawi menjelaskan mengenai kondisi hati yang bisa menjadi tenang karena dzikir itu. Beliau menyinggung ayat berikut ini: 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfal: 2)

Bagaimana hati di dalam ayat di atas itu dijelaskan bisa tenang dan gemetar dalam satu keadaan?

Imam Al-Baghawi mengatakan bahwa tanda hati gemetar itu adalah ketika disebut ancaman dan siksaan Allah, dan hati tenang adalah ketika disebut janji dan pahala Allah. Jadi, hati bergetar ketika keadilan dan hisab Allah yang berat disebut, sedangkan hati menjadi tenang ketika anugerah, pahala dan kedermawanan Allah disebutkan. Demikianlah seharusnya orang-orang beriman merasakannya.

Sedangkan Imam Fakhruddin Ar-Razi menerangkan tentang hati yang tenang itu di dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Kabir. Beliau menjelaskannya sebagaimana berikut: 

Ada tiga pembahasan yang sangat lembut dan rumit mengenai firman Allah ini: 

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ 

"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah, maka hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)

Pertama, ketahuikah bahwa yang maujud itu ada tiga bagian, yaitu; 1) bisa memberi pengaruh dan tidak menerima pengaruh, yakni Allah SWT. 2) bisa menerima pengaruh dan tidak bisa memberi pegaruh, yakni jismun (raga), karena jismun adalah dzat yang bisa menerima sifat yang bermacam-macam, pengaruh yang berlawanan dan tidak mempunyai khususiyah kecuali hanya menerima saja. 2) bisa memberi pengaruh pada sesuatu dan bisa menerimai pengaruh dari sesuatu, yakni perkara maujud yang ruhaniyah. Hal itu disebabkan karena ketika maujud ruhaniyah menghadap kepada hadhroh ilahiyah, maka itu bisa menerima pengaruh yang terpancar dari kehendak, kekuasan, kejadian dari penciptanya, dan ketika maujud ruhaniyah ini menghadap pada alam ajsam (bentuk jamak dari jismun), maka dia ingin mempergunakan di dalamnya, karena memang alam arwah mengatur alam ajsam. Begitu gambarannya.

Lalu jika kita sudah mengetahui hal itu, maka hati yang dalam hal ini merupakan maujud ruhaniyah ketika menghadap pada alam ajsam, maka dia akan bergetar dan sangat condong untuk menguasai dan mempergunakannya. Dan ketika hati itu telah menghadap pada hadroh ilahiyah, maka akan didapatinya cahaya-cahaya kekekalan dan penerangan ilahi, dan dari itulah hatinya menjadi tenang. Demikian itulah maksud yang terkait dengan firman Allah, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, maka hati menjadi tenteram (tenang)."

Kedua, ketika telah sampai pada sesuatu, maka hati akan menuntut lagi untuk berpindah pada sesuatu lain yang lebih mulia daripada itu, karena tiada kebahagiaan di alam ajsam kecuali di atasnya masih ada tingkatan lain yang lebih nikmat. Ketika hati telah sampai pada tempat yang disediakan untuk pengetahuan-pengetahuan ketuhanan dan penerangan-penerangan kekekalan, maka hati menjadi tetap dan tenang. Kemudian hati itu tidak akan mampu berpindah darinya sama sekali, karena di sana sudah tidak ada lagi tingkatan kebahagiaan yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Dan karena makna inilah Allah SWT berfirman, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, maka hati menjadi tenteram (tenang)."

Ketiga, sesungguhnya eliksir (zat cair yang oleh para ahli zaman dahulu -pada abad pertengahan-, digunakan untuk mengubah logam menjadi emas) ketika jatuh darinya setitik pada jisim/jismun tembaga maka tembaga tersebut bisa berubah menjadi emas, tetapi tentu membutuhkan waktu, yakni dengan sabar pada peleburan yang dihasilkan oleh api. Dengan demikian, maka eliksir keagungan Allah SWT ketika terjatuh pada hati, tentu lebih utama dalam mengubahnya menjadi permata yang tetap, suci, bersifat cahaya dan tidak menerima perubahan lagi. Dan oleh karena inilah, maka Allah SWT berfirman, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, maka hati menjadi tenteram (tenang)."

Jadi, dzikir dan ketenangan hati itu saling terkait dan terikat satu sama lain. Penjelasan panjang lebar dari Imam Fakhruddin Ar-Razi di atas sudah cukup dalam menegaskan akan hal itu. Karena dzikir itu muaranya adalah Allah SWT, dan segala kebaikan ada di dalamnya, maka jika menghendaki agar hati kita tenteram dan tenang, tidak ada lain jalan yang paling utama adalah dengan berdzikir kepada Allah SWT. Dengan kata lain, kita menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Berkehendak dan Maha Menguasai Alam Semesta. Wallahu 'Alam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 14 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim