Lailatul Qadar #2: Mengenal Ciri-Ciri Malam Qadar

 
Lailatul Qadar #2: Mengenal Ciri-Ciri Malam Qadar

LADUNI.ID, KOLOM-Masyarakat kita sering menyebutkan diantara tanda malam lailatul Qadar,  sujudnya pohon kayu dan beberapa informasi lainnya. Namun apakah itu benar atau tidak, hanya Allah yang lebih mengetahui.

Berdasarkan atas pembahasan ini, alangkah  yang lebih baik dan lebih selamat adalah bila kita kembalikan berdasarkan dalil-dalil dan nash yang diakui oleh syariat Islam. 

Lantas  bagaimanakah ciri-ciri yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini?

Telah disebutkan dari Ubay bin Ka’ab r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Keesokan hari Lailatul-Qadar adalah matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan.” (H.R. Muslim)

Dalam kesempatan yang lain dari Abu Hurairah r.a. pernah bertutur, kami pernah berdiskusi tentang Lailatul-Qadar di sisi Rasulullah Saw., beliau berkata, “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (H.R. Muslim)

Pada malam itu juga ditandai hawa dan kondisi tenang dan tidak terlalu dingin atau terlalu panas,  ini sebagaimana disebutkan dalam hadist, berbunyi: “Lailatul-Qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan).” (H.R. At-Thabrani )

Diantara ciri lainnya,  nampak pada malam itu terbawa dalam mimpi, seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum.

“Dari sahabat Ibnu Umar radliyallahu’anhuma bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw diperlihatkan malam Qadar dalam mimpi (oleh Allah SWT) pada 7 malam terakhir (Ramadhan) kemudian Rasulullah saw berkata,”Aku melihat bahwa mimpi kalian (tentang lailatul Qadar) terjadi pada 7 malam terakhir. Maka barang siapa yang mau mencarinya maka carilah pada 7 malam terakhir,” (HR Muslim)

Diantara ciri-ciri tersebut umumnya berupa gejala alam yang terjadi pada malam bersangkutan atau bahkan keesokan harinya. Namun kita tifak boleh terfokus dengan mengintip  ciri-cirinya baru diketahui malam itu atau keesokan harinya, lantas kapan kita beribadah dan melakukan amal positif dan kebaikan ?

Beranjak dari itu,  sikap yang terbaik Ini berarti bahwa sikap terbaik  dengan memanfaatkan kesempatan setiap malam Ramadhan untuk beramal dan beribadah semaksimal mungkin, dengan harapan satu di antaranya bersamaan dengan Lailatul-Qadar

Sekali lagi, jadikankah setiap malam Ramadhan itu seakan-akan bahwa setiap malam itu umpama malam yang diselimuti Lailatul Qadar itu sebagai malam kemuliaan dengan menembus alam tertinggi dengan beribadah secara tulus, khusyuk, dan total dengan segala ketundukan kepada-Nya sehingga menjadi insan yang selalu dekat dengan-Nya . 

Kita harus menancapkan dalam hati sikap demikian sehingga tidak sia-sia Ramadhan yang kita lalui. Semoga 

**Helmi Abu Bakar Ellangkawi