Harapan dan Tantangan Pendidikan Generasi Penerus Bangsa di Era Industri 4.0

 
Harapan dan Tantangan Pendidikan Generasi Penerus Bangsa di Era Industri 4.0

LADUNI. ID, ARTIKEL -Sudah menjadi rahasia bahwa kelompok usia produktif dapat menyokong pertum­buh­an da­lam inovasi industri di Indonesia, oleh karena itu Indonesia perlu me­nyiapkan SDM atau lulusan yang ber­kualitas dan mampu bersaing se­cara global, dimana penguasaan per­kem­bangan teknologi merupakan hal yang sangat penting bagi masa depan suatu negara. 

Faktanya, kualitas SDM Indonesia masih sangat rendah. Pe­nelitian oleh Lant Pritchett dari Universitas Har­vard (2016, da­lam Woolcock, 2017) mem­buktikan bahwa Indonesia mem­bu­tuhkan 128 tahun untuk bisa sejajar de­ngan rata-rata negara berkembang dan maju dalam sistem pendidikan. 

Ba­­yangkan betapa lamanya waktu yang dibutuhkan oleh Indonesia un­tuk bisa mencoba sejajar dengan negara maju. Jika hal ini terus dibiar­kan, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menghasilkan SDM yang ber­kualitas tinggi. Oleh karena itu di­bu­tuh­kan strategi-strategi percepatan yang tepat untuk mengatasinya.

Pertama, pemerintah harus lebih se­rius. Pemerintah baru-baru ini me­ngeluarkan program Making Indonesia 4.0 tentang kewajiban agar Indonesia mampu menjadi sepuluh besar ke­­kuatan ekonomi dunia bersaing di kan­cah global bersama Je­pang, Ame­rika, Jerman dan beberapa ne­gara lainnya yang me­mu­lai revolusi indus­tri 4.0. 

Maka pemerintah harus meng­apre­siasi para peneliti Indonesia agar bisa berkarya di negeri sendiri untuk bisa mengembangkan teknologi dan energi alternatif. Misalnya adalah me­nyediakan fasilitas bagi lulusan alum­ni beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang akan kem­bali ke Indonesia.

Kedua, pemerintah perlu membuat mata pelajaran teknologi berbasis start –up. Mengingat saat ini adalah re­volusi industri 4.0, maka mau tidak mau generasi millenial harus dipacu un­tuk belajar teknologi. 

Sekolah bu­kan hanya sebagai tempat untuk be­la­jar materi pelajaran namun juga ha­rus ditambahkan unsur pemahaman tek­­nologi agar pembelajaran menjadi le­­bih ino­va­tif. Siswa sudah saatnya di­ajak menjadi inovator untuk memi­kirkan ide-ide baru yang dihubungkan dengan teknologi.

Ketiga, Semangat yang membara. Kita sering mendengar “Beri aku 10 pe­muda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Ka­li­mat  Ir.Soekarno ini ha­rusnya menjadi motivasi bagi mile­nial untuk meningkatkan kualitas dan ka­pasitas diri menjadi generasi emas In­donesia. Kita sudah sebaiknya be­rani meng­ambil resiko dan memikir­kan ide yang penyelesaian masa­lah­nya berbasis teknologi (start-up). 

Contoh yang sangat nyata ada­lah Nadiem Makarim sebagai penggagas Go-jek. Kesulit­an­­nya mendapatkan ang­kutan umum saat mau pulang ke ru­mah menghadirkan inovasi yang dapat memesan ojek melalui apli­kasi smartphone. Kini perkembangannya sudah mendisrup­si dan sudah menjadi kebutuhan masyarakat.

Tak terasa revolusi industri 4.0 su­dah berada di depan mata.  Mau tidak mau perubahan itu pasti datang. Tan­tangannya sekarang adalah bagai­mana Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografinya sebagai senjata ampuh untuk menak­luk­kan revolusi industri 4.0. 

Inilah kunci utamanya, salah langkah maka akan berdampak buruk bagi masa depan Indonesia, ka­rena masa depan ada di tangan para pe­muda itu sendiri. Harus berani me­ngam­bil resiko, namun tetap waspada !

***Kurnia Paris Nainggolan, S.Pd, Guru Perbankan SMK di Sumut