Dakwah dan Aneka Macamnya

 
Dakwah dan Aneka Macamnya

LADUNI.ID, Jakarta - Dari Sahl bin Sa’d r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Besok aku akan memberikan panji perang kepada seorang pria yang Allah menjadikan kemenangan pada kedua tangannya.” Pada malam harinya, kata Sahl, orang-orang memperbincangkan siapa gerangan yang akan diberi panji itu. Pagi harinya, mereka menemui Rasulullah s.a.w.. Semuanya berharap diberi panji perang (yang dimaksudkan). Beliau bertanya, “Di mana Ali bin Abi Thalib?” “Ia mengalami sakit mata, wahai Rasulullah,” jawab mereka. “Panggillah kemari untuk menghadapku!” seru Nabi. Ketika Ali datang, beliau langsung mengobati kedua matanya seraya mendoakannya. Maka Ali pun sembuh, seolah-olah tidak mengalami sakit. Kemudian Nabi memberikan panji perang kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kuperangi mereka hingga (menjadi muslim) seperti kita?” Nabi menjawab, “Laksanakan dengan pelan-pelan hingga kamu menguasai medan mereka. Kemudian ajaklah mereka untuk masuk Islam, lalu kabarkan kepada mereka apa saja yang menjadi kewajiban mereka di dalamnya, yaitu berupa hak Allah. Demi Allah, sungguh Allah memberi petunjuk kepada seorang manusia sebab dirimu, itu lebih baik daripada kamu menghadiahkan unta yang merah.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 3425 dan Muslim: 4423. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)

Hadis ini berkaitan dengan pesan seorang panglima tertinggi kepada komandan perang. Dalam hal ini adalah Nabi  s.a.w.  kepada Ali bin Abi Thalib. Strategi Nabi dalam berdakwah penuh dengan hikmah dan kebijaksanaan. Ketika Ali ditugaskan untuk ekspansi ke wilayah Khaibar, beliau tidak serta merta menginstruksikan untuk memerangi mereka hingga semuanya masuk Islam, karena hal ini adalah salah satu bentuk kekerasan. Tetapi beliau lebih mengedepankan etika dakwah yang luwes dan kondisional. Beliau memerintahkan kepada Ali sebagai komandan untuk membaur dengan situasi dan kondisi masyarakat di sana. Setelah semuanya terkendali, baru kemudian dakwah Islam diserukan, sehingga mereka masuk Islam dengan penuh kerelaan. Dan ini tentunya lebih baik daripada memerangi mereka.

          Dalam sabdanya, beliau menekankan tentang keutamaan berdakwah dengan hikmah. Allah akan memberikan pahala yang berlimpah ruah apabila seorang muslim berhasil mengajarkan Islam kepada sesama manusia hingga akhirnya memeluk Islam. Hal ini lebih baik daripada menghadiahkan seekor unta merah yang pada masa itu merupakan harta kebanggaan yang paling tinggi nilainya. Karenanya, dakwah merupakan aktivitas penting dalam Islam untuk mengajak sesama manusia menuju jalan Allah demi meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Tujuan dan Hakikat Dakwah

Kata dakwah secara etimologis berasal dari kata “da’a-yad’u-da’watan” yang berarti memanggil, mengundang, mengajak, mendoakan, meminta, dan menyeru. (Al-Munawwir: 438–439). Sedangkan menurut terminologis, para pakar mendefinisikannya secara beragam. Sayyid Qutb memberi pengertian tentang dakwah, yaitu “mengajak/menyeru orang lain masuk ke dalam sabilillah, bukan untuk mengikuti da’i atau bukan pula untuk mengikuti sekelompok orang”. Ahmad Ghulusy menjelaskan, “dakwah ialah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia supaya mengikuti ajaran Islam”. Syekh Ali Mahfudz memberikan definisi tentang dakwah, “mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan mencegah berbuat mungkar, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat”, sementara Syekh al-Khuli mengartikan dakwah, “upaya memindahkan situasi manusia kepada situasi yang lebih baik”. (Munzier Suparta, 2003: 7)

Abdul Badi’ Shaqar mengkategorisasikan dakwah menjadi dua, yaitu (1) da’wah fardiyah atau dakwah yang disampaikan kepada seseorang atau sekelompok kecil orang tanpa perencanaan yang sistematis, dan (2) da’wah ‘ammah atau dakwah yang diarahkan kepada massa (publik) dengan tujuan mempengaruhi mereka. Muhammad Abu Zahrah membedakan dakwah dengan tabligh. Yang pertama untuk menunaikan fardlu kifayah dengan organisasi secara sistematis dan terencana secara formal, sementara yang kedua sasarannya untuk kalangan terbatas atau perorangan.  Dengan begitu, dapatlah dipahami bahwa dakwah pada hakikatnya adalah sebuah aktivitas yang mengajak orang untuk berubah dari satu situasi kehidupan yang tidak Islami kepada nilai kehidupan yang Islami. Aktivitas tersebut dilakukan dengan mengajak, membimbing, menyeru, memberi contoh atau teladan, tanpa memberikan tekanan, paksaan, provokasi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dakwah Islam adalah mengajak umat manusia supaya masuk ke dalam agama Allah (Islam) secara menyeluruh (kaffah), baik dengan lisan, tulisan, maupun perbuatan. Tujuannya untuk mengimplementasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam setiap sendi-sendi kehidupan muslim, baik ruang lingkup pribadi (syakhsyiah), keluarga (usrah), kelompok (jama’ah), maupun bangsa (ummah) secara umum sehingga menjadi bangsa yang maju dan berperadaban (khair al-ummah).  (QS. 2: 208, 3: 104, 3: 110, 5: 67, 16: 125, dan 33: 21). Organisasi dakwah berfungsi untuk mengatur langkah-langkah dan metode dakwah yang ditempuh. Amar makruf nahi mungkar harus sistematis sedemikian rupa agar sasarannya tepat sesuai dengan rencana yang ditetapkan dengan berjenjang; melalui pendekatan kekusaan, pendekatan lisan atau tulisan, dan pendekatan dengan mata hati. Karena itu aspek organisasi dan manajemen merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan hakikat dan aktivitas dakwah Islam.

Khair al-ummah yang menjadi tujuan akhir dakwah Islam akan terwujud, apabila generasi muslim berkualitas Khair al-bariyyah, yaitu manusia paripurna yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan iman. Mereka akan melahirkan bangsa yang memiliki etos kerja yang tinggi dan moralitas yang luhur. Maka pantaslah jika Allah S.w.t. meridhai mereka dan memasukkannya ke dalam surga, kekal selamanya;

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. al-Bayyinah, 98: 7–8).

Oleh karena itu, tercapainya Khair al-ummah didahului oleh terwujudnya Khair al-bariyyah. Sebab ummah merupakan konsep kesatuan paradigma dan kelompok masyarakat Islam. Sedangkan Khair al-bariyyah merupakan konsep kualitas sumber daya masing-masing manusia yang akhirnya akan melahirkan komunitas unggul (khair al-jama’ah). Untuk itu, tegaknya Khair al-ummah ditopang terwujudnya Khair al-bariyyah. Dan khair al- jama’ah menjadi syarat terwujudnya khair al- ummah.

Khair al-bariyyah dapat terwujud, jika iman dapat ditransformasikan menjadi prilaku shalih dalam segala segi kehidupan. Nilai-nilai Islam ditransformasikan menjadi realitas dalam hidup dan kehidupan umat Islam. Ide-ide Islam ditransformasikan menjadi suatu tatanan masyarakat yang utuh dan komprehenship. Konsep-konsep Islam ditransformasikan menjadi lembaga-lembaga Islam dan organisasi kemasyarakatan yang luas. Dalam epistemologi Islam, iman dan amal shalih tidak dapat dicerai-pisahkan; iman baru menjadi suatu kenyataan apabila sudah terealisir dalam prilaku yang shalih, baik secara pribadi maupun sosial. Demikian juga tidak mungkin terwujud prilaku shalih tanpa didasari dengan keimanan yang mendarah daging.

Secara lebih jauh lagi, hakekat dakwah adalah mengajak dan meluruskan manusia supaya kembali kepada (jalan) Allah, yakni kembali pada hakekat sebagai manusia yang fitri dan alami. (QS. al-Rum, 30: 30). Pada hakikatnya, setiap diri manusia, sebelum dilahirkan di dunia ini, ketika masih berada di alam arwah, sebelum memasuki alam rahim, telah melakukan kesaksian (syahadah) bahwa sesungguhnya Allah s.w.t. adalah Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang berhak disembah (QS. al-A’raf, 7: 172). Sedangkan manusia berfungsi sebagai ‘khalifah-Nya’ di muka bumi untuk melaksanakan syariat-Nya. (QS. al-Baqarah, 2 : 30). Semua kegiatan manusia selaku ‘khalifah’ harus dilaksanakan dalam kerangka ibadah kepada Allah (QS. al-Dzariyat, 51 : 56). Kegiatan dakwah yang demikian esensial secara teknis berarti mengajak manusia untuk kembali kepada fitri (tauhid) dalam bentuk mentransformasikan nilai-nilai iman dan takwa menjadi amal shalih yang dalam prosesnya senantiasa mengupayakan tegaknya keadilan (amar ma’ruf) dan mencegah kedzaliman (nahi munkar).

Oleh:Dr. KH. Zakky Mubarak, MA