Sifat Sabar dalam Pandangan Kaum Sufi

 
Sifat Sabar dalam Pandangan Kaum Sufi
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sabar merupakan salah satu sifat yang mulia. Bahkan Allah memberi pujian atau apresiasi pada sesorang yang mempunyai sifat tersebut. Karena memang sifat ini merupakan cara terbaik untuk menahan hawa nafsu. Hal ini sebagaimana diterangkan di dalam firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an berikut ini:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar:10)

Rasulullah SAW merupakan sosok yang bisa menjadi cerminan dari sifat mulia tersebut. Kesabaran beliau mempunyai peringkat tertinggi dari nabi-nabi terdahulu. Jika kita membaca dengan seksama sirah atau perjalanan hidupnya, maka dideksripsikanlah di sana gambaran ketika beliau dilempari batu dan kotoran oleh kaum kafir Quraisy di Thaif. Tapi, meski demikian, beliau tetap bersikap sabar dan tidak mau melaknat maupun mengutuk mereka. Sampai ketika itu malaikat penjaga gunung datang kepadanya dan menawarkan untuk menimpakan gunung tersebut kepada orang-orang yang memeranginya. Tapi, justru Rasulullah SAW mendoakan mereka yang berbuat zalim itu dan mendoakan agar kelak di antara keturunan mereka ada yang menerima Islam.

Kisah tersebut membawa ‘ibrah, pelajaran bahwa kesabaran Rasulullah SAW itulah tauladan bagi umat Muslim yang harus diikuti. Rasulullah SAW juga memberi gambaran melalui Hadisnya, bahwa sesungguhnya sabar adalah sifat yang utama. Karenan itu, memang memiliki sifat sabar itu tidak mudah, tetapi bagaimanapun kita sebagai umatnya harus berusaha untuk meneladani hal itu. Dan salah satu untuk melatih diri agar mempunyai sifat sabar itu adalah dengan mujahadah.

Pembahasan terkait sifat sabar yang harus dilatih dengan mujahadah itu sangat identik dengan laku seorang sufi. Laku sufistik tentuk melekat pada tokoh-tokoh sufi yang telah berhasil dalam melatih dirinya. Mereka itu tidak lain juga mencontoh yang diteladankan oleh Rasulullah SAW.

Dari sini, maka saya akan menulis terkait sifat sabar dalam perspektif sufi. Terkait dengan sifat sabar ini, Imam Junaid Al-Baghdadi mengatakan, bahwa hal itu diibaratkan denggan meneguk kepahitan tanpa wajah yang cemberut. Pernyataan ini sebagaimana dinukil dari Kitab Risalatul Qusyairiyah. Artinya, bahwa seseorang yang bersabar itu selalu bahagia dan tidak menampakkan kesulitan atas musibah yang tertimpa kepadanya. Keyakinannya selalu bertambah, bahwa Allah akan memberikan solusi kepadanya dalam waktu yang cepat atau lambat.

Di sisi lain, Ibnu Athoillah menyatakan, bahwa sabar adalah ibarat berdiri di atas musibah sambil memperbaiki perilaku beradab. Di sinilah tokoh penulis Kitab Al-Hikam menegaskan bahwa musibah yang datang kepada seseorang harusnya disikapi dengan kesadaran diri dan semakin menambah cinta kepada Allah, sesama manusia, dan kepada alam.

Terkadang Allah memberikan musibah kepada seseorang karena ingin melihat hamba-Nya itu dalam meningkatkan kecintaan kepada-Nya melalui medium ibadah .

Biasanya seseorang yang dalam keadaan sulit dan susah, cenderung ia akan dekat dengan Tuhan-Nya. Sebaliknya, terkadang apabila ia dalam keadaan senang dan bahagia, cenderung lupa kepada-Nya.

Lalu perilaku adab di sini yang perlu diperhatikan adalah adab kepada Allah melalui ibadah dan adab-adab kepada mahluk-mahluk-Nya yang lebih dikenal dengan mu’amalah. Adab kepada Allah melalui khusyuknya di dalam ibadah wajib (shalat fardhu) dan memperhatikan ibadah-ibadah sunnah yang lainnya. Adapun adab-adab kepada mahluk-makhluk-Nya dengan prinsip kasih sayang dengan cara-cara yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Kasih sayang tersebut antara lain dengan menghargai dan menghormati orang lain dan tidak luput juga memberikan kasih sayang kepada makhluk hidup lainnya, seperti hewan, tanaman, dan lingkungan. Demikianlah yang dicontohkan oleh nabi, sebagaimana beliau juga mencintai kucingnya yang bernama Muezza.

Demikianlah memang yang akan kita temukan, sebagimana jika kita membaca secara historis kehidupan Nabi Muhammad SAW yang tidak lain selalu berdasarkan prinsip humanisme. Bersahabat baik dengan sesama Muslim dan bisa berbaur dengan berbagai latar belakang manusia.

Di dalam Kitab Nashaihul Jailani, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan bahwa sabar bersama Allah adalah sebuah kewajiban dan bukanlah perkara yang sunnah. Beliau menambahkan, bahwa sabar itu wajib bagi setiap mukallaf, dan harus disertai ridho terhadap ketentuan-Nya. Pernyataan tersebut secara tegas menyiratkan makna, bahwa posisi sabar disetarakan dengan perintah melaksanakan ibadah shalat.  Hal ini sebagaimana disejajarkannya perintah untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, seperti ditegaskan di dalam firman Allah SWT berikut ini:

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (QS. Al-Baqarah:45)

Ayat tersebut menunjukan tentang betapa pentingnya sifat sabar bagi manusia. Karena, hidup tanpa sebuah kesabaran akan cenderung menimbulkan sifat amarah, emosi, dan egois. Jika ketiga sifat tersebut melekat pada diri seseorang, maka akan terjadi kerasnya hati. Dan implikasi kerasnya hati seseorang itu akan mengantarkannya mudah berbuat sesuatu melampaui batas dan tidak menerima nasihat atau kritik dari orang lain. Hal tersebut bisa menjadikan seseorang bertindak sesuka hatinya.

Karena itu, kesabaran adalah sifat yang mutlak dibutuhkan oleh setiap orang dalam menjalani kehidupannya, khususnya bagi masyarakat modern di dalam kehidupan modern ini.

Kenapa demikian?

Kita bisa melihat, bahwa permasalahan dan problematika berat sedang dan akan dihadapi oleh kita, masyarakat dunia modern saat ini. Melalui gadget dan media sosial lainnya, kita bisa melihat dunia tanpa sekat dan tanpa batasan. Jika tidak bisa dikontrol dengan baik, tentu hal itu bisa berdampak pada keinginan akan sesuatu harus dipenuhi dengan segala cara dan akan cenderung mengikuti hawa nafsu tanpa berpikir panjang. Karenanya, bersabar dalam kehidupan ini adalah sebuah keniscayaan bagi kita. Dan dengan kesabaran itulah kita dapat meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT walau di tengah-tengah dunia modern ini. Semoga. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Maret 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Sayyid Muhammad Yusuf Aidid

Editor: Hakim