Tiga Golongan Pencari Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali

 
Tiga Golongan Pencari Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam pencarian ilmu, manusia terbagi atas tiga golongan menurut Imam Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah, yaitu:

Pertama, orang yang mencari ilmu untuk dijadikan bekal di akhirat, di mana ia hanya ingin mengharap ridho Allah. Orang yang demikian ini termasuk golongan yang beruntung.

Kedua, orang yang mencari ilmu untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya di dunia. Sehingga ia bisa memperoleh kemuliaan duniawi. Ia tahu dan sadar bahwa niatnya keliru. Orang ini termasuk ke dalam kelompok yang riskan, jika ajalnya tiba sebelum sempat bertaubat. Tapi jika ia sempat bertaubat sebelum ajal tiba, lalu berilmu dan beramal dengan memperbaiki niatnya, maka ia akan masuk golongan orang yang beruntung.

Ketiga, orang yang terperdaya setan. Ia menggunakan ilmunya sebagai sarana untuk memperbanyak harta, serta untuk berbangga dengan jabatannya dan menyombongkan diri dengan banyaknya pengikut. Ilmunya menjadi tumpuan untuk meraih tujuan duniawi. Namun ia masih mengira bahwa dirinya mempunyai derajat di sisi Allah karena ciri-cirinya dan kepandaian berbicara seperti ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia.

Orang pada golongan yang ketiga tersebut adalah orang yang merugi. Ia termasuk yang disebut Rasulullah SAW dalam hadis berikut: “Ada yang aku khawatirkan dari kalian daripada Dajjal.” Kemudian Rasulullah ditanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Ulama su’ (buruk/sebab beroirentasi keduniawiaan belaka).”

Sebab, Dajjal memang jelas bertujuan untuk menyesatkan, sedangkan ulama su', walaupun lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi tidak tercermin pada amal perbuatannya.

Padahal, tindakan lebih berbekas dibanding ucapan. Manusia lebih terpengaruh oleh apa yang dilihat pada sikap dan tindakan daripada apa yang diucapkan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan jauh lebih besar daripada kebaikan yang di­sebabkan oleh ucapan. Itu artinya, pengaruh perilaku lebih kuat ketimbang pengaruh ucapan.

"Lisanul hal afshahu min lisanil maqal." Artinya, praktik itu lebih mantap daripada hanya sekadar teori belaka. Sedangkan, menurut falsafah Jawa dikatakan, "Sing menang sing ngelakoni." Artinya, yang berhasil itu adalah orang yang telah berbuat melakukan.

Rasulullah SAW menjadi uswatun hasanah, sebab akhlaknya dalam konsep perilaku. Selaras antara perkataan dan perbuatan. Beliau melakukan apa yang beliau sampaikan, bahkan sering kali melakukan terlebih dahulu sebelum menyampaikannya.

Sementara itu, orang bodoh tidak akan berani mencintai dunia jika tidak diberi contoh oleh ulama su'. Ilmu yang dimilikinya, menjadi musabab yang menyebabkan ia berani bermaksiat kepada-Nya. Ia dikelabui nafsunya, tapi masih terus saja memberi angan-angan. Bahkan, ia mengajaknya mendermakan sesuatu untuk Allah dengan ilmunya. Nafsunya membuat ia merasa lebih baik dibandingkan orang lain.

Ketika setan sudah mendarah daging dalam diri seseorang, pertanda yang bisa dilihat ialah dari perubahan orang tersebut, yang semula gemar berkumpul dengan orang sholeh kemudian tanpa ia sadari menjadi menjauh dan alergi bergaul dengan orang sholeh.

Rasulullah SAW bersabda:

اَلْأَ رْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَماَ تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَناَكَرَ مِنْهَا احْتَلَفَ

"Ruh-ruh itu (seperti) pasukan yang mengelompok, maka ruh-ruh yang saling kenal akan menjadi akrab, adapun ruh-ruh yang tidak saling kenal akan menjadi saling tidak cocok." (HR. Bukhari)

Maka dari itu, jadilah golongan yang pertama. Dan waspadalah agar tidak menjadi golongan kedua karena banyak orang yang menunda-nunda, ternyata ajal menjemput sebelum sempat memperbaiki niat kemudian bertaubat, akhirnya menjadi orang yang merugi. Lebih dari itu, janganlah sampai menjadi golongan ketiga karena kehidupannya tidak akan tenang dan selamat.

Jika engkau bertanya, "Apa pangkal dari hidayah yang menguji diriku?" 

Ketahuilah, bahwa hidayah bermula dari takwa lahir dan berakhir dengan takwa ba­tin. Tidak ada hidayah melainkan bagi orang yang bertakwa. Takwa adalah ungkapan yang mengandung makna, konsisten melaksana­kan perintah Allah Ta'ala dan berusaha menjauh dari larangan-larangan-Nya. Hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Mei 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Neyla Hamadah (Mahasiswi Jurusan Manajemen UNU Yogyakarta)

Editor: Hakim