Pengertian dan Syarat Sah Diterimanya Taubat

 
Pengertian dan Syarat Sah Diterimanya Taubat
Sumber Gambar: Ali Arapoglu/Pexels (foto ilustrasi)

Laduni.ID, Jakarta – ​Manusia merupakan tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang baik merupakan bukanlah amnesia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang baik adalah ketika berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya taubat.

Dalam bertaubat kepada Allah SWT bukan hanya sekedar taubat sesaat yang kemudian diiringi dengan niatan hati akan mengulang berbuat maksiat atau berbuat dosa kembali. Lantas apakah yang dimaksud dengan bertaubat? Dan bagaimana caranya agar taubat kita sebagai seorang hamba diterima Allah SWt?

Kata taubat dalam bahasa arab adalah merupakan mashdar dari dari kalimat “taba-yatuba-taubatan” yang artinya kembali. Sejalan dengan pengertian secara bahasa, taubat menurut Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam bukunya Zainul Bahri “Taubat adalah kembali dari jalan yang menjauhkan diri dari Allah yang mendekatkan diri kepada syetan.

Selanjutnya, lebih rinci lagi Al-Junaid menyebutkan bahwa taubat itu memiliki tiga makna: pertama, menyesali kesalahan, kedua, berketetapan hati untuk tidak kembali kepada apa yang telah dilarang Allah, dan ketiga , menyelesaikan atau membela orang yang teraniaya.

Al-Ghazali dalam bukunya “Ilmu Tasawuf” karangan mukhtar Solihin dan Rosihin Anwar mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan yaitu:

1. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada perintah Allah.

2. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut dengan “inabah”.

3. rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini disebut “taubah”.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya lagi.

Taubat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat (dosa) itu hanya antara ia dengan Allah, dan tidak ada hubungan dengan manusia.

Ada beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu :

1. Harus menghentikan maksiat.
2. Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
3. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu:
4. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.


Referensi :

  1. Abudin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta : Rajawali Press, 2010), hlm. 197
  2. Zainul Bahri, Menembus Tirai Kesendiriannya, (Jakarta Prenada, tt), hlm. 46
  3. Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf , (Bandung , Pustaka Setia, 2004), hlm. 58
  4. Muhammad Fadholi, Keutamaan Budi Dalam Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, tt), hlm. 386