Meluruskan Narasi Palestina Hilang dari Google Maps

 
Meluruskan Narasi Palestina Hilang dari Google Maps

LADUNI.ID, Jakarta - Beberapa hari ini, publik diramaikan oleh topik tentang negara Palestina hilang dari Google Maps. Tidak sedikit masyarakat (terutama yang ada di dunia maya) meributkan dan menyalahkan Google karena tidak mencantumkan Palestina di Google Maps. Bahkan, tagar #savePalestina juga sempat menjadi trending twitter.

Memang, jika sekarang kita mencari di Google Maps ataupun Apple Maps dengan mengetik kata “Palestina” maka tidak akan muncul. Hal ini wajar, sebab sedari awal kedua perusahaan raksasa itu memang tidak pernah memberikan label “Palestina” pada mesin pencarian mereka, jadi dua perusahaan itu memang tidak pernah membuat label itu.

Selain itu, Apple dan Google juga telah mengklarifikasi bahwa lebel Jalur Gaza dan Tepi Barat yang sebelumnya telah diletakkan di wilayah itu juga hilang karena ada bug, tetapi mereka menjelaskan akan segera memperbaikinya.

Sedangkan untuk label Palestina, meskipun sekitar 135 negara anggota PBB telah mengakui kedaulatan Palestina, namun wilayah territorial yang masih dalam masalah sengketa.inilah yang kemudian juga menjadi  alasan masuk akal kenapa Apple dan Google tidak pernah meletakkan Palestina dalam mesin pencarian mereka

Persoalannya sekarang, topik negara Palestina hilang dari Google Maps telah membuat kemarahan besar di dunia maya setelah akun @astagfirollah menulis status di Instagram yang berbunyi, “Ini adalah tahun yang revolusioner, kami akan berjuang untuk perubahan yang dibutuhkan agar dapat membawa Palestina kembali ke peta.” (Sumber: The Jerusalem Post dan Kompas).

Dibawa ke Isu Agama

Mencermati narasi tentang tidak adanya Palestina di mesin pencarian peta Google dan Apple ternyata membuat miris. Persoalan konflik territorial yang menjadi salah satu alasan tidak tercantumnya Palestina dalam Maps ternyata juga dibawa ke dalam isu agama. Diksi “revolusioner”, “berjuang”, dan “membawa Palestina kembali ke peta”, bisa dipahami dalam logika narasi yang provokatif. Bila tidak hati-hati, bukan hal mustahil akan melahirkan perpecahan.

Membawa narasi perang yang dialami Palestina dan Israel ke dalam persoalan agama juga terkesan sangat buru-buru. Sebab, konflik antara keduanya lebih karena persoalan perebutan wilayah geografis yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan. Antara Arab Palestina dan Yahudi Israel sama-sama menganggap Kota Yerusalem sebagai kota suci sehingga diperebutkan. Jadi, bukan hanya karena persoalan agama.

Meski terkesan sederhana, tetapi konflik antardua negara itu sebenarnya sangat pelik. Lebih-lebih ketika konflik tersebut dibawa ke ranah isu agama. Seolah-oleh perang yang terjadi antara Palestina dan Israel adalah konflik antara Islam dan Yahudi. Padahal tidak.

Dalam artikel yang ditulis sebelumnya di Laduni.id dengan judul Benarkah Semua Agama Itu Sama?, telah diterangkan bahwa istilah Israel, Yahudi, Nasrani, dan istilah lain yang sekarang sangat berbeda artinya dengan istilah-istilah yang ada di dalam Al-Qur’an. Berdasarkan penjelasan itu, bisa dikatakan bahwa terdapat banyak kesalahpahaman terhadap makna ayat yang berbunyi,

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (٦٢)

Inna alladziina aamanuu waalladziina haaduu waalnnashaaraa waalshshaabi-iina man aamana biallaahi waalyawmi al-aakhiri wa'amila shaalihan falahum ajruhum 'inda rabbihim walaa khawfun 'alayhim walaa hum yahzanuuna.

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mumin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.  (Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 62).

Dari ayat ini banyak yang memahami bahwa Israel yang ada sekarang adalah disebut Yahudi. Padahal tidak. Menurut penjelasan Gus Baha, istilah Yahudi  dalam Al-Qur’an belum tentu adalah orang Israel yang dilabeli Yahudi seperti sekarang ini. Istilah Yahudi sebenarnya adalah istilah marga yang didasarkan pada keturunan Yahuda bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Dengan demikian, orang Palestina, orang Lebanon, orang Mekah dan orang Madinah jika keturunan Yahuda maka itulah yang masuk ke dalam istilah Yahudi.

Sedangkan Israel yang ada sekarang belum tentu seperti Israel dalam pengertian orang-orang sekarang. Israel itu adalah nama orang yang menetap di sana kemudian lahirlah negara bernama Israel dan menjadi tetangga Palestina. Sehingga, bangsa yang ada di Israel juga belum tentu adalah Yahudi karena ada berbagai orang di daerah tersebut, ada yang berasal dari Afrika, Amerika, Jerman dan berbagai daerah lain sehingga kemudian disebut sebagai bangsa Israel.

Dengan demikian, persoalan klaim wilayah antara Palestina dan Israel yang kemudian menjadi konflik jangan kemudian terburu-buru dibawa ke ranah agama, apalagi hanya masalah tidak adanya label “Palestina” di Google Maps atau Apple Maps. Jika terburu-buru seperti itu, maka kita sebagai bangsa akan mudah dicabik-cabik hati nuraninya yang itu sangat lah berbahaya. Diperlukan adanya klarifikasi dan tabayyun terlebih dahulu ketika menyaksikan suatu temuan di media sosial ataupun media lainnya.

Akhirnya, tulisan ini bukan hendak melakukan doktrin dan justifikasi secara besar-besaran yang berlebihan. Tanpa ada tendensi apapun, tulisan ini hanya untuk merekonstruksi cara pandang tentang latar belakang tidak adanya label Palestina di Google, dan narasi isu yang berlebihan terhadap konflik antara Israel dan Palestina. Semoga melalui tulisan ini, kita bisa sama-sama belajar untuk lebih baik lagi. Aamiin.