Inovasi: Kunci Sukses Melesatkan Bisnis Pelaku Wirausaha

 
Inovasi: Kunci Sukses Melesatkan Bisnis Pelaku Wirausaha

LADUNI.ID, Jakarta - “Bagi para pelaku wirausaha, inovasi adalah pilihan antara hidup dan mati,” tutur pimpinan Yihaodian, Yu Gang. Yu Gang telah berhasil memimpin perusahaan tersebut menjadi supermarket daring terbesar China. Mereka bangkit dan tumbuh hingga hari ini. Mereka “menyulap” stasiun subway atau kereta bawah tanah menjadi toko virtual di mana orang bisa berbelanja menggunakan ponsel pintar mereka, dengan cara memindai kode baris (bar code) yang terdapat di setiap rak produk. Toko ini secara otomatis menelusuri harga jutaan jenis barang dari 72 situs web para kompetitornya. Toko ini dipasangi sistem penelusuran inventaris antar-perusahaan. Toko ini mempermudah penanganan kerja pusat-pusat distribusi.

Tak satu pun dari runtutan usaha di atas adalah gagasan baru yang mencengangkan. Yu Gang mengakui hal itu. Namun demikian, bisnis ini membesarkan Yihaodian hingga memperoleh total jumlah konsumen dari satu juta pada 2009 menjadi 60 juta konsumen pada 2013. Pendapatan sebesar $1,8 miliar (Rp24 triliun) di tahun itu telah membuat Yihaodian menjadi salah satu dari lima bisnis e-commerce terbesar China. Yihaodian menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari, membanderoli dengan harga yang lebih murah ketimbang pasar atau toko-toko fisik, serta mengantarkan barang belanjaan menggunakan sepeda motor atau moped untuk menembus kepadatan jalanan China. Semua hal itu yang membuatnya mencengangkan.

Untuk mencapai titik ini, Yu melewati perjalanan yang tak mulus. Ia dilahirkan di Yichang, sebuah kota di Yangtze di pusat China. Setelah lulus dari Wuhan University tahun 1983, ia merantau ke Amerika Serikat, di mana kemudian ia menjadi profesor untuk sebuah sekolah bisnis di University of Texas. Yu menjalankan bisnis sistem komputer terkait maskapai penerbangan, yang akhirnya ia jual pada Andersen Consulting (pendahulu Accenture) dan bekerja sebagai eksekutif multinasional untuk menangani rantai suplai (supply chain) global Amazon dan Dell. Bekerja di Dell membawanya pulang ke China. Ia pun berkarier di Shanghai, menangani bujet perusahaan yang hanya sebesar $18 miliar (Rp242 triliun).

Bagi banyak orang, tantangan ini tentu berat. Akan tetapi, Yu mampu cepat menyesuaikan diri dengan demam kewirausahaan yang tengah melanda bangsa China. Gagasan tentang Yihaodian lahir dari sebuah perbincangan makan siang bisnis dengan seorang rekannya di Dell Liu Junling. Keduanya tertarik dan penasaran dengan kemungkinan menciptakan sebuah bisnis yang bisa menyelesaikan masalah logistik rumit dan merepotkan masyarakat China dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama dengan menjamurnya masyarakat urban.

Tahun 2012, Wal-Mart Stores membeli 50,2% saham perusahaan, memberikan Yihaodian akses pada jaringan gudang Wal-Mart di penjuru China, dan tentunya belajar lebih banyak tentang bagaimana menjalankan bisnis logistik. Dengan Yihaodian yang masih bersusah payah bertahan pada pengunjung 2014, tujuan Yu adalah mempercepat pertumbuhan konsumen dan menggandakan pendapatan pada 2015. Itu artinya ia harus mengembangkan semua ujung tombak bisnisnya: menambah setidaknya puluhan juta konsumen baru setiap tahun, mengelola data para konsumen, memantau dan menelusuri pergerakan barang yang terus bertambah baik masuk atau keluar dari pusatpusat distribusi, serta terus menjaga kebaruan dengan perkembangan teknologi para kompetitor.

Misi yang dijalankan Yihaodian ini berjalan seiring dengan pesatnya kemajuan kota-kota di China. Dengan pertumbuhan yang begitu cepat, populasi yang semakin padat, dan pergerakan manusia yang semakin jauh setiap harinya, waktu dan kenyamanan telah menjadi suatu hal yang berharga. Pusat-pusat perbelanjaan bergerak (mobile) makin ramai diakses pada malam hari dan akhir pekan. Dengan pendapatan yang terus meningkat, semakin banyak orang yang menginginkan produk-produk segar dan aman. Itulah mengapa jenis makanan impor menjadi kategori yang paling banyak digemari konsumen Yihaodian.

Tahun 2013, tercatat sekitar 8% dari penjualan ritel adalah dari e-commerce. Dan para pelaku bisnis ritel sudah melihat tanda-tanda merosotnya penjualan di banyak supermarket dan toko-toko fisik. Sejauh ini, kota-kota di provinsi kawasan pesisir timur China mencatat transaksi jual-beli daring dengan volume terbesar. Meski besar pendapatan masyarakat di wilayah tersebut terbilang lebih rendah daripada di pusat-pusat kota, tetapi ketiadaan atau Sedikitnya pilihan supermarket dan toko fisik membuat berbelanja daring sebagai pilihan pertama masyarakat.

Adapun pertumbuhan jumlah konsumen paling cepatjustry terjadi di kawasan daratan China.

Apabila Yihaodian bisa mempertahankan laju pertumbuhannya, maka mereka punya potensi untuk mengubah ta. tanan bisnis ritel China. Namun demikian, mereka tetap harus mengembangkan sistem manajemen yang lebih baik dari waktu ke waktu dan terus berinovasi agar bisnisnya tetap relevan. Salah satu hal paling penting yang akan dihadapi Yihaodian dan perusahaan-perusahaan lain di bidang yang sama adalah keharusan untuk terus melahirkan gagasan serta pendekatan yang mendukung pertumbuhan yang sangat cepat. Selain itu, hal terpenting lain dalam lingkungan bisnis China ukuran, pasar terbuka, dukungan pemerintah, dan teknologi, sebagaimana telah dipaparkan di bab sebelumnya adalah dorongan untuk terus berinovasi. Pertumbuhan di China mengharuskan perusahaan untuk berubah, bukan hanya saat bereaksi terhadap kondisi tertentu, tetapi sebagai kebiasaan yang terus dilakukan perusahaan demi mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi. Para pelaku bisnis di bidang pabrikan, contohnya, senantiasa bertemu dengan tantangan-tantangan semacam ini:

  • Terus memperbarui jenis produk. Selama perlindungan terhadap kepemilikan intelektual masih lemah, perusahaan sadar bahwa setiap perubahan atau perbaikan yang dilakukan terhadap produknya akan segera ditiru oleh kompetitor. Agar tetap bisa unggul, mereka harus terus memikirkan ide baru, fitur baru, atau fungsi baru demi menjaga kepuasan konsumen terhadap produknya. Sekaligus memutar otak agar kompetitor sulit mengejar ketertinggalan.
  • Mengendalikan harga. Sifat konsumen China yang cenderung sensitif terhadap harga tinggi, maka menawarkan produk dengan banderol harga murah adalah tujuan utama setiap perusahaan. Mengupayakan produksi skala besar adalah jawabannya, termasuk pula memangkas biaya produksi, mengurangi bahan material produksi, serta mengembangkan produk yang hanya memenuhi fitur atau fungsi yang dibutuhkan konsumen.
  • Mengelola kekurangan pekerja ahli dan terampil. Kekurangan tenaga kerja ahli, terampil, dan berpengalaman merupakan masalah yang sudah sejak lama dihadapi perusahaan-perusahaan China. Hal ini membuat bisnis kewalahan mengejar pertumbuhan ekonomi bangsa yang sangat cepat. Di banyak area kunci, bisnis terpaksa bertahan dengan menjalankan strategi gerilya. Sebut saja pemasaran, dengan pengalaman yang payah dalam melakukan kampanye atau promosi dengan cara tradisional, maka tim pemasaran suatu perusahaan harus berupaya mengembangkan caranya sendiri demi menarik dan mempertahankan konsumen. Contoh untuk kasus ini adalah Xiaomi yang menggunakan strategi crowdsourcing untuk mendapat masukan demi perbaikan produk ponselnya serta menciptakan gaung di setiap peluncuran produknya.
  • Mengatasi permasalahan upah. Perusahaan-perusahaan China juga harus berinovasi untuk mengantisipasi berkurangnya angkatan kerja dan biaya produksi yang makin hari makin mahal. Lima belas tahun lalu, para pekerja China tergolong yang paling murah di dunia, dengan rata-rata upah bulanan kurang dari $100 (Rp1,3 juta), hanya sepertiga dari Meksiko. Tahun 2013, ratarata upah tersebut melonjak menjadi $700 (Rp9,5 juta), setara dengan Malaysia, dan sepertiga lebih tinggi darij Meksiko. Makin parah lagi, jumlah tenaga kerja China justru. surut. Sepanjang dekade ini, berkurangnya jumlah tenaga kerja terbilang landai, dengan penurunan populasi pekerja China antara 2 dan 4 juta orang setiap tahun -tak begitu terasa jika dibandingkan dengan total populasi usia kerja sekitar 900 juta jiwa. Akan tetapi setelah 2020, berkat kebijakan satu keluarga satu anak yang digencarkan pada 1970-an, angka ini akan merosot tajam seiring dengan berkurangnya jumlah tenaga kerja menjadi sekitar 650 juta jiwa®’ di pertengahan dekade tersebut. Namun demikian, produktivitas harus meningkat pesat apabila China ingin tetap kompetitif. Membenahi standar pendidikan, yang akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya, akan sangat membantu. Misalnya dengan membuat sistem platform-based yang dilakukan Zhang Ruimin terhadap Haier.
  • Menyelesaikan kendala infrastruktur. Pembangunan infrastruktur jalan dan rel kereta di China cukup luar biasa. Sebanyak sekitar 90% dari total 65.000 mil jalan tol serta 7.000 mil rel kereta cepat dibangun dalam 15 tahun terakhir. Kehebatan ini ternyata punya dampak kurang mengenakkan bagi bisnis ritel, sebab mereka jadi kehilangan kesempatan untuk mengembangkan outlet ritel modern, seperti mal, di kawasan kota-kota kecil.

Perusahaan-perusahaan di sektor industri lainnya menghadapi masalah serupa. Demi menangani ini, mereka harus berani dan senantiasa menjajal segala peluang lebih dari fungsi dan operasi yang biasa dijalankan. Jawaban atas suatu masalah tidak bisa hanya muncul dari hasil penelitian yang dilakukan tim riset, sekadar tertera dalam rancangan strategi perusahaan, atau diperlakukan sebagai proses yang tujuannya demi keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Alih-alih, ini harus menjadi bagian dari kegiatan bisnis sehari-hari oleh seluruh divisi. Rita Gunther McGrath, seorang profesor di Columbia Business School!, memaparkan proses penting ini sebagai “upaya mengeksploitasi keuntungan kompetitif sementara.”

Untungnya, tekanan ini punya sisi baik pula: menyeimbangkan tekanan dari pasar terbuka China adalah peluang bagi kewirausahaan. Contohnya adalah Alibaba dengan kreasinya, Alipay. Di satu level, Alipay menjadi respons perusahaan dalam menjalankan bisnis terhadap sistem pembayaran China yang saat itu masihkurang lengkap. Tetapi di level lain, yang jauh lebih penting, Alipay membuka jalan untuk tumbuhnya bisnis-bisnis e-commerce. Kreasi yang melahirkan Alipay ini bukan sebuah perkembangan yang terisolir. Lebih sering, setiap inovasi atau perbaikan yang dilakukan perusahaan China adalah satu dari banyak reaksi yang harus dilakukan perusahaan untuk bertahan hidup di lingkungan bisnis yang penuh tekanan. Entah ity berupa penyempurnaan suatu produk atau lompatan jauh suatu bisnis yang menjajal peluang baru di luar areanya, Dampak kumulatif dari keharusan menyelesaikan masalah dengan terus menghasilkan gagasan-gagasan baru inilah yang membuat inovasi China begitu hebat.

Peluang besar tercipta bagi para pelaku bisnis ketika internet mampu menghilangkan pembatas antar-industri, meski bukan berarti peluang ini hanya terbatas dalam hal teknologi. Sebuah perusahaan semacam Yihaodian bukan hanya mengembangkan teknologi dan sistem daring yang dibutuhkan untuk bisnis e-commerce-nya, tetapi juga harus merancang model bisnis yang menyeluruh. Dalam hal ini, Yihaodian harus menentukan apakah mereka mampu memenuhi kebutuhan mereka akan transportasi komprehensif untuk menjalankan jasa layanan antar ke seluruh China menggunakan sepeda motor dan moped. Kalau bisa, niscaya mereka akan mampu menguasai layanan antar makanan dan kebutuhan sehari-hari masyarakat di segala penjuru China. Jika tidak bisa, maka bisa jadi bisnis ini akan bangkrut di tengah jalan.

Apabila mereka gagal, sudah pasti perusahaan lain akan menyerobot peluang ini. SF Express”, misalnya, adalah perusahaan layanan antar kilat terbesar di China. Tahun 2014, mereka membuka sebanyak 400 toko fisik yang dilengkapi dengan terminal komputer untuk menguji apakah mereka dapat menambahkan e-commerce dalam bisnis logistik yang sudah mereka kuasai. Kalau memang tidak dapat bersaing secara efektif dengan Yihaodian, setidaknya banyak perusahaan yang antre untuk menggantikannya. Alibaba bahkan sudah mencoba merancang sebuah konsorsium melalui serangkaian kesepakatan. Satu, dengan China Post, bertujuan untuk mengirim belanjaan daring ke mana pun dalam negeri dalam 24 jam. Kerja sama lain dengan Haier, yang tujuannya memfasilitasi pengiriman barang-barang besar. Ada pula konsorsium teknologi dengan sejumlah perusahaan jasa kurir, dan investasi senilai $250 juta (Rp3,4 triliun) pada kantor pos Singapura, SingPost. Ucapan Yu bahwa “inovasi adalah pilihan antara lakukan atau mati” menekankan betapa pentingnya bagi sebuah bisnis untuk berinovasi dalam gelombang-gelombang__berkelanjutan. Dan perkembangan yang sudah dibuat China berhasil menciptakan pengusaha-pengusaha yang ulet dan tangguh di berbagai area bisnis. Seperti kita lihat, bagaimana Haier, Xiaomi, Tencent, serta Alibaba lahir dan tumbuh dengan perubahan dan perbaikan yang tak henti dilakukan. Ini adalah sebuah pasar di mana yang paling lincah yang akan bertahan hidup.

Inovasi, dalam hal ini, berarti inovasi dalam hal proses dan praktik dan juga inovasi untuk produk dan layanannya. Dua puluh tahun lalu, jarang sekali perusahaan China yang punya budaya berinovasi. Sekarang mereka ada di manamana. Memang, ini telah menjadi sebuah prasyarat untuk mengembangkan bisnis baik untuk industri baru dan kategori jasa atau dari China ke pasar global.


Sumber: Edward Tse. China’s Disruptors; Bagaimana Alibaba, Xiaomi, Tencent, dan Perusahaan Lain Mengubah Aturan Bisnis, penj. Vela Andapita. Jakarta: PT Gramedia, 2018.