Gus Baha: Semua Orang Alim Pasti Ragu untuk Membenci

 
Gus Baha: Semua Orang Alim Pasti Ragu untuk Membenci

LADUNI.ID, Jakarta - Menurut KH Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha, jika kau sekarang ingin anakmu shaleh, tidak cukup hanya dengan keinginan saja, tetapi harus diminta kepada Allah. Sebab, semua hanya bisa atas kehendak Allah.

“Kalau Allah pengen membuatnya jadi zhalim gimana, kau mau apa? Kau jengkel sekali dengan orang fasiq, tapi jika Allah menghendaki ia bertobat, kau mau apa?,” kata Gus Baha.

Itulah mengapa sirri-nya agama itu adalah tawakkal, sampai Nabi yang sudah Nabi kekasih Allah saja berdoa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

ya muqallibul qulub tsabit qalbi ala dinik

Siapa yang akan tahu?

Malamnya masih jima' istri, besok paginya cerai. Siapa yang akan tahu? Karena itu di bab thalaq itu ada larangan aja geman megat bojo sing mau bengi dijimak. kalau manimu jadi, iddahnya panjang. Karena tidak ada yang bisa tahu.

Itulah mengapa ini penting. Seperti apa bencinya Nabi pada Wahsyi karena pembunuh paman Rasulullah, Sayyid Hamzah? Tapi malah Allah memberi hidayat pada Wahsyi. Sebab itu ada ayat:

لَيْسَ لَكَ مِنَ ٱلْأَمْرِ شَىْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ

Bukan urusanmu (Muhammad), soal hidayat itu bukan urusanmu.

Itulah mengapa seperti apapun sholehnya manusia, tetap diminta berdoa:

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

Ihdinash shirathal mustaqim

lalu disuruh berdoa:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqallibul qulub tsabit qalbi ala dinik

Kau boleh benci orang munafik, karena memang orang munafik itu parah berbelit-belit. Tapi dhawuh Allah begini:

لِّيَجْزِىَ ٱللَّهُ ٱلصَّٰدِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ ٱلْمُنَٰفِقِينَ إِن شَآءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ

Kayak apa Allah benci dengan orang munafiq? Tapi Allah masih ngendikan bisa saja aku menyiksa orang munafiq, ketika Aku berkehendak, tapi bisa saja au yatuba (atau orang itu bertaubat).

Ragu-ragu untuk Terlalu Membenci

Karena itu semua orang alim pasti ragu-ragu, untuk terlalu benci orang pasti tidak bisa. Tiap orang yang terlalu membenci orang lain pasti agak tidak alim, karena tidak ada ayat sosial yang Allah tidak memberi alternatif, pasti ada alternatif:

وَيُعَذِّبَ ٱلْمُنَٰفِقِينَ إِن شَآءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ

Jadi orang munafiq yang kau benci pasti disiksa Allah? Kata siapa, ya insya Allah, jika Allah ngersakna. Tapi bisa saja yang dikersakna bertobat.

Ini penting saya utarakan. Lalu mengapa Allah bisa demikian? Karena dia yang menciptakan, sementara kita nuruti rasa benci kita. Lalu yang bisa mengatur dunia siapa?

Oleh karena itu orang alim tidak punya sikap jelas. Malah diejek oleh Islam-Islam anyaran: "Nggak tegas. Gimana masalah sosial kok nggak tegas?"

Disuruh tegas bagaimana, sini ngajinya khatam sedang kau tidak khatam? Dalam banyak hal kita tidak mungkin tegas, karena bagaimana kamu menegasi masalah-masalah hati?

Kau sekarang suka saya, bisa saja besok nggak. Besok lusa senang pada saya lagi. Kambuhan. Malam istighfar menangis. Paginya jelalatan lagi. Bar ndelok wong ayu istighfar nangis, bar wiridan malah sombong.

Ilmu dan Ibadah Berpotensi Membuat Sombong

Imam Ghazali, beliau termasuk perawi hadits:

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَانًا كَطُغْيَانِ الْمَالِ

Lalu beliau mengqiyaskan:

إن للعبادة طغيانا كطغيان المال

Coba saja, tahajud hingga dua minggu, puasa hingga dua minggu, kamu akan nampak sudah berhak menyuruh orang, sebab kau orang sholeh, dia nampak tidak sholeh. Lho katanya ibadahmu untuk Allah kok kau pakai berlagak angkuh, tiap orang kamu tunjuk-tunjuk, kau suruh-suruh. Jadi ibadah itu punya tughyanan, punya keangkuhan sendiri.

Ilmu juga begitu, punya keangkuhan sendiri. Misalnya begini. Rukhin janjian dengan saya. Jika Rukhin melanggar janjian, seolah orang-orang wajar menyalahkan dia karena saya orang alim: Disuruh guru kok... Tapi ketika saya yang melanggar, dibilang "boten napa-napa." Artinya kealiman saya mengesahkan melanggar janji. Kelakuan kok seperti itu. Karena itu:

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَانًا كَطُغْيَانِ الْمَالِ

Ilmu itu punya keangkuhan, punya kelacutan, seperti lacutnya orang yang memiliki uang.

Karena itu orang alim lalu pada tertutup, jarang menyuruh-nyuruh santrinya, karena khawatir tughyan. Karena kalau mengatur orang lalu tidak dipatuhi, dia jadi tersinggung. Tapi jika yang melanggar janji dirinya sendiri, seolah wajar. Ini kan keangkuhan. Ibadah juga sama.

Itulah mengapa lalu Allah supaya hamba-hamba-Nya yang shalih tidak sombong, akhirnya diacak. Termasuk diacak, selevel Rasulullah saja tidak diberi otoritas memberi hidayah.(*)

***

*) Sepenggal Pengajian Tafsir Jalalain, hlm. 1908-1911 (Q.S. Luqman 27 – 34)