Vaksin Covid-19 Menurut Tinjauan Syariat Islam

 
Vaksin Covid-19 Menurut Tinjauan Syariat Islam

LADUNI.ID, Jakarta - Sudah hampir 1 tahun wabah Covid-19 ini melanda dunia dan belum ada tanda-tanda akan hengkang dari alam semesta ini, bahkan konon sudah ada jenis virus baru sebagai pengembangan dari corona ini di Inggris.

Beberapa temuan vaksin sudah diujicobakan, bahkan pemerintah Indonesia sudah membeli, dan kabarnya sudah diterapkan. Bagaimana hukum vaksinasi dari wabah virus ini? Berikut Fatwa Ulama Mesir:

سألنى كثير من الناس بمناسبة تفشى وباء الهيضة (الكوليرا) فى البلاد عن الحكم الشرعى - فأجبتهم بأن دفع الضرر ودرء الخطر عن الأنفس واجب لقوله تعالى { ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة } البقرة ١٩٥ ، وكل ما كان وسيلة إلى ذلك فهو واجب شرعا

Mufti Al-Azhar (Syekh Hasanain Makhluf) ditanya soal penyebaran wabah kolera. Beliau menjawab atas dasar firman Allah, “Jangan kau jatuhkan dirimu pada kebinasaan” (Al-Baqarah 195) maka wajib menghindarkan bahaya wabah ini dari manusia. Setiap cara yang dapat mengantarkan kepada upaya pencegahan penularan juga wajib secara syar'i (Fatawa Al Azhar, 7/240).

Apa sih vaksin itu? Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit-penyakit tertentu.

Dengan demikian Fatwa Ulama Mesir di atas sudah tepat menjawab pertanyaan tentang vaksin. Jika pemerintah menerapkan sanksi kepada orang yang menolak untuk divaksin juga dibenarkan dalam kaidah agama.

Bagaimana dengan isu yang berkembang jika vaksin ini terbuat dari najis semisal babi? MUI Pusat memutuskan bahwa obat yang digunakan dalam imunisasi (juga berlaku untuk vaksin) harus benda suci dan halal, serta tidak boleh dari benda najis, kecuali memang belum ditemukan obat yang suci karena unsur darurat.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Imam Izzuddin bin Abdissalam:

جَازَ التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ إذَا لَمْ يَجِدْ طَاهِرًا يَقُومُ مَقَامَهَا ، لِأَنَّ مَصْلَحَةَ الْعَافِيَةِ وَالسَّلَامَةِ أَكْمَلُ مِنْ مَصْلَحَةِ اجْتِنَابِ النَّجَاسَةِ . وَمِثْلُهُ قَطْعُ السِّلْعَةِ الَّتِي يَخْشَى عَلَى النَّفْسِ مِنْ بَقَائِهَا .

“Boleh berobat dengan benda najis, jika belum ditemukan obat yang suci, yang selevel dengannya. Sebab kemaslahatan menjaga kesehatan dan keselamatan lebih didahulukan dari pada kemaslahatan menjauhi najis. Demikian pula boleh melakukan amputasi organ tubuh jika sampai membahayakan pada tubuhnya” (Qawaid Ahkam 1/146).

Apakah sekarang sudah masuk darurat? Kalau belum darurat nunggu korban meninggal dunia sampai angka berapa?

***

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin
Editor: Muhammad Mihrob

 


Aktifkan NSP Tausiyah Ustadz Makruf Khozin "Dzikir Solusi Musibah"
Ketik DSMUA Kirim SMS ke 1212
Tarif: Rp. 9.900/bulan