Gus Ulil : Krisis Dikirim Allah Untuk Menguji Kita. Apakah Kita Bisa Berubah?

 
Gus Ulil : Krisis Dikirim Allah Untuk Menguji Kita. Apakah Kita Bisa Berubah?
Sumber Gambar: Gus Ulil Abshar Abdalla (Foto: YT TVNU)

Laduni.ID, Jakarta - Cendikiawan NU, Ulil Abshar Abdalla atau akrab disapa Gus Ulil menjelaskan bahwa esensi krisis, seperti pandemi Covid 19, sebenarnya adalah ujian dari Allah untuk umat manusia. Menurutnya, momentum krisis ini selain sarana instropeksi diri, ujian terberatnya, adalah apakah dengan krisis tersebut, kita akan berubah atau tidak.

"Kalau orang yang tidak beriman, atau beriman tetapi imannya lemah diberikan cobaan oleh Allah, cobaan itu tidak mengubah apa-apa. Dia naik perahu, naik kapal kena badai, atau naik pesawat lalu turbulensi, pada saat turbulensi, berdoa semuanya. Itu wajar, semua orang begitu, itu normal. Nah yang membedakan antara orang yang bertakwa dan orang yang tidak bertakwa atau orang yang beriman dan tidak beriman, perbedaan pokoknya adalah di masa paska krisis. Orang yang beriman setelah diberikan cobaan oleh Allah, dia akan berubah. Jadi cobaan itu mentransformasikan dia, dari manusia lama menjadi manusia baru. Setiap cobaan itu mengubah orang. Tetapi ada juga cobaan atau krisis yang tidak mengubah apa-apa. Nah, kalau krisis itu tidak mengubah apa-apa, bagi saya itu penderitaan dua kali. Sudah kita mengalami krisis, tidak mendapatkan apa-apa dari krisis itu. Jadi kalau disebut adzab, itu adzab dua kali, adzab kuadrat," ulas Gus Ulil saat memberikan Tausyiah dalam kegiatan Sholawat Nariyah dan Doa Untuk Keselamatan Bangsa Dari Wabah, yang ditayangkan TV NU, Selasa 13 Juli 2021.

Pengampu pengajian daring Kitab Ihya Ulumuddin itu melanjutkan, seharusnya setiap kita dapat mengambil pelajaran, hikmah dari peristiwa global berupa pandemi Covid 19. Gus Ulil menekankan hikmah terpenting dari setiap krisis adalah kita harus berubah menjadi lebih baik.

"Kalau ada seseorang, bahkan pada level sebuah bangsa. Kalau suatu bangsa mendapat krisis, tidak mengubah bangsa itu, sama saja dia mengalami krisis dua kali. Kalau paska pandemi ini, bangsa Indonesia, kita, atau termasuk warga Nahdliyin kok tidak berubah, itu sebetulnya kita mengalami pandemi dua kali. Yaitu pandeminya itu sendiri, dan kedua, pandemi itu tidak mengubah kita. Pandemi itu tidak transformatif. Semoga kita tidak begitu dan pandemi ini mengubah kita dalam banyak hal," harap menantu ulama kharismatik, Kiai Mustofa Bisri atau Gus Mus.

Pria kelahiran Pati, Jawa Tengah itu menyadari bahwa situasi krisis efek dari pandemi ini begitu berat. Dalam kondisi inilah, Gus Ulil menuturkan saatnya membuktikan kata-kata bijak, pengetahuan keagamaan yang kita dapatkan menjadi tindakan.

"Nah, disaat krisis ini, kita diuji oleh Allah. Kalimat-kalimat bijak yang sampean jadikan status selama ini, coba deh resapi dan alami dalam diri sendiri. Kalimat mengenai persahabatan, mengenai gotong royong, mengenai perdamaian, solidaritas, macam-macam banyak sekali kalimat bijak itu. Saatnya sekarang kita ditest. Kalau kita bicara persaudaraan, solidaritas lah sekarang ini. Bisa gak kita bersaudara, di hari-hari ketika suplai tabung oksigen itu begitu langka. Orang yang meninggal ya Allah, seperti terjadi Yogjakarta, di RS Sarjito misalnya. Itu krisis ya dan krisis ini dikirim Allah untuk menguji kita. Kalimat-kalimat yang indah, yang sampean sampaikan melalui ceramah agama, dakwah-dakwah, di pengajian majelis ta'lim itu kan indah semua. Tapi jenengan belum pernah ditest bisa kah melaksanakan itu? Termasuk saya sendiri. Saya kan ngaji Ihya, penuh dengan kebijaksanaan, belum tentu saya bisa melaksanakan kitab Ihya itu," aku Gus Ulil.

Sebagai penutup, ia menekankan esensi sebuah doa, atau munajat kita kepada Allah, terutama di masa krisis saat ini. Mengadopsi pendekatan tasawuf, Gus Ulil mengingatkan bahwa doa yang kita munajatkan hakikatnya merupakan manifestasi seorang hamba kepada Tuhan.

"Kita berdoa itu, jangan merasa Allah akan mengizabahi kita. Itu sikap doa yang transaksional. Kayak Tuhan kita ancam dengan sholawat Nariyah, Tuhan ini kita sudah sholawat Nariyah berhari-hari masak gak diangkat musibah ini dari Indonesia? Itu tidak begitu cara Allah bekerja. Kalau kita mengikuti ajarannya kitab Hikam, doa itu kita lakukan bukan untuk mencapai hasilnya. Tentu hasil itu ada, tapi itu bukan urusan kita. Sebetulnya doa itu menunjukkan bahwa kita ini hamba. Jadi kalau hamba mengalami kesulitan dia mengadu kepada majikannya, itu saja. Adapun majikannya mengabulkan atau tidak, terserah majikannya. Kapan mengabulkannya kita gak usah ikut campur," pungkas Gus Ulil.

Sumber tulisan : YT TV NU

Editor               : Ali Ramadhan