Sebab Niat dan Amal

 
Sebab Niat dan Amal
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID, Jakarta - “Amal dan niat shaleh akan menyebabkan timbulnya kewibawaan pada diri seseorang. Ia akan tampak beda dengan orang lain, ucapannya didengar dan bermanfaat. Sebaliknya, amal dan niat buruk akan menyebabkan pelakunya diselimuti kegelapan”

Dawuh Al-Quthb al-Ghauts Al-Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas rahimahullah (19 Ramadhan 1257 H / 1837 M -  6 Rajab 1334 H / 1914 M, dalam usia 77 tahun, dimakamkan dalam kubah Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas)

Disarikan dari buku sekilas tentang Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-‘Atthas, karya Habib Novel Bin Muhammad Alaydrus (Pimpinan Majelis Ilmu Dan Dzikir Ar-Raudhoh, Surakarta), Penerbit Putera Riyadi, Solo, 2003.

Kesadaran Amal Shalih

Amal merupakan perwujudan dari sesuatu yang menjadi harapan jiwa. Bentuknya bisa berbagai rupa, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun getaran hati.

Baca Juga: Niat Qurban dan Aqiqah

Nilai suatu amal berdasarkan pada niat si pelaku. Sebab, demikianlah Allah subhanahu wa ta'ala menilainya, yakni amal dari niat seorang hamba. Ada tiga jenis amal, yaitu amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh.

Amal jariah berarti 'perbuatan yg berkelanjutan.' Pahala amal jariah tidak akan terputus walaupun pemberinya sudah meninggal, selama benda yang diamalkan tersebut masih memberikan manfaat bagi kepentingan tersebut.

Amal yang kedua, amal ibadah, berarti perbuatan pengabdian. Ibadah berasal dari kata abada yang berarti melayani, mengabdi, dan menyembah.

Amal yang ketiga adalah amal saleh. Amal saleh meliputi semua perbuatan, lahir maupun batin, yang berakibat pada hal positif atau bermanfaat. Amal saleh bisa mencakup pengertian amal jariah dan amal ibadah.

Dari segi analisis semantic, Amal Saleh berarti: “perbuatan baik”. Dan “perbuatan” itu sendiri, yang dalam kadar paling minim atau seukuran biji zarrah (atom) pun akan diberi balasan (tidaklah terbatas dalam bentuk perbuatan lahiriah tapi juga mencakup aktivitas batiniah seperti fikir dan dzikir). Sedang “baik” yang menjadi predikat dari kata ‘Amal. Kriteria kebaikannya ditetapkan berdasarkan norma-norma Syara’, Sunnah Nabi dan akal sehat.

Suatu perbuatan baru bias dikatagorikan sebagai amal saleh, jika member manfaat pada diri si pelaku, keluarga atau ummatnya. Ada dua syarat utama yang mutlak dan harus dipenuhi oleh suatu perbuatan sehingga dapat digolongkan sebagai Amal Saleh yaitu: Husnul fa’iliyah (lahir dari keikhlasan niat si pelaku) dan Husnul fi’liyah (pekerjaan tersebut mempunyai nilai-nilai kebaikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh syara’, Sunnah Nabi atau akal sehat).

Betul apa yang didawuhkan oleh Al-Quthb al-Ghauts Al-Habib Ahmad bin Hasan al-’Atthas rahimahullah diatas, bahwa niat dan amal saleh akan tampak pada para pelakunya, yaitu berwibawa dan bermanfaat.

Kausalitas antara niat amal saleh dan pelakunya, dan agar suatu amal menjadi "Amal Shalih" yang berkualitas, menurut keterangan Al-Imam Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Muhasibi rahimahullah (781 - 857 M, Bagdad, Irak), salah satu ulama besar mempengaruhi pemikiran Al-Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i atau Imam al-Ghazali rahimahullah (wafat 14 Jumadil Akhir 505 H / 18 Desember 1111 M, Thus, Iran),  ada tiga unsur pembentuk yang harus dipenuhi, yaitu Kerja Fisik, Kerja Intelektual dan Kerja Kalbu.

Kerja fisik adalah kerja yang kualitas produksinya ditentukan oleh keterampilan pelakunya dalam menggunakan berbagai alat. Semakin terampil seseorang dalam menggunakan alat produksi, akan semakin tinggi pula kualitas produksinya.

Baca Juga: Ustadz Ma'ruf Khozin : Antisipasi Lupa Niat Di Malam Pertama Ramadhan

Sementara kerja Intelektual adalah kerja pikiran dimana yang dihasilkan adalah ilmu pengetahuan yang menjadi dasar bagi kerja fisik, sedangkan kerja Kalbu adalah kerja yang didasarkan pada keimanan kepada Allah subhanahu wa ta'ala, dimana orang yang beriman selalu memulai kerjanya dengan niat untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Selain tiga unsur pembentuk amal shaleh yang bermanfaat tersebut, para pelakunya juga memiliki kesadaran spiritual, memadukan kesinambungan antara dunia dan akhirat. Ikhtiar dalam mengejar kebahagian secara ganda, yakni kebahagiaan dunia sekaligus kebahagiaan akhirat. Tujuan tersebut, bisa dimaknakan dalam sebuah doa yang paling sering dibaca sehari-hari, yang oleh masyarakat muslim Indonesia, dikenal sebagai doa “sapu jagat”.

Dalam kehidupan keseharian, seorang muslim tidak mesti berkutat dengan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala saja. Namun ia juga harus aktif pula dalam hubungan kemanusiaan di dunia ini, dalam berbagai sektor kehidupan.

Seorang muslim benar niatnya ikhlas serta berkualitas amalnya, tentu mampu menggabungkan dua kekayaan, yaitu kaya dunianya dan kaya pula rohaninya. Namun, mereka tetap tidak boleh terlena untuk mengejar kebahagiaan dunia saja, sebab nanti diakhirat tidak ada yang di dapat apapun. Keduanya harus dicari bersama-sama, dengan tujuan mendapatkan kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat. Mampu menjalankan firman Allah subhanahu wa ta'ala :

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dgn apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlahkamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagimana Allah telah berbuat baik kepadamu, janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al-Qashshas : 77)

Maka, dari makna yang terkandung dalam ayat tersebut, menjelaskan mereka memahami dan bertindak sesuai dgn ketentuan-ketentuan kehidupan duniawi dan ukhrawi jika kita menginginkan kesuksesan keduanya.

Adapun kiat dan strategi bagaimana cara dan ikhtiar dalam menjaga kesinambungan Dunia dan akhirat tersebut, bisa kita kaji dan belajar dari nasihat Al-Imam Abu al-Harits al-Muhasibi rahimahullah dalam kitabnya Ar-Ri’ayah li Huquqillah dan nasehat Imam Al-Ghazali rahimahullah dalam kitab Ihya' Ulumuddin. Kurang lebih jika di sarikan ada 13 nasehat.

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ مُصَرِّفٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ ظَنَّ أَنَّ لَهُ فَضْلًا عَلَى مَنْ دُونَهُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ

Telah mengkabarkan kepada kami Abu Hatim Abdullah Raziy Muhammad bin Idris bin Al Mundzir Al Hanzhali rahimahullah (wafat 277 H / 890 M di Rayy Iran), ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Hafsh Umar bin Hafsh bin Ghiyats bin Thalq An-Nakha'i rahimahullah (wafat 222 H / 836 M di Kufah Iraq), dari ayahnya Abu 'Umar Hafsh bin Ghiyats bin Thalq An-Nakha'i (wafat 194 H / 809 M di Kufah Iraq), dari Abu Salamah Mis'ar bin Kidam bin Zhuhair Al-Hilali Al-'Amiri Al-Mushhaf rahimahullah (wafat 153 H / 770 M di Kufah Iraq), dari Sayyidul Qura' Abu Muhammad Thalhah bin Musharrif bin 'Amru bin Ka'ab Al-Yami Al-Hamdani rahimahullah (wafat 112 H / 730 M di Kufah Iraq), dari Abu Zurarah Mush'ab bin Sa'ad bin Abi Waqash Az-Zuhriy Al-Madaniy rahimahullah (wafat 103 H / 721 M di Kufah Iraq), dari ayahnya Farisul Islam Abu Ishaq Sa'ad bin Abi Waqash Malik bin Uhaib bin 'Abdu Manaf bin Zuhrah, Az-Zuhri Al-Qurasyi Radhiyallahu Anhu (wafat 55 H / 674 M di Madinah), bahwa ia menyangka memiliki keutamaan di atas orang selainnya, dari kalangan para sahabat nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal’’ (HR. Imam An-Nasa’i rahimahullah, wafat 28 Agustus 915 M di Mekkah).

Baca Juga: 0113. Hikmah Melakukan Amal Shaleh di Dunia

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ، وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu jiwa yang merasa tenang kepada-Mu, yang yakin akan bertemu dgn-Mu, yang ridho dengan ketetapan-Mu, dan yang merasa cukup dengan pemberian-Mu."

اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ، اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنِى، أَنْتَ الْحَىُّ الَّذِى لاَ يَمُوتُ وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ يَمُوتُونَ

"Ya Allah, aku berserah diri kepada-Mu, aku beriman kepada-Mu, aku bertawakal kepada-Mu, aku bertaubat kepada-Mu, dan aku mengadukan urusanku kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan kemuliaan-Mu – tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Engkau – dari segala hal yang bisa menyesatkanku. Engkau Mahahidup dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati".

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ

"Ya Allah kami memohon kepadaMu atas keselamatan  agamaku, kesejahteraan/kesegaran pada tubuhku, bertambahnya pengetahuanku, keberkahan rizqiku, serta taubakut sebelum mati dan rahmat-Mu di waktu matiku, dan ampunan-Mu sesudah matiku. Ya Allah, semoga Engkau berkenan mempermudah proses kematianku, serta selamat dari api neraka dan mendapat ampunan-Mu ketika amal perbuatanku dipertanggungjawabkan di hadapan-Mu".

Wallahu a'lam Semoga bermanfaat

---------
Oleh: Al-Faqir Gus Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik
Editor: Nasirudin Latif