Bahayanya Berkomentar yang Bukan Bidangnya

 
Bahayanya Berkomentar yang Bukan Bidangnya
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pixabay

Laduni.ID, Jakarta – Di zaman modern ini segala informasi telah banyak tersedia di internet, bahkan semua orang bisa berpendapat tentang masalah yang terjadi, dengan mudah informasi didapat hanya melalui sebuah alat canggih bernama gadget dan dengan itupula orang mudah menyampaikan pendatnya.

Fenomena tersebut terjadi di segala aspek keilmuan, seperti, ekonomi, kesehatan, politik, bahkan agama sekalipun. Mereka yang ahli dalam bidang-bidang tersebut tentunya didasarkan pada kapasitas keilmuan yang telah dijalani, namun bagi mereka yang tidak ahli di bidangnya mendasarkan argumennya pada informasi yang tersebar di internet.

Pada musim politik (pilkada, pileg, pilpres, dll) seorang ahli akan berkomentar berdasarkan teori-teori yang telah dipelajari, pada buku-buku yang telah dibaca, pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan, dan sebagainya. Sedangkan orang biasa, berkomentar berdasarkan informasi yang tersebar pada media elektronik, komentar-komentar di media sosial, dan menafsirkan sendiri informasi tersebut dengan kapasitas keilmuan yang tidak bisa disebut cukup. Sehingga orang-orang awam tiba-tiba saja menjadi ahli politik dadakan yang bisa menyuarakan argumennya dengan percaya diri.

Begitu pula yang terjadi dalam ranah agama, bisa saja orang yang tidak mengenyam pendidikan di pesantren, tidak pernah membaca kitab-kitab dapat memberikan dan mengeluarkan fatwa dengan begitu mudah. Tidak jarang sebagian dari mereka melabeli diri sebagai “ustaz” dan memiliki pengikut banyak hanya bermodalkan dua sampai tiga hadis yang dihafal.

Fenomena-fenomena tersebut sudah diprediksi jauh oleh Gus Dur. Dalam wawancara dengan Najwa Shihab di Narasi TV, Kiai Said Aqil Siraj (15/03/19) mengungkapkan, “Nanti akan datang masa ada orang bukan keturunan pesantren dipanggil ustadz”, kata beliau menirukan kalimat Gus Dur.

Kiai Said juga menjelaskan bahwa mereka yang tidak bisa agama hendaknya untuk tidak berbicara perihal agama, sebab ditakutkan penafsiran orang tersebut berbeda jauh dengan tafsir sesungguhnya, dan tentunya akan emnyebabkan kesalahan dalam memahami agama.

“Sama dong, seperti saya baca buku kedokteran, sudah selesai baca, ya paham dikit-dikit lah, trus pasang papan nama, Said Aqil menerima pasien dari jam 08.00-10.00, kira-kira bisa ga tu?” ujar Kiai Said Aqil Siraj.

Dalam unggahan Facebook terbarunya, Gus Dewa menukilkan perkataan Imam Ghazali dalam kitabnya Faishilut Tafriqah bainal Islam wal Zindiqah, yang menjelaskan tentang bahayanya komentar orang yang tidak mengerti sebuah permasalahan.

لِأَجْلِ الجُهَّالِ كَثُرَ الخِلَافُ بَيْنَ النَّاسِ وَلوْ سَكَتَ مَنْ لَايَدْرِيْ لَقَلَّ الخِلَافُ بَيْنَ الخَلْقِ

“Karena komentarnya orang-orang dungulah terjadi banyak perselisihan di antara manusia. Seandainya orang-orang yang tidak tahu itu enggan berkomentar, niscaya berkuranglah perselisihan di antara sesama.”

Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk tidak berkomentar, berargumen, dan berpendapat pada suatu bidang keilmuan yang tidak dikuasai, terlebih pada poros-poros yang mudah “memanas”, seperti politik dan agama, dikhawatirkan hal tersebut hanya akan menimbulkan perselisihan, perpecaha, dan kesalahpahaman dalam berpolitik dan beragama.

Sumber: Kitab Faishilut Tafriqah bainal Islâm wal Zindiqah, Karya Imam al-Ghazali cet 1, hal 74.


Editor: Daniel Simatupang