Pendekatan Mbah Kiai Wahab dan Kiai Wahib Terhadap PKI

 
Pendekatan Mbah Kiai Wahab dan Kiai Wahib Terhadap PKI
Sumber Gambar: Wikipedia

Laduni.ID, Jakarta – Dua tokoh yang sekaligus ayah dan anak ini dalam hemat saya mempunyai pendekatan yang "berbeda" terhadap PKI. Mbah Kiai Wahab Chasbullah lebih "soft", sedang Kiai Wahib Wahab lebih tegas. Konklusi di atas terbaca dari penjelasan di bawah ini.

Dalam buku "Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah" dikutip kisah bahwa Masyumi membenci dan memusuhi NU, terutama Mbah Kiai Wahab Chasbullah karena tidak bisa mereka tundukkan saat NU mau melepaskan diri dari Masyumi, dan menjadi partai tersendiri pada tahun 1952.

NU dituduh oportunis bahkan dituduh PKI. Seperti dikatakan pimpinan Masyumi, Fakih Usman ketika berkunjung ke gedung NU di Kramat Raya, “Oh, ternyata NU sangat dekat dengan PKI.” Bahkan pimpinan Masyumi yang lain dengan sarkastik mengatakan, “Kalau kepala Kiai Wahab Chasbullah dicukur dengan beling (pecahan kaca) dan kemudian dikucur dengan air jeruk, maka akan keluarlah dari kepala Kiai Wahab itu palu arit.”

Padahal langkah NU yang dikomandoi Mbah Kiai Wahab ini sebagai langkah taktis. Beliau sebenarnya tidak sreg dengan kebijakan Bung Karno tentang Nasakom, tetapi sebagaimana elemen politik yang lain baik partai politik, ormas keagamaan, kaum cendekiawan termasuk TNI semuanya menerima Nasakom.

Mbah Kiai Wahab menjadi pusat sasaran kebencian bahkan caci makian. Di mata kaum pembenci, Mbah Kiai Wahab dipandang sebagai profile pemimpin “Ulama Orla” atau “Ulama Nasakom”. Beliau cuma ketawa saja bila mendengar cemoohan demikian. Ucapannya yang terkenal ialah, “Kalau saya cuma sekedar anggota biasa Nahdlatul Ulama; tentu saya tak akan dijadikan sasaran kritik dan cacian. Tetapi saya adalah termasuk pimpinan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama’. Biasa, pohon tertinggi menjadi sasaran tiupan angin bahkan angin badai. Kalau saya cuma sekedar ‘rumput’ tak akan menjadi sasaran angin badai.”

Sekalipun Mbah Kiai Wahab dianggap dekat dengan PKI, tapi sebenarnya beliau mempunyai pandangan tersendiri. Menurut Mbah Kiai Wahab, Bung Karno kelewat gandrung dengan persatuan, sehingga termakan oleh semangatnya untuk mempersatukan beragam partai yang sejak semula mempunyai anasir yang berbeda dan mustahil disatukan. Bagaimana politik Nasakom hendak diwujudkan? padahal secara prinsipil, nasionalisme bertentangan dengan komunisme, apalagi dengan agama, karena itu sulit dipersatukan. Ini kita terima yang penting kita tidak melakukan politik konfrontatif dengan Bung Karno.

Berbeda dengan Mbah Kiai Wahab, Kita Wahib lebih tegas atas PKI. Namun sikap tegasnya ini punya konsekuensi yang berat.

Seperti dituturkan Deliar Noer, pada bulan Oktober 1962, Kiai Wahib diadili karena dituduh melanggar peraturan devisa dan dihukum 10 tahun penjara serta membayar denda 15 juta rupiah.  Mengenai kasus ini, H. Madchan, orang dekat Kiai Wahib, mempunyai cerita lain. Menurutnya, Kiai Wahib tidak bersalah, karena semua harta kekayaan di Singapura yang diributkan orang itu sebenarnya bukan miliknya. Semua itu kepunyaan seorang Cina bernama Maliko, anak seorang advokat di Mojokerto yang sudah lama tinggal di Singapura dan memiliki perusahaan biro perjalanan.

Maliko kenal baik dengan Kiai Wahib sejak kecil. Maliko inilah yang memberi uang Kiai Wahib untuk modal berdagang. Mendadak, Kiai Wahib diributkan memiliki harta simpanan yang terkait dengan pelanggaran peraturan pemerintah, sehingga diperkarakan. Lama masa penjara juga tidak 10 tahun seperti disebutkan banyak orang, tapi kurang dari sebulan.

Komentar senada juga diberikan H. Shobih Ubaid, salah seorang kerabat dekat Kiai Wahib yang merasa sangat tahu kasus tersebut, karena ia juga sempat diinterogasi pihak kejaksaan. H. Shobih pulalah yang menangani pembayaran dendanya sampai lunas serta relatif rutin mengunjungi Kiai Wahib ketika di rumah tahanan Salemba, tidak lebih dari sebulan. Vonis ini menurutnya tidak dijatuhkan dalam persidangan terbuka. Jadi, bagi H. Shobih, pendapat bahwa Kiai Wahib dihukum 10 tahun penjara itu mungkin terdapat kesalahan informasi.

Dalam analisa H. Shobih dan Drs. Choirul Anam (Cak Anam), kebencian Kiai Wahib terhadap manuver-manuver politik PKI, mengakibatkan Presiden Soekarno merasa risih dan tidak suka. Sehingga, orang-orang PKI berusaha mencari celah untuk menjatuhkan Kiai Wahib karena khawatir bahwa posisinya sebagai Menteri Agama akan mudah menggalang opini publik yang dapat mangancam kelangsungan hidup PKI. Oleh karena itu, kasus di atas diyakini H. Shobih sebagai hasil rekayasa PKI.

Informasi di atas diperkuat dengan penjelasan KH. Hasib Wahab, bahwa PKI membuat berita fitnah atau berita hoaks yang ditujukan kepada lawan politiknya, yakni partai NU supaya bisa mencopot KH. Wahib Wahab. Malah pada kenyataannya Kiai Wahib tidak pernah dihukum, penjara. Kiai Wahib diisukan punya rumah, mobil di Singapura (dan semuanya) adalah rekayasa politik PKI.

Pada masa awal kemerdekaan sering terjadi pertarungan politik, bisa dilihat bagaimana sering terjadi pergantian perdana menteri ataupun juga bagaimana pertarungan ini menjadikan Presiden Soekarno meminta nasehat Mbah Kiai Wahab lalu tercetuslah "halal bihalal".

Pertarungan politik juga berimbas ke partai NU, pada waktu itu sebenarnya tidak hanya PKI yang memusuhi NU, dalam buku "Fragmen sejarah NU" juga dijelaskan, PSI yang ada di TNI juga memusuhi NU. Banyak tokoh NU dipenjara dengan dituduh korupsi.

Kepada para pendiri bangsa Alfatihah...

Sumber:

1. Buku Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial-Politik, editor Azyumardi Azra dan Saiful Umam

2. KH. Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren;

3. Choirul Anam, KH. Abdul Wahab Chasbullah, Hidup dan Perjuangannya;

4. Mun'im DZ, "Fragmen Sejarah NU"

5. Wawancara dengan Drs. Choirul Anam.

6. Wawancara dengan KH.  Hasib Wahab

Ket: Mbah Kiai Wahab Chasbullah dalam acara mantenan tahun 1970.

Sumber foto: Dokumen pribadi Dr. Ainur Rofiq Al Amin

Oleh: Dr. Ainur Rofiq Al Amin


Editor: Daniel Simatupang