Kodifikasi Hukum Islam Nusantara dalam Naskah Surya Ngalam

 
Kodifikasi Hukum Islam Nusantara dalam Naskah Surya Ngalam

LADUNI.ID, Jakarta - Kodifikasi hukum sebenarnya sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, terutama hukum Islam yang berbasis di Nusantara. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam sebuah naskah Surya Ngalam di era Kesultanan Demak yang dipublikasikan Ahmad Baso di akun Facebook pribadinya. Berikut ini adalah deskripsi naskah pegon Surya Ngalam.

Demak, pusat kajian fiqih, yurisprudensi, dan kodifikasi hukum Islam Nusantara (material dan prosedural): ini naskah pegon Surya Ngalam dari era Kesultanan Demak koleksi Perpustakaan Berlin (kode SBB Ms.or. fol. 402).

Pasca Majapahit, komunitas Muslim yang baru terbentuk di seluruh Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, membutuhkan aturan baku dalam pelaksnaaan hukum Islam, bukan hanya dalam aspek hukum materil tapi juga terkait hukum acara atau prosedur.

Maka para wali dan murid-muridnya mengumpulkan beberapa bahan, bukan hanya dari kitab-kitab fiqih, tapi juga dari buku buku hukum peninggalan Majapahit berjudul Kitab Kutaragama atau Kitab Agama. Karena Majapahit dikenal sistem hukumnya yang adil (anggelar adil palamarta), seperti ditunjukkan dari hukum materil dan acaranya yang lengkap, baik dalam hukum perdata maupun pidana.

Kitab-kitab fiqih Syafi'i yang dijadikan rujukan di antaranya yang terkenal adalah Kitab Muharrar karangan Imam ar Rafi'i (wafat 623 H/1226 M) dan Kitab Tahrir karangan Syekh Zakariya al-Anshari (wafat 926 H./1520 M). Dua nama kitab ini disebut dalam naskah (sebagaimana bisa dilihat pada foto).

Maka keluarlah buku hukum baru versi Demak ini: berjudul Surya Ngalam, mirip KUHP dan KHI kini. Namanya diambil dari gelar Sultan Demak Raden Patah yang bergelar Sultan Surya Ngalam Ngadilullah. Naskah Surya Ngalam ini kemudian disalin dan diperluas dalam beberapa naskah, hingga ke era Kesultanan Cirebon (di antaranya bernama Pepakem Cirebon), Banten dan Mataram.

Isinya sebagian diterjemahkan Raffles ke dalam bahasa Inggris dalam History of Java (1816), vol. 2, bagian apendiks C.

Babad Cirebon menyebut naskah Surya Ngalam Demak itu sebagai proyek "jodoning jaksa Jawa lan qadli Arab" yang menjamin tercapainya "anggelar adil palamarta'. Sekaligus menunjukkan bukti bahwa bicara hukum Islam, fiqih ataupun yurisprudensi Islam dalam pemikiran Islam Nusantara, ya patokannya, ya keadilan itu.

Yuk, ngaji peninggalan jenius Demak ini. Barakah...

(KH Ahmad Baso)