Sejarah Pembaruan Konsep Tauhid

 
Sejarah Pembaruan Konsep Tauhid
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Dalam perkembangan awal (Abad ke-8 konsep awal tauhid), konsepsi tauhid menekankan ke-Esa-an Dzat Allah. Ketika kepercayaan itu dikaji dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam dengan semangat zaman hellenisme (Pemaduan kebudayaan Yunani dengan kebudayaan Timur Islam) pada ke-8 M.

Dari sini lahirlah kemudian ulama atau kelompok yang disebut Mu'tazilah (mempersepsikan tauhid Dzat secara mutlak), dengan doktrin: Allah itu maha esa tanpa sifat-sifat yang menjadi wujud sendiri yang bukan Dzat-nya. Sebab jika ada wujud sifat yang bukan Dzat-nya, maka berarti ada pluralitas wujud yang kekal (ta'addud al-qudama'), sehingga tauhid menjadi tidak murni. Paham ini akhirnya mendapat reaksi dari Ahlussunnah Wal Jama'ah yang berpandangan sebaliknya. Doktrin atau ajarannya: Mazhab ini dengan tegas mengatakan bahwa, Allah mempunyai sifat karena dia sendiri menyatakan demikian. Sifat-sifat itu tidak sama dengan, bahkan lain dari Dzat Tuhan, tetapi ada dalam Dzat-nya.

Ketika dunia Islam mengalami kemunduran yang ditandai penaklukan beberapa kawasan oleh pasukan Mongol (Abad ke-12 pemurnian tauhid), muncul semangat di sementara kalangan ulama untuk menata kembali kehidupan sosial-politik umat, berdasarkan nilai-nilai Islam yang murni.

Muncullah kemudian ulama atau kelompok Ibnu Taimiyah (tidak lagi menekankan keesaan Dzat Allah dalam perumusan doktrin tauhid, tapi menekankan kapasitasnya). Dengan ajaran doktrin, pertama, Tauhid Uluhiyah: kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak di sembah. Kedua, Tauhid Rububiyah: kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki pengertian yang luas-alam semesta.

Saat kehidupan umat pada abad ke-18 merosot kalah jauh dari Barat (Abad ke-18 pembakuan tauhid), maka dikembangkan doktrin tauhid yang ketat untuk mengatasi krisis akidah sebagai kebangkitan umat. Lahirlah kelompok Mazhab Wahabi (Muhammad bin Abdul Wahhab) yang memadukan paham Asy'ariyah dengan paham Ibnu Taimiyah. Saat itu, tauhid dibagi 3 kategori dengan 2 kategori Ibnu Taimiyah diberi pendalaman tertentu.

Doktrin ajaran tauhidnya pertama, Tauhid Rububiyah: mengesakan Allah dalam mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta. Kedua, Tauhid Uluhiyah: mengesakan Allah dalam ibadah dengan tidak menyembah dan mendekatkan diri kepada selainnya. Ketiga, Tauhid Asma was Sifat: mengesakan Allah dalam pemberian nama sifat kepada dirinya sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, tanpa mengubah, menafikan, dan perbandingan.

Pada pertengahan abad 20 (masa Ideologisasi Tauhid), diwarnai dengan pertarungan ideologi antara kapitalisme dengan komunisme. Doktrin tauhid menjadi basis Islam untuk mengimbangi dua ideologi dominasi tersebut.

Lahirlah kemudian yang kelompok pertama kalangan Ikhwanul Muslimin di Timur tengah, yang memodifikasi doktrin tauhid Ibnu Taimiyah dengan dua kategori tauhid. pertama, tauhid makrifah dan istbat yang meliputi tauhid Rububiyah dan tauhid asma was Sifat. Kedua, tauhid permintaan dan tujuan yang meliputi tauhid ilahiyah dan ibadah.

Kelompok yang kedua adalah Jamaah Islamiyah di Pakistan, yang dipelopori oleh Al-Maududi yang memodifikasi doktrin tauhid Ibnu Taimiyah. Doktrinnya pertama, tetap menekankan kapasitasnya Allah sebagai Ilah dihubungkan dengan Ibadah, dan Rab dihubungkan dengan Din. Kedua, Ilah, Ibadah, Rab, dan Din adalah istilah asasi yang dijadikan kunci untuk memahami ajaran-ajaran Islam, khususnya sistem pemerintahan.

Jelang perang dingin pada akhir abad 20 (mas Fungsi Tauhid), rumusan tauhid tak lagi menekankan kapasitas Allah dengan fungsi ideologisnya, tapi menekankan fungsi nilainya. Lahirlah kemudian pemikir kontemporer seperti Fazlur Rahman. Ia mengatakan bahwa Fungsi Moral adalah: ajaran-ajaran pokok Al-Quran seperti Tuhan, Manusia sebagai individu, Manusia sebagai anggota masyarakat, Alam semesta, kenabian dan Wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, dan komunitas muslim.

Selain itu, ada juga Ismail Raji al-Faruqi yang mengatakan: tauhid sebagai inti pokok agama Islam yang menjadi prinsip dalam sejarah, ilmu pengetahuan, metafisika, etika, tata sosial, umat, keluarga, tata politik, tata ekonomi, tata dunia, dan estetika.

Kamis, 30 September 2021

Salam,

Oleh: Salman Akif Faylasuf


Editor: Daniel Simatupang