Sebuah Refleksi Hari Pahlawan: Memaknai Pahlawan dalam Konteks Zaman Sekarang

 
Sebuah Refleksi Hari Pahlawan: Memaknai Pahlawan dalam Konteks Zaman Sekarang
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Menjadi pahlawan adalah satu keistimewaan, tidak hanya mulia di mata manusia, tapi yang paling penting adalah mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT, sebagaimana keterangan dalam firman-Nya berikut ini:

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa: 69)

Pahlawan adalah sosok pejuang yang berani mengorbankan pikiran, waktu, tenaga, harta bahkan nyawanya untuk tegaknya kebenaran dan kepentingan orang banyak.

Tentang arti sebuah perjuangan itu, Allah SWT berfirman:

اِنْفِرُوْا خِفَافًا وَّثِقَالًا وَّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)

Mereka yang disebut pahlawan itu adalah orang yang berjuang di jalan Allah untuk menegakkan agama Islam, kemuliaan Islam dan kemaslahatan umat Islam.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Karenanya, perlu kiranya merekam dan merefleksikan kehidupan jejak kepahlawanan para Nabi dan Rasulullah SAW, para sahabat, para syuhada, mujahidin dan sholihin. Tak seorangpun di antara mereka yang sepi dari perjuangan dan pengorbanan, baik dalam bentuk moril maupun material, spiritual dan finansial, jiwa dan harta. Mereka telah menyerahkan secara all out seluruh potensi yang dimiliki untuk kejayaan Islam dan kaum Muslimin.

Allah SWT berfirman:

فَجَعَلْنٰهَا نَكَالًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَ

“Maka Kami jadikan (yang demikian) itu peringatan bagi orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 66)

Karena setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda, maka di setiap zaman pasti mempunyai pahlawan dan medan perjuangan tersendiri. Tetapi soal jasa para pahlawan yang telah berjuang itu, sekecil apapun tak boleh diabaikan. Bung Karno pernah berkata, "Jangan sekali-sekali melupakan sejarah." Slogan ini kemudian dikenal dengan singkatan khas "Jasmerah".

Flashback, kita melihat sejarah, tentang Sayyidah Khadijah yang mengorbankan jiwa, raga dan hartanya untuk mendukung misi Baginda Nabi Muhammad SAW, lalu Abu Bakar juga menyerahkan seluruh hartanya untuk Islam, dan begitu juga Ali bin Abi Tholib yang berani mempertaruhkan nyawanya, demi untuk menyelamatkan Rasulullah SAW ketika hendak hijrah ke Madinah.

Ada lagi kisah tentang Imam Malik yang pernah dipenjara, diikat, dan dicambuk oleh penguasa yang zalim hingga ruas-ruas tulangnya nyaris putus. Imam Syafi'i juga pernah dimasukkan ke balik jeruji karena fitnah ulama jahat, bahkan beliau diperintah berjalan kaki diterik padang pasir (selama) dua bulan lamanya, dari Yaman ke Baghdad. Imam Nawawi penyusun Kitab Hadis Arbain dan Riyadhus Shalihin pernah diusir dari tanah kelahirannya, Syam, karena berpegang teguh pada aturan Allah dan menentang kebijakan penguasa yang serakah dan represif.

Lalu dikisahkan juga tentang Imam Abu Hanifah yang wafat karena dipaksa minum racun, setelah sebelumnya dipenjara dalam keadaan dirantai besi yang berat pada lehernya. Imam Ahmad Ibnu Hambal disiksa dan dipenjara bertahun-tahun lamanya karena keteguhan sikapnya dalam mempertahankan aqidah, beliau menolak Al-Quran disebut makhluk (ciptaan) karena Al-Qur'an adalah Kalamullah. Sayyid Qutub penulis Kitab Tafsir Fi Zhilalil Quran, beliau syahid di tiang gantungan karena dihukum oleh penguasa.

Sekarang kembali ke Indonesia, mengutip kata-kata Bung Karno, pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 1961, beliau pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.”

Dalam rangka menghargai jasa para pahlawan itu, maka kita harus mewujudkan cita-cita mereka yang sempat terputus. Menurut saya, setidaknya dari perkataan Bung Karno tersebut mengandung tiga spirit kepahlawanan yang bisa direfleksikan:

1. Bersyukur

Atas jasa para pahlawan dan senantiasa merawat nikmat kemerdekaan dengan pembangunan berkelanjutan. Dengan rasa bersyukur itu, maka Allah SWT akan menambah nikmat berkelimpahan bagi bangsa Indonesia.

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)

2. Berakhlak Mulia

Dengan refleksi itu, kita bisa membangun komitmen untuk menjadi bangsa yang santun dan bermartabat serta menjunjung tinggi nilai-nilai kepahlawanan yang bisa diteladani oleh generasi selanjutnya juga.

Di dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya.” (HR. Bukhari-Muslim)

3. Berperadaban

Menjadikan akhir perjuangan pahlawan sebagai tonggak pertama untuk mewujudkkan cita-cita para pahlawan kita. Artinya dengan selalu meneruskan perjuangan para pahlawan melalui berbagai hal positif yang bermaslahat bagi bangsa dan negara. Utamanya dalam dunia pendidikan yang berfokus pada pembentukan mental dan cara pandang yang visioner dan progresif.  

Demikian refleksi saya dalam memaknai pahlawan di Hari Pahlawan yang sangat bersejarah itu. Semoga uraian dan momentum Hari Pahlawan dapat memantik semangat untuk menjadi pahlawan atau meneruskan perjaungannya dalam konteks kekinian. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 November 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Rakimin Al-Jawiy (Dosen Psikologi Islam Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Editor: Hakim