Dampak dan Hukum Menggunakan Israiliyyat dalam Menafsirkan Al-Quran

 
Dampak dan Hukum Menggunakan Israiliyyat dalam Menafsirkan Al-Quran
Sumber Gambar: Ilustrasi/Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Ketika kita menafsirkan sebuah ayat dan surah dalam al-Quran, perlu hendaknya untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan penafsiran al-Quran, salah satu adalah ulum al-Quran. Dalam ilmu ulum al-Quran, terdapat salah satu cabang ilmu yakni Israiliyyat.

Secara global Israiliyyat mempunyai arti segala sesuatu yang berhubungan dengan Bani Israil, baik itu yang bersumber dari kitab mereka atau hanya sekedar kabar dari mulut ke mulut. Adapun kisah, mempunyai arti, yaitu kejadian-kejadian yang sudah lampau, baik yang berkaitan langsung dengan para Nabi atau yang lainnya.

Sedangkan kisah-kisah Israiliyyat adalah kejadian-kejadian di masa lampau yang berkaitan dengan kisah-kisah para Nabi atau lainnya dan kisah-kisah itu dihembuskan oleh Bani Israil baik yang bersumber dari kitab mereka maupun dongeng dari mulut ke mulut.

Untuk pembahasan lebih lanjut, penulis ingin menjelaskan mengenai israiliyyat baik dalam faktor timbulnya israiliyyat, dampak dan hukumnya.

Pengertian Israiliyyat

Israiliyyat secara etimologi bentuk jama' dari kata Israiliyyah yang merupakan bentuk kata benda untuk isim yang dinisbahkan pada kata Israil. Dari bahasa Ibrani yang berarti "Hamba Tuhan". Dalam pengertian lain, Israiliyyat dinisbatkan kepada Nabi Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim yang dalam sejarah beliau dikarunia 12 orang anak, salah satu putranya yang menonjol bernama Yahuda, yang kemudian dijadikan sebutan bagi keturunan Nabi Yaqub.

Sedangkan istilah Yahudi adalah sebutan dari Bani Israil. Hal ini sesuai dengan hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Abbas, "Sekelompok Yahudi datang menemui Nabi SAW lalu beliau bertanya kepada mereka, ‘Tahukah kamu sekalian bahwa sesungguhnya Israil itu adalah Nabi Yaqub?’ Lalu mereka menjawab, ‘Betul.’ Kemudian Nabi berdo'a, ‘Wahai Tuhanku, saksikanlah pengakuan mereka ini.’”

Pengertian Israiliyyat secara terminologi menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, menyatakan bahwa Israiliyyat berarti pengaruh-pengaruh kebudayaan Yahudi terhadap penafsiran al-Quran, namun kami mendefinisikan lebih luas dari itu, yaitu pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani terhadap tafsir. Dan menurutnya, Israiliyyat mengandung dua pengertian. Pertama, adalah kisah dan dongeng kuno yang disusupkan dalam tafsir dan hadis yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya, yaitu Yahudi, Nasrani dan yang lainnya. Kedua, adalah cerita-cerita yang disengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadith yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.

Menurut Sayyid Ahmad Khalil, Israiliyyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari ahli kitab, baik yang berhubungan dengan agama mereka ataupun yang tidak ada hubungan sama sekali dengannya. Penisbatan riwayat Israiliyyat kepada orang-orang Yahudi karena pada umumnya para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah masuk Islam.

Faktor Timbulnya Israiliyyat dalam Tafsir

Pertama, karena semakin banyak orang-orang Yahudi yang masuk Islam. Sebelumnya mereka adalah kaum yang berperadaban tinggi. Tatkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam.

Kedua, ada keinginan dari kaum muslimin pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bangsa Yahudi yang berperadaban tinggi, di mana al-Quran hanya mengungkapkan secara sepintas saja. Dengan ini maka muncullah kelompok mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber dari orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpang-siuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan takhayul.

Ketiga, adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab bin Akhbar, Wahab bin Munabbih. Mereka di pandang mempunyai andil besar terhadap tersebarnya kisah Israiliyyat pada kalangan muslim. Hal ini di pandang sebagai indikasi bahwa kisah Israiliyyat masuk kedalam Islam sejak masa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiatan penafsiran al-Quran pada masa-masa sesudahnya.

Permulaan munculnya Israiliyyat dalam tafsir bermula pada zaman sahabat, karena setelah diteliti terdapat kesamaan antara al-Quran dengan kitab-kitab samawi lainnya. Di dalam al-Quran disebutkan secara ringkas dan dalam kitab lain disebutkan secara panjang lebar meskipun banyak terjadi penambahan dan pengurangan pada kisah yang terdapat di dalam kitab Taurat, Zabur, dan Injil.

Dampak Israiliyyat Terhadap Tafsir

Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, jika Israiliyyat itu masuk ke dalam khazanah tafsir al-Quran, ia dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut:

Pertama, Israiliyyat akan merusak akidah kaum muslimin, karena ia, antara lain mengandung unsur penyerupaan pada Allah SWT, peniadaan 'ishmah para Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil, apalagi sebagai Nabi.

Kedua, merusak citra agama Islam keran ia mengandung gambaran seolah-olah Islam adalah agama yang penuh dengan khurafat dan kebohongan yang tidak bersumber.

Ketiga, menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf, baik dari kalangan sahabat maupun tabi'in. Keempat, dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan apa yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.

Hukum Meriwayatkan Israiliyyat

Terdapat dalil-dalil yang menunjukan kebolehan meriwayatkan Israiliyyat. Di satu sisi juga terdapat beberapa dalil yang menunjukan larangan meriwayatkannya. Di antara dalil yang memperbolehkan adalah ayat-ayat Alqur'an yang memperbolehkan untuk bertanya ahli kitab seperti firman Allah SWT:

فَإِنْ كُنْتَ فِي شَكٍّ مِمَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الَّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ ۚ لَقَدْ جَاءَكَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

Artinya: “Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Yunus: 94)

Selain itu juga terdapat hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang menjelaskan kebolehan bertanya kepada Bani Israil, "Dari Abdullah ibn Amr bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Sampaikan walau hanya satu ayat dan berbicaralah apa yang dari Bani Israil dan tidak mengapa. Barang siapa yang mendustakanku maka bersiaplah tempatnya kelak di neraka.’"

Adapun dalil-dalil yang menunjukan larangan meriwayatkan Israiliyyat adalah ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang perlakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang gemar mengganti dan merubah kitab suci mereka.

Selain itu terdapat sebuah hadis, Abu Hurairah RA berkata, "Bahwasanya Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya kepada umat Islam dengan bahasa Arab. Oleh karena itu Rasaulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian membenarkan Ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka, katakanlah kami telah beriman kepada Allah SWT dan segala yang ia turunkan kepada kami.’”

Menanggapi hal tersebut, al-Dzahabi berpendapat bahwa setiap riwayat Israiliyyat yang sesuai dan sejalan dengan syariat Islam maka diperbolehkan untuk diriwayatkan. Adapun yang tidak sesuai dengan syariat Islam atau tidak masuk akal maka tidak diperbolehkan untuk meriwayatkannya. Adapun riwayat Israiliyyat yang didiamkan oleh syariat dalam arti tidak ada yang memperkuat ataupun menolaknya maka hukumnya adalah tawaquf, artinya kita tidak membenarkan dan tidak juga menyalahkannya.

Oleh: Ahmad Syah Alfarabi


Editor: Daniel Simatupang