Ini Alasan Tidak Ada Hukum Rajam di Mayoritas Negara Islam

 
Ini Alasan Tidak Ada Hukum Rajam di Mayoritas Negara Islam
Sumber Gambar: Ilustrasi/Sindonews

Laduni.ID, Jakarta – Pernahkah kalian menyadari, bahwa di mayoritas negara Islam jarang sekali didapati hukum rajam bagi pelaku zina. Di Indonesia sendiri, tepatnya Aceh, hukum rajam tidak diberlakukan. Dilansir dari Wikipedia, hukum rajam di Aceh gagal diperkenalkan pada tahun 2009 lantaran tidak mendapat persetujuan dari Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh kala itu.

Ulama Al-Azhar sendiri menilai bahwa, gagalnya penerapan hukum rajam dikarenakan sudah lebih dari 1.000 tahun tidak terpenuhinya syarat rajam, sehingga tidak ada satu orang pun dalam dalam kurun masa itu dikenai hukum rajam. Walaupun tetap ada orang yang melakukan zina muhsan,namun hukuman mereka gugur karena tak terpenuhinya syarat rajam.

Salah satu syarat rajam adalah mencari empat orang saksi laki-laki yang adil dan mukallaf. Kesemuanya harus melihat kejadian tersebut secara langsung, tanpa melalui media kamera atau gambar. Selain itu, adil dalam hal ini adalah mereka yang tak pernah melakukan dosa besar atau sering melakukan dosa-dosa kecil.

Apabila syarat tersebut tak terpenuhi, maka gugurlah secara syariat hukum rajam baginya, bahkan sebagian ulama meriwayatkan haram untuk dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan hadis:

ادرؤوا الحدود بالشبهات

“Tinggalkan had karena ada kesamaran-kesamaran.”

Terlebih pada zaman sekarang, sangat mudah sekali membayar orang lain untuk memberikan palsu. Hal tersebut tentu nyaris membuat hukum rajam diberlakukan.

Lalu, bagaimana bila si pelaku mengakui sendiri perbuatannya?

Dalam Islam, orang yang mengakui perbuatan zinanya disuruh untuk menarik kembali pengakuan tersebut. Islam sendiri bukanlah agama yang menghendaki pemeluknya mendapat banyak hukuman, melainkan menghendaki pemeluknya terlepas dari hukuman. Sebagaimana sebuah hadis, “Rahmat-Ku telah mendahului murka-Ku.”

Bahkan sebagian ulama menganjurkan seorang hakim untuk membuat kinayah (sindiran) ke pelaku agar mencabut pengakuannya. Lalu, apakah tidak diterapkannya hukum rajam sama dengan melanggar syariat? Jawabannya adalah tidak.

Justru syariat sendiri memerintahkan agar menerapkan hukum sesuai syariat, menerapkan sebuah hukum tanpa syarat justru dosa besar. Sebagaimana kaidah ushul fikih:

تكليف المشروط بدون الشرط محال

Jika di sebuah negara tidak diterapkan hukum rajam bagi pelaku zina, maka cukup ditentukan hukuman sesuai yang diberlakukan oleh pemerintah. Yaitu, hukuman yang tidak disebut secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadis. Berat tidaknya sebuah hukuman yang diberikan kepada pelaku zina juga disesuaikan menurut kemampuan si pelaku.

Jadi, hukuman apapun sekarang ini, sudah sesuai syariat. Baik yang memakai nama “syariat” atau tidak, itu tidak akan mempengaruhi substansi dari aturan tersebut. Sebagaimana sebuah kaidah:

العبرة بالمعاني دون المباني

Bahkan, para ulama Al-Azhar menyebut zaman ini sebagai ‘ashr as-syubuhat, zaman penuh kesamaran. Sehingga, hukuman apapun yang mensyaratkan kejelasan penuh tak bisa diterapkan sesuai syariat.

Disadur dari tulisan Gus Muhammad Nora Burhanuddin


Editor: Daniel Simatupang