Menjadi Juru Damai

 
Menjadi Juru Damai
Sumber Gambar: Ilustrasi/Ceritadepok.com

Laduni.ID, Jakarta – “Wahai orang Khurrasan, apakah kamu tau siapa ahli bid'ah yang berada di Kufah ini yang dikenal dengan nama Abu Hanifah?” ucap Imam Al-Auza'i pada Imam Abdullah bin Mubarak ketika berjumpa dengannya.

Mendengar ucapan dari Imam Al-Auza'i tersebut, Abdullah bin Mubarak memilih diam dan pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah, Abdullah bin Mubarak mengambil beberapa kitab Imam Abu Hanifah dan menyalin beberapa kutipan kitab tersebut selama tiga hari dan mengumpulkannya dalam satu kitab khusus.

Pada hari keempat, Abdullah bin Mubarak berjumpa dengan Iman Al-Auza'i di masjid, di mana Imam Al-Auza'i menjadi muazin dan imam di dalamnya. Ketika berjumpa, Imam Al-Auza'i penasaran melihat kitab yang dibawa oleh Abdullah bin Mubarak dan memintanya untuk dilihat.

Setelah membuka kitab tersebut, beliau melihat ada satu pembahasan yang oleh Abdullah bin Mubarak diberikan penjelasan bahwa itu adalah pendapat Al-Nu'man. Beliau begitu asyik membaca kitab itu dan berhenti ketika azan dan shalat.

Setelah shalat, Imam Al-Auza'i bertanya penasaran, “Wahai orang Khurrasan, siapa sebenarnya Al-Nu'man bin Tsabit ini?”

“Beliau adalah seorang Syaikh yang aku jumpai di Iraq,” jawab Abdullah bin Mubarak.

“Dia adalah salah seorang Syaikh yang hebat dan mulia. Perbanyaklah mengambil ilmu darinya,” nasehat Imam Al-Auza'i pada Abdullah bin Mubarak

Abdullah bin Mubarak kemudian menimpali lagi, “Beliau adalah Abu Hanifah, orang yang engkau telah melarangku untuk mengambil ilmu darinya.”

Pada lain kesempatan, Imam Al-Auza'i bertemu dengan Imam Abu Hanifah di Makkah. Beliau mengikuti Imam Abu Hanifah untuk menanyakan beberapa masalah yang dulu pernah dia baca dari kitab yang dikumpulkan oleh Abdullah bin Mubarak. Imam Abu Hanifah pun menjelaskan lebih detail dibandingkan yang beliau tulis di kitab beliau.

Setelah keduanya berpisah, Abdullah bin Mubarak bertanya pada Imam Al-Auza'i, “Bagaimana menurutmu tentang sosok Imam Abu Hanifah?”

Imam Al-Auza'i menjawab, “Aku kagum dan ingin seperti dirinya karena keluasan ilmunya dan kecerdasan akal pikirannya. Saya beristighfar pada Allah karena telah salah menilainya. Belajarlah kamu padanya. Sungguh dia adalah sosok yang berbeda dengan khabar jelek tentangnya yang sampai padauk.”

Sungguh di zaman fitnah seperti ini kita sangat membutuhkan sosok seperti Imam Abdullah bin Mubarak di atas. Sosok yang bisa menyatukan dan mendamaikan tanpa harus terkesan mengajari.

Kita butuh "tukang sunat syar'i" yang menukil tulisan atau memotong video dengan tujuan mendamaikan. Bukan memotong dan menggabungkan video yang bertujuan memprovokasi dan menebarkan fitnah.

Oleh: Gus Abdul Wahid Alfaizin


Editor: Daniel Simatupang