Jangan Jadikan Ilmumu Agar Orang Tunduk Kepadamu

 
Jangan Jadikan Ilmumu Agar Orang Tunduk Kepadamu
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto ist)

Laduni.ID, Jakarta - "Jangan jadikan ilmu yang kamu sebarkan sebagai alat untuk membuat orang tunduk padamu, namun jadikanlah ilmu yang kamu sebarkan sebagai penyebab kamu tunduk kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala." (Dawuh Al-Habib Umar bin Hafidz)

Kini banyak fenomena, orang yang menyebarkan ilmu, orang harus mengikutinya, tidak boleh mengikuti orang lain selainnya, karena menganggap pemahaman ilmunya yang paling benar, akhirnya ilmu yang disebarkan hanya untuk mencari pengakuan dan jumlah pengikut.

Mencari pengakuan dan pengikut sebagai ukuran diterima eksistensinya, maka telah melakukan pemaksaan atas kedangkalan ilmunya, dari luasnya ilmu Allah subhanahu wa ta'ala yang ada.

Pencarian pengakuan manusia atas ilmunya, ini sungguh membahayakan, karena pasti akan mengancam jika tidak diikuti atau kecewa berat tiadanya pengakuan atas dirinya. Fustasi dalam dakwah inilah yang sering terjadi, hingga tidak terasa yang keluar dari mulutnya bukan ilmu tetapi nafsu duniawi.

Terdapat sejumlah hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yang menyatakan bahaya menjadikan dunia dan segela gemerlapnya sebagai puncak ambisi, terutama bagi orang yang berilmu dan menyebarkan ilmunya.

Sayyidina Utsman Bin Affan radliyallahu anhu (wafat 17 Juni 656 M, Jannatul Baqi' Madinah) menceritakan suatu riwayat sebagai berikut :

 ''Suatu saat di tengah hari, aku melihat Zaid bin Tsabit An-Najjari Al-Anshari (radliyallahu anhu wafat 665 M, Jannatul Baqi' Madinah) keluar dari istana Marwan (Marwan bin Al-Hakam bin Abi'l Ash atau Marwan I adalah khalifah Umayyah keempat, wafat 7 Mei 685 M, Damaskus, Suriah). Dalam hati, saya bertanya-tanya, ada apakah ia gerangan pada saat seperti ini ? Aku yakin, pasti ada sesuatu yang penting ia bawa.'' Utsman mendekati Zaid dan langsung bertanya, ''Ada apa gerangan wahai Zaid ?''

Zaid menjawab, ''Aku membawa sesuatu yang aku dengar langsung dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.'' Utsman bertanya lagi, ''Apa yang Nabi shallallahu alaihi wasallam sabdakan kepadamu ?'' Zaid menjawab, ''Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang menjadikan dunia sebagai ujung akhir ambisinya, Allah akan pisahkan ia dengan yang diinginkannya (dunia), lalu Allah akan menjadikan kefakiran membayang di pelupuk kedua matanya. Padahal Allah sudah pasti akan memberikan dunia kepada setiap manusia sesuai dengan yang telah Ia tetapkan. Tapi siapa yang menjadikan akhirat sebagai ujung akhir ambisinya, maka Allah akan mengumpulkan dan mencukupi segala kebutuhannya di dunia. Lebih dari itu, Allah akan membuat hatinya menjadi kaya. Dunia akan selalu mendatanginya, meskipun ia enggan untuk menerimanya'. (HR. Imam Ibnu Majah rahimahullah wafat 19 Februari 887 M, Qazvin, Iran)

Ambisi ingin diakui telah menjadikan Ilmunya dan agamanya sebagai sarana atau alat meraih tempat di hadapan manusia, akan menimbulkan efek negatif pada dirinya. Sebab, ukurannya adalah dirinya sendiri, ukurannya adalah kebenarannya sendiri dan ukurannya adalah orang tunduk dan mengakui keilmuannya. Dia akan selalu mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan dalam hidupnya, dan mudah menyalahkan dan merendahkan orang lain jika ambisinya tsb tiada kunjung tiba pada dirinya. Perlahan, akan menghadapi kehancurannya sendiri.

Dalam hadis yang lain, diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu (wafat 650 M, Jannatul Baqi' Madinah) bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memberi peringatan, ''Siapa yang menjadikan ambisinya semata-mata untuk meraih akhirat, Allah subhanahu wa ta'ala akan mencukupi kebutuhan dunianya. Tapi siapa yang ambisi meraih dunianya bermacam-macam, Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan pernah peduli dengan yang ia inginkan. Ia justru akan menemui kehancurannya sendiri.'' (HR. Ibnu Majah rahimahullah).

Mengapa mengalami kehancuran diri ? Sebab jika ambisinya meraih pengakuan dan orang-orang tunduk kepadanya, dikira adalah hasil jerih payahnya dan tinggi ilmunya, mudah terjebak dalam sikap kesombongan, merasa lebih baik, merasa lebih pintar dan merasa paling benar serta merasa paling berkuasa atas ummat sebab banyaknya pengikut. Umumnya, kemudian ditunjukkan dengan sifat yang keras, hobi berdebat kusir, dan banyak membicarakan kesalahan orang lain secara tidak bijak.

Seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah besar. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :

وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ ٱلْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ ٱلْجِبَالَ طُولًا

“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang seperti gunung”. (QS. Al-Isra' : 37)

Allah subhanahu wa ta'ala memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Sombong dalam harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat dalam ayat diatas, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang dimilikinya, pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan. Maka dari itu, mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu menjulang seperti gunung.

Jika mengaku orang yang berilmu dan beriman, maka sejatinya pasti menyakini bahwa dunia itu tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan akhirat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala  :

 قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun".' (QS. An Nisa : 77).

Dan meyakini, tidak menjadikan dunia sebagai ambisi final, karena dunia itu sejatinya hanyalah tempat persinggahan sementara. Terminal akhir yang hakiki adalah akhirat. Allah subhanahu berfirman : 

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ

''Carilah nilai akhirat yang telah Allah sebarkan dalam kehidupanmu, tapi, jangan lupakan dunia. Berbuat baiklah di dunia sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu ..." (QS. Al-Qashash : 77).

Hendaknya kita tidak sombong hanya karena memiliki ilmu, karena kita tidak layak mensucikan diri sendiri lalu merendahkan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm : 32)

Salah satu cara agar terhindar dari sifat sombong adalah berusaha melihat orang lain lebih baik dari kita. Abdullah Dzul Bijadain atau Abdullah bin Abdu Nahm bin ‘Afif bin Sahim bin ‘Adwy bin Tsa’labah bin Sa’ad Al-Muzani atau ‘Abdullah Al-Muzani radhiyallahu'anhu (wafat 630 M di Madinah) berkata :

إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.

“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Orang tsb telah lebih dahulu beriman dan beramal shalih dariku, maka ia lebih baik dariku.‘ Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, ‘Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka dia sebenarnya lebih baik dariku.‘ Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” (kitab Hilyatul Auliya’ Wa Thabaqatul Asyfiya' 2 : 226; karya Imam Abu Nu'aim Al-Isfahani Asy-Syafi'i Al-Asy'ari rahimahullah wafat 1036 M di Isfahan Iran). Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!


Sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik