Melisankan Bahasa Arab, Membahasa-Arabkan Lisan

 
Melisankan Bahasa Arab, Membahasa-Arabkan Lisan

LADUNI.ID - Sabtu, 7 September 2019, di villa Narwastu Pacet Mojokerto, saya diberi kesempatan untuk memberi Orientasi dan Motivasi untuk mahasiswa baru Prodi Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

Pada acara yang bertajuk Kemah Bahasa Arab itu, saya mengajak para mahasiswa baru berkomitmen untuk tidak mempelajari bahasa Arab kecuali untuk digunakan dan dimanfaatkan. Saya mengajak mereka sebagai mahasiswa bahasa Arab untuk "melisankan bahasa Arab dan membahasa Arabkan lisan mereka."

Melisankan bahasa Arab maksudnya adalah menggunakan bahasa Bahasa Arab yang sudah dipelajari dalam tindak tutur nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Arab jangan lagi menjadi sekedar teori yang dihafal dan diingat, tapi harus menjadi skill atau keterampilan nyata, terutama dalam berbicara.

Kendati terkesan sederhana, tapi komitmen ini tidaklah mudah. Ini tidak hanya sekedar soal berubah dari bahasa Arab pasif menjadi bahasa Arab aktif, tapi sudah berhubungan dengan masalah merubah orientasi dan kebiasaan belajar Bahasa Arab yang sudah demikian diterima dan mapan.

Tradisi tidak berbahasa Arab di kalangan mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab sebenarnya sudah beberapa kali coba dirubah oleh pimpinan prodi BSA. Antara lain dengan aturan bahwa mahasiswa tidak akan dilayani kalau tidak berbahasa Arab. Alhamdulillah, hasilnya kantor prodi BSA sepi dari kunjungan mahasiswa. Mereka gentar. Buat mreka, masuk ke kantor Prodi BSA terasa seperti Nabi Musa ketika akan masuk ke istana Fir'aun untuk mengajaknya bertauhid.

Upaya serupa juga pernah dicoba oleh beberapa orang dosen. Mereka berkomitmen untuk menyampaikan kuliah dengan bahasa Arab. Tapi, mereka biasanya harus dan terpaksa berkompromi, karena tidak tega melihat tatapan kosong kebanyakan mahasiswa yang tidak paham.

Mahasiswa baru saya ingatkan dengan tantangan berat ini, agar sejak awal sadar bahwa misi mereka tidak mudah, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal adalah mengupdate kualitas bahasa Arab mereka sendiri. Tidak hanya memperkaya kosa kata sebanyak-banyaknya, tapi juga memastikan bahwa kosa kata tersebut bisa digunakan dan dipraktekkan secara aplikatif dan komunikatif.

Tantangan eksternalnya adalah lingkungan bahasa. Ketika berkomitmen untuk berbahasa Arab, mereka akan menghadapi resistensi lingkungan. Tidak hanya dari mahasiswa lama, tapi bahkan dari sesama mahasiswa baru. Mereka adalah mahasiswa yang dengan alasan yang mereka sendiri tidak tahu enggan berbahasa Arab.

Untuk itu mereka saya sarankan membentuk grup-grup kecil yang diikat oleh komitmen untuk berbahasa Arab dalam segala kesempatan. Prinsipnya, "Kalau gak bisa banyak, jangan sampai sedikitnya pun tidak." Grup-grup kecil ini akan selalu berbahasa Arab pada saat selain mereka tidak melakukannya.

Inipun bukan hal mudah. Tapi, ini harus dilakukan. Tradisi negatif harus dikritik dan dirubah. Kepada mereka saya tegaskan, ketika anda berbahasa Arab, anda memainkan peran ganda. Pertama, anda mengkritik lingkungan yang tidak mendukung studi bahasa Arab anda. Kedua, anda memberi contoh untuk siapapun yang ingin berubah. Terutama mereka yang sebenarnya ingin berubah, tapi menunggu seseorang memulainya.

Sebagai tambahan motivasi, mereka saya gugah bahwa berbeda karena kebaikan itu adalah "sesuatu banget". Ilustrasinya adalah hadits Rasulullah, bahwa salah satu amalan dahsyat yang mengantarkan ke syurga adalah bangun solat malam saat orang lain tidur. Kenapa amalan ini dahsyat? Karena dilakukan saat orang lain tidak melakukannya. Jadi, berbahasa Arab disaat orang lain tidak melakukannya, sekali lagi, adalah "sesuatu banget."

Khawatir terkena ayat, "Ata'muruunan naasa bil birri wa tansauna anfusakum", saya contohkan grup kecil saya bersama beberapa teman dosen. Melalui grup kecil kami ini, dalam segala kesempatan, kami tetap komitmen berbahasa Arab. Ini saya ceritakan agar mereka percaya bahwa strategi berbahasa Arab melalui grup kecil itu bisa dilakukan.

Tak lupa, untuk motivasi mereka, saya tambahkan bahwa berbicara bahasa Arab itu perintah Alquran. Ini tersirat dalam penggunaan kata "lisan arabi" dalam Alquran untuk merujuk bahasa Arab, dan bukan "lugha Arabiyyah". Penngunaan kata "lisan" yang bermakna lidah menyiratkan pesan bahwa bahasa Arab harus dilisankan atau dijadikan bahasa komunikasi.

Tidak hanya itu, berbicara bahasa Arab adalah juga sunnah Rasulullah. Mulai dari usia bicara sampai akhir hayatnya, belia SAW selalu berbahasa Arab. Artinya, siapa yang berbicara bahasa Arab akan mendapatkan pahala mengamalkan sunnah.

Semoga Allah menjadikan kita inisiator bagi sekecil apapun perubahan menuju kebaikan. Aamiin.

Oleh:Nasaruddin Idris Jauhar