Ustadz Faris Khoirul Anam : Kesalahan Baca dI Tengah Masyarakat yang Perlu Diingatkan

 
Ustadz Faris Khoirul Anam : Kesalahan Baca dI Tengah Masyarakat yang Perlu Diingatkan

PERTAMA
Jumu’ah (جُمُعَة) BUKAN Jum’ah (جُمْعَة)

Bahasa Indonesia hari keenam dalam sepekan memang “Jum’at”. Tapi Bahasa Arabnya - dalam ayat al Qur'an di mushaf kita dan dalam bahasa hadits - adalah “Jumu’ah” (dengan huruf mim yang didhammah). Beberapa kali terdengar Bilal membaca: “Idza Qulta Li Shahibika Yaumal Jum’ati Anshit…” dst. Seharusnya “Yaumal Jumu’ati”. Begitu pula bacaan ayat berikut ini:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ [الجمعة: 9]

Transliterasi ke latin adalah “Idza nuudiya lisshalati min Yaumil Jumu’ati”. Nah, masih sering kita mendengar Khatib membaca “min Yaumil Jum’ati”.

Orang Malaysia masih membahasakannya seperti Bahasa Arab, yaitu Jumu’ah. Yang enak itu orang Jawa: Jemua 

KEDUA
Wal Mala Shallau ‘Alaika (وَالمَلاَ صَلَّوْا عَلَيْكَ), BUKAN wal Mala Shallu ‘Alaika (وَالمَلاَ صَلُّوْا عَلَيْكَ)

Kalau ini ada pada bacaan ad-Daiba’i (Diba’). Shallau artinya ‘mereka bershalawat’, sedangkan Shallu artinya ‘Bershalalawatlah kalian’. Dalam teks Diba’ tersebut yang dimaksud adalah yang pertama. Arti lengkapnya: “… dan para Malaikat (mereka) bershalawat kepadamu.”

KETIGA 
Bi Barakatil Faatihah (بِبَرَكَةِ الفَاتِحَةِ), BUKAN Bil Barakatil Fatihah (بِالبَرَكَةِ الفَاتِحَةِ)

Biasanya kita dengar frasa ini pada saat Tahlilan. Kalimat tersebut berpola mudhaf mudhaf ilaihi. Gampangannya, isim atau kata benda pertama tidak ada lam ta’rifnya. Jadi yang betul Bi Barakatil Faatihah (Kata ‘Barakah’ tidak diberi Lam Ta’rif atau Alif Lam).

KEEMPAT
Hadait (هَدَيْتَ), BUKAN Haadait (هَادَيْتَ)

Salah satu kata dalam bacaan Qunut ini berasal dari kata Hada-Yahdi, dengan huruf ha’ pendek, tidak dipanjangkan. Jadi yang betul Hadait – dengan dengan huruf Ha’ yang tidak panjang. Sama seperti ketika kita membaca dalam mukaddimah pidato: Alhamdulillahilladzi Hadaana li Haadza… (Hadaana, dengan ha’ pendek).

KELIMA
Anna (أَنَّ), BUKAN Annaa (أَنَّا)

Muadzin saat membaca “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, seharusnya dengan Anna yang pendek harakat huruf Nunnya. Terkadang masih kita dengar muadzin memanjangkannya menjadi Annaa Muhammadan Rasulullah. “Anna” itu artinya “bahwasannya”. Sedang “Annaa” artinya “bahwasannya kami”. Artinya sudah berbeda.

KEENAM
Illallah (إِلاَّ اللهُ), BUKAN Ilallah (إِلَى الله)

Masih pada bacaan adzan, dan ini dampak kesalahannya lebih fatal. Kata “Illallah” pada “Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallah” seharusnya memakai tasydid (di atas huruf lam). Masih kita dengar beberapa muadzin membacanya dengan tanpa tasydid. “Illallah” artinya “Kecuali Allah”, sedang “ilallah” artinya “Menuju Allah”. Coba bila dipraktikkan pada bacaan tersebut “Tidak ada Tuhan Menuju Allah”. Fatal bukan?

KETUJUH
Waqinaa (وَقِنَا), BUKAN Waqiinaa (وَقِيْنَا)

Kata ini ada pada doa “Sapu Jagad”. Waqinaa kata kerjanya adalah amar atau perintah, maka huruf Ya’-nya harus dihilangkan (mahdzuf).

KEDELAPAN
Ya Allah Ya Qodim (يَا الله يَا قَدِيْمُ), BUKAN Ya Allah Ya Khodiim (يَا الله يَا خَدِيْمُ)

Pada bacaan istighatsah, salah satu nama Allah yang disebut adalah Qodiim (memakai huruf Qaf). Tidak ada Asmaul Husna berbunyi “Khodiim” (memakai huruf Kha’). Arti kedua kata ini sangat berbeda! Kesalahan lain yang masih sering kita dengar: “Ya Kaafii Ya Ghanni”. Seharusnya “Ya Kaafii Ya Ghani”.

KESEMBILAN
Attahiyyaatul (التَّحِيَّاتُ الْ...), BUKAN Attaahiyatul (التَّاحِيَاتُ الْ...)

Pada bacaan Tasyahhud, kata “Attahiyyaatul” yang betul adalah dengan memendekkan harakat huruf Ta’, tidak dengan memanjangkannya. Selain itu, pada bacaan Tasyahhud banyak terdapat tasydid. Kita harus memperhatikannya, karena tanda ini kedudukannya sama dengan satu huruf. Menghilangkan tasydid berarti menghilangkan satu huruf. Maknanya bisa berbeda