INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Mendidik anak menjadi generasi yang cerdas, sholeh, dan berakhlak mulia adalah impian setiap orang tua. Namun, usaha untuk membentuk generasi yang berkualitas tidak dimulai saat anak lahir atau ketika mereka mulai bersekolah, melainkan sejak seseorang menentukan pasangan hidup.
Para ulama Ahlussunnah wal Jama‘ah sepakat bahwa pahala amal dapat dihadiahkan untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.
“Jika seseorang yang kalian nilai baik agama dan budi pekertinya datang melamar salah seorang anggota keluarga kalian (anak atau kerabat kalian), maka nikahkanlah dia (terimalah lamarannya). Jika hal itu tidak kalian lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kehancuran yang banyak.” (HR. Tirmidzi)
Prof. Quraish Shihab menerangkan, bahwa jika kita menemukan pasangan suami istri yang tidak harmonis hubungan mereka, itu bukan berarti bahwa semua pasangan mengalami hal serupa. Sungguh masih banyak suami istri yang hidup bahagia.
Menyambung silaturrahim, bertegur sapa, dan bahkan menarik cerita dari sahabat orang tua kita yang telah wafat, akan membuat kita kembali mengenang kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan oleh orang tua selama hidupnya.
Dengan demikian, pengulangan tiga kali itu sekedar menunjukan keharusan mendahulukan ibu pada saat kondisi ibu serupa dengan kondisi ayah. Jadi, sekali lagi perlu ditegaskan bahwa menghormati kedua orang tua adalah mencakup keduanya, dan bukan dengan saling menegasikan.
Anak adalah titipan Allah yang harus dijaga, dibimbing, dan disayangi. Sebesar apa pun kesibukan orang tua, perhatian dan kasih sayang terhadap anak—terutama yang masih kecil—adalah kewajiban utama.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Gus Baha bahkan menyebut, “Kadang yang meragukan itu yang benar”. Sindiran ini dilontarkan sebagai kritik terhadap mereka para kyai atau ulama yang terkadang kedunyan, atau terbuai materi keduniawian.
Para guru sejati dalam pandangan para guru sejati dan bijak bestari hadir untuk membagi cahaya pengetahuan kemanusiaan, bukan menghancurkannya dan membodohi orang lain. Mereka hadir untuk kebahagiaan orang lain, bukan untuk kesenangan diri sendiri.