INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
KH. Abdul Wahid Zaini lahir pada hari Jum'at tanggal 17 Juli 1942 di Desa Galis, Pamekasan, Madura. Beliau merupakan putra kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan KH. Zaini Mun'im dan Nyai Hj. Nafi'ah.
Jodoh itu siapa yang tahu? Jodoh itu di tangan Tuhan. Tapi meski demikian, jodoh juga merupakan rezeki Allah SWT. Karenanya, perlu kiranya juga diusahakan untuk mendapatkannya.
“Jika seseorang yang kalian nilai baik agama dan budi pekertinya datang melamar salah seorang anggota keluarga kalian (anak atau kerabat kalian), maka nikahkanlah dia (terimalah lamarannya). Jika hal itu tidak kalian lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kehancuran yang banyak.” (HR. Tirmidzi)
KH. Ahmad Badawi ar-Rasyidi, yang lahir pada tahun 1887. Beliau adalah anak dari KH Abdurrasyid, seorang pedagang kaya dan seorang kiai di Kota Kaliwungu, Kendal.
Orang yang bersyukur adalah orang yang tahu ingin berterima kasih. Bukan sembarang atau menentang rezeki yang kita peroleh, tetapi renungkan sementara; yang memberi kita rezeki itu adalah Sang Maha Agung. Ini saja sudah pantas buat kita bersyukur karena sedikit atau banyak kita masih pantas dan diberi rezeki oleh Allah SWT. Alhamdulillah…
Rijal Mumazziq Z, ketua PCNU Surabaya menerangkan bahwa dalam buku Berangkat dari Pesantren karya KH. Saifuddin Zuhri dijelaskan bagaimana Jepang berusaha menguasai para kyai pesantren dengan menempatkan perwira intelijen Muslim untuk memantau ulama, terutama di Jawa.
Pengaruh yang paling besar terhadap pasifikasi Belanda yang sangat dikhawatirkan oleh ulama adalah kebijakan dengan membuka pintu pendidikan sekular untuk rakyat Aceh. Selanjutnya para ulama menyadari bahwa Belanda telah menjauhkan generasi muda Aceh dari pengaruh mereka.
Seiring berjalannya waktu, sebagian kaum Yahudi di Madinah mulai merasa iri dan risih oleh berkembangnya Islam dan meningkatnya pengaruh kaum Muslim. Rasa iri dan permusuhan muncul di antara sebagian mereka, terutama pada suku Yahudi Bani Nadhir.
Suatu hari, Gus Dur menemani ayahnya dalam perjalanan menuju Sukanegara untuk sowan kepada Ajengan Musa. Gus Dur mengenang saat-saat itu dengan penuh hormat dan kekaguman, terutama mengingat kedalaman ilmu dan kebijaksanaan yang dimiliki Ajengan Musa. Setelah mereka bersalaman, Ajengan Musa berbicara kepada KH. A. Wahid Hasyim dalam bahasa Sunda, mengisyaratkan suatu peringatan yang serius.
Dalam perspektif Islam, menolong korban kecelakaan hukumnya adalah fardhu kifayah bagi orang yang mampu melakukannya. Sedangkan jika tidak mampu melakukannya, maka ia harus segera meminta bantuan orang lain yang mampu melakukan pertolongan tersebut.