INFAK / SEDEKAH/ DONASI/ SUMBANGAN untuk LADUNI.ID
Seluruh dana yang terkumpul untuk operasional dan pengembangan portal dakwah Islam ini
Dalam kitab At-Tibr Al-Masbuk, Imam Al-Ghazali menukil sebuah nasihat bijak yang sarat dengan hikmah tentang bagaimana menjaga integritas diri agar termasuk ke dalam golongan orang-orang mulia.
Para kyai pesantren juga sering mengingatkan betapa istimewanya kedudukan ilmu. KH. Maimoen Zubair pernah dawuh, "Ora ono kemanfaatan zaman saiki kejobo wong iku iso ngaji." (Tiada sesuatu yang lebih bermanfaat di zaman ini kecuali jika ia bisa mengaji (paham ilmu agama).
Imam Al-Ghazali dan Ibn Rusyd itu beda generasi, tetapi kritikan Al-Ghazali terhadap filsafat dibantah oleh Ibn Rusyd. Buku dibantah buku. Namun yang menarik, karya monumental Al-Ghazali dalam bidang ushul fiqih, yaitu kitab Al-Mustasyfa, ternyata dibuat ringkasannya oleh Ibn Rusyd.
Salah satu persoalan yang sering menjadi bahan diskusi adalah bagaimana seorang istri harus mendahulukan suami dibandingkan orang tuanya, sementara kewajiban seorang suami justru mendahulukan ibunya di atas kepentingan lainnya.
Sebelum kehadiran Islam, perempuan di kalangan masyarakat Arab Jahiliyyah sangat dipandang rendah. Mereka dianggap seperti sebuah barang. Mereka tidak mendapat jatah harta warisan dan tidak memiliki hak untuk mewariskan harta.
Sudah tepat jika anak-anak bandel itu harus mendapatkan teguran atas kesalahan yang telah mereka lakukan. Namun kita tidak bisa sembarangan dalam menegur atau menghukum mereka. Seyogyanya kita harus menegur sesuai dengan tuntunan agama.
Praktik beragama yang mantap dan tidak mudah goyah itu jika didasari oleh ilmu agama yang benar, diperoleh dari sumber yang bisa diperoleh, bukan didasari oleh dugaan dan dorongan hawa nafsu belaka.
“Dan sesungguhnya barang siapa bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS. Asy-Syura: 43)
Pada dasarnya, mencari pengakuan dan pengikut sebagai ukuran diterimanya eksistensi, adalah berarti telah melakukan pemaksaan atas kedangkalan ilmunya dari luasnya ilmu Allah SWT.
“Imam Mujahid berkata, orang yang malu tidak akan (bisa) mendapatkan ilmu, demikian juga orang sombong.” (HR. Imam Bukhari, disebutkan secara mu’allaq dalam Bab Al-Haya’ fil 'Ilmi)