Hikam Zain: Nabi Tersesat?

 
Hikam Zain: Nabi Tersesat?

Hal yang lagi viral saat ini, karena ada salah satu penceramah yang mengatakan Nabi Muhammad adalah orang yang sesat kemudian baru setelah itu mendapatkan hidayah. Dengan berargumen pada ayat ke 7 Surat Ad Duha.
ووجك ضالا فهدى
Ustadz tersebut memaknai  " dan dahulunya kamu tersesat kemudian Allah beri petunjuk."

Kata ” ضَالًّا ” di situ oleh sebagian orang diartikan sesat karena berasal dari kata ضل – يضل – ضلالة yang maknanya adalah sesat.
Tapi, apakah benar Rasulullah pernah sesat dan apakah benar makna ضَالًّا dan juga ضلال di dalam Al-Qur’an maknanya adalah sesat ?

Di dalam Al-Qur’an, kata ضلال digunakan di banyak tempat dan juga dalam banyak makna. Dalam konteks keimanan, kata ضلال maknanya benar “sesat”. Tapi, dalam konteks yang lain makna ضلال adalah keliru. Ini misalnya dapat dibaca pada kisah Nabi Ya’qub yang disebut oleh saudara-saudara Nabi Yusuf dengan sebutan ضلال:
‎إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰ أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
[Surat Yusuf 8]
Ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.

Di dalam kamus Arab kata ضلال maknanya adalah:
الغياب tidak diketahui
الهلاك kehancuran

Lalu bagaimana sesorang berani memaknai Nabi Muhammad sebagai orang sesat sedangkan para Nabi adalah Maksum ( terjaga dari perbuatan dosa) apalagi Nabi besar Muhammad saw.

Para Mufassirin yang ahli dalam bidangnya memberikan komentar tentang ayat;
ووجدك ضالا فهدى
Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan:

‎وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ [إِنَّ] الْمُرَادَ بِهَذَا أَنَّهُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضَلَّ فِي شِعَابِ مَكَّةَ وَهُوَ صَغِيرٌ، ثُمَّ رَجَعَ. وَقِيلَ: إِنَّهُ ضَلَّ وَهُوَ مَعَ عَمِّهِ فِي طَرِيقِ الشَّامِ، وَكَانَ رَاكِبًا نَاقَةً فِي اللَّيْلِ، فَجَاءَ إِبْلِيسُ يَعْدِلُ بِهَا عَنِ الطَّرِيقِ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ، فَنَفَخَ إِبْلِيسَ نَفْخَةً ذَهَبَ مِنْهَا إِلَى الْحَبَشَةِ، ثُمَّ عَدَلَ بالراحلة إلى الطريق. حكاهما البغوي

“Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw. pernah tersesat di lereng-lereng pegunungan Mekah saat ia masih kecil, kemudian ia dapat pulang kembali ke rumahnya. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ia pernah tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam. Saat itu Nabi Saw. mengendarai unta di malam yang gelap, lalu datanglah iblis yang menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yang langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah. Kemudian Jibril meluruskan kembali kendaraan Nabi Saw. ke jalur yang dituju. Kedua kisah ini diriwayatkan dari al-Bahgawi.”

Imam As sudi:
‎ووجد قومك في ضلال فهداك إلى إرشادهم، وهذا معنى قول السدي
Kamu telah menemui kaummu dalam keadaan tersesat dan kemudian Allah memberikan petunjuk melalui dirimu.

Dalam Tafser As Showi Adapula yang memaknai
ووجدك طالباً القبلة فهداك إليها، ويكون الضلال بمعنى الطلب، لأن الضال طالب.
Dholal dengan menggunkan makna Tholab ( meminta) meminta arah kiblat  dan kemudian Allah mengabulkan.

Ada pula yang memaknai Nabi Muhammad lupa ketika ditanya  tentang Ashabul Kahfi Dzil Qornain dan Ruh dan kemudian Allah mengingatkannya.

Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsernya menampilkan sekitar dua puluh macam penjelasan para ulama tentang maksud “sesat” dalam Qs. Al-Dhuha: 7. Salah satu penjelasannya mengatakan bahwa maksud kesesatan adalah salah jalan yang pernah dialami Nabi Muhammad saat kecil sehingga beliau pernah terpisah dari ibu susuannya, Halimah Al-Sa’diyyah.
Diriwayatkan bahwa Halimah Al-Sa’diyyah berencana mengembalikan Nabi Muhammad kecil kepada keluarganya di kota Mekah. Dalam perjalanan, Halimah Al-Sa’diyyah kehilangangan Muhammad saw. Lalu, Halimah memasuki kuil tempat pemujaan berhala Hubal. Halimah mengadukan anak susuannya yang hilang. Tiba-tiba berhala-berhala yang terdapat dalam kuil berjatuhan. Halimah mendengar suara yang mengatakan, “Kehancuran kami akan terjadi di tangan anak kecil ini.”

Dan masih banyak lagi penafsirannya, dan tidak ada satupun yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw tersesat dari perkara yang haq.

Dan baru-baru ini telah beredar permohonan maaf atas perkataan yang tanpa berlandaskan ilmu tersebut. Semoga Allah swt memberikan hidayah.
Dari sinilah kita mengetahui betapa pentingnya belajar ilmu agama lewat pondok pesantren.

Ayo Mondok Pesantrenku kereen.

Salam Takdzim
Zainuddin Bad
Pondok Pesantren annur2.net Bululawang Malang