Menggali Makna Cinta Tanah Air Nabi Ibrahim AS dalam Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an

 
Menggali Makna Cinta Tanah Air Nabi Ibrahim AS dalam Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tidak sedikit orang yang masih mempertentangkan antara nasionalisme dan Islam. Banyak kalangan menganggap bahwa nasionalisme bertentangan dengan Islam. Padahal, jika mau menggali lebih dalam tentang ajaran Islam, nasionalisme tidak bertentangan dengan Islam. Sumber Al-Quran membuktikannya dengan menunjukkan makna betapa sangat besarnya sikap nasionalisme Nabi Ibrahim AS. 

Sikap mencintai negeri dan bangsa ada dalam setiap individu seseorang dan tidak dapat dibantah siapapun. Setiap insan memiliki rasa mengagumi negerinya sendiri dan bercita-cita agar negerinya dapat bersaing dengan negeri-negeri lainnya. Sikap demikian itu, menurut Sejarawan Barat, Hans Kohn, adalah sikap yang disebuh nasionalisme. Nasionalisme merupakan suatu sikap atau faham yang mengajarkan untuk mencintai tanah air dan bangsanya sendiri.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada sebagian orang yang menentang faham nasionalisme. Faham ini masih ada yang meragukan untuk diaplikasikan oleh orang Muslim dengan berbagai argumentasinya. Seperti misalnya nasionalisme tidak boleh diyakini dan dipraktikan oleh orang Islam sebab dianggap hanya berasal dari Barat, identik dengan produk kafir, atau argumentasi lainnya, dengan alasan karena nasionalisme akan memecah belah persatuan umat Islam, sebab dianggap bahwa umat Muslim akan terkotak-kotak dalam konsep negara-bangsa (nation state).

Kenyataan di atas dianggap berbeda dengan Islam yang mengajarkan persatuan seluruh umat tanpa dibatasi dengan wilayah-wilayah tertentu (ummatan wahidah). Tapi, nanti dulu, apakah dapat dibenarkan pemahaman itu? Benarkah Islam bertentangan dengan nasionalisme? Bagaimana sesungguhnya Al-Quran dalam memandang konsep itu? 

Mari kita menggali makna Surat Al-Baqarah ayat 126. Allah SWT berfirman:

وَ إِذْ قالَ إِبْراهيمُ‏ رَبِّ اجْعَلْ هذا بَلَداً آمِناً وَ ارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَراتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ قالَ وَ مَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَليلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلى‏ عَذابِ النَّارِ وَ بِئْسَ الْمَصير

“Dan( ingatlah ), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman:” Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Dari ayat ini kita mendapatkan makna yang tersirat, bahwa hal itu merupakan proyeksi kecintaan Nabi Ibrahim AS terhadap negerinya. Dalam tafsir Departemen Agama disebutkan, tanda cinta Ibrahim AS dicurahkannya dalam doanya dengan penuh harapan, agar negeri Makkah menjadi negeri yang aman dari bencana dan dari pertumpahan darah sebagaimana dulu yang telah menimpa kaum-kaum sebelumnya. Selain itu, Nabi Ibrahim berdoa agar penduduk Makkah diberikan kesejahteraan berupa buah-buahan, baik untuk orang-orang yang beriman atau bahkan untuk orang kafir sekalipun. Bukankah ini adalah gambaran tentang mencintai tanah air dan bangsanya?

Al-Alusi dalam Tafsir Ruhul Ma’ani juga menegaskan bahwa ayat di atas merupakan sikap cinta yang ditunjukan Nabi Ibrahim AS kepada negeri Makkah. Beliau sangat berharap agar negeri tersebut menjadi negeri terbaik bagi penduduk-penduduknya. Masih nenurut Al-Alusi, disebutkan bahwa Nabi Ibrahim berdoa untuk negerinya dalam dua hal, dalam hal keamanan negeri dan dalam kesejahteraan ekonominya.

Selain ayat di atas, kita masih bisa menemukan makna tersirat tentang cinta tanah air dan bangsanya sebagaimana konsep nasionalisme, di dalam Surat Ibrahim ayat 35:

وَإِذْ قالَ إِبْراهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنامَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”

Al-Buruswi dalam kitab tafsirnya, Ruhul Bayan, mengatakan bahwa konteks ayat ini adalah ketika Nabi Ibrahim AS selesai merenovasi Kakbah dengan anaknya, yakni Nabi Ismail AS.

Menurut Al-Buruswi, ayat ini merupakan bentuk munajat Nabi Ibrahim kepada Allah agar negerinya menjadi negeri yang aman, yaitu dijauhkan dari pertumpahan darah, penyakit lepra dan penyakit kusta. Selain itu, beliau juga memohon agar Allah menjauhkan penduduk negerinya dari menyembah berhala-berhala sebagaimana generasi-generasi yang sebelum generasinya.

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Quraish Shihab, yang menyatakan bahwa ayat ini merupakan doa yang dipanjatkan oleh Nabiyullah Ibrahim AS untuk keamanan negeri Makkah. Menurut beliau, keamanan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut bukanlah keamanan takwini atau keamanan yang selamanya akan eksis tanpa campur tangan manusia, akan tetapi keamanan syar’i atau keamanan yang dapat diraih dengan usaha dan campur tangan manusia yang ada di dalam Makkah atau yang memasukinya.

Menurut pakar Tafsir Indonesia itu, maksud doa Nabi Ibrahim AS adalah agar keturunanya dijauhkan dari menyembah berhala, agar mereka selalu diluruskan dalam fitrah sucinya, yaitu agar ketauhidan pada diri mereka tetap terpelihara dan kokoh.

Refleksi Atas Penafsiran

Ada banyak pelajaran yang  bisa kita petik dalam kisah Ibrahim AS yang telah dijelaskan dalam dua ayat suci Al-Quran di atas.

Pertama, secara tersirat, sikap nasionalisme atau cinta tanah air, pada dasarnya telah tertanam dalam diri Nabi Ibrahmi AS yang berusaha dengan doa agar negerinya diberikan keamanan, kesejahteraan, bahkan keimanan agar tidak menyembah berhala. Kenyataan ini memberi kesimpulan selanjutnya bahwa Al-Qur’an mengonfirmasi tentang nasionalisme sudah sejak lama, yaitu sejak zaman Nabi Ibrahim.

Kedua, Islam menghendaki sikap nasionalisme jika memang tindakan-tindakan dalam proses menjunjung nasionalisme tersebut demi kepentingan umat, tidak untuk memecah belah antar umat Muslim. Nasionalisme dalam Al-Quran sebagaiman dipraktikan oleh Ibrahim AS ialah nasionalisme kemaslahatan semua manusia, tanpa memandang perbedaan agama.

Ketiga, Nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Sumber Al-Quran membuktikannya dengan menunjukkan betapa besarnya sikap nasionalisme Nabi Ibrahim AS. Memang secara historis umum, kemunculan konsep nasionalisme berasal dari Barat. Akan tetapi sesungguhnya Al-Quran telah lama sudah memberikan perhatian terhadap nilai-nilai yang masuk dalam konsep nasionalisme itu. Kalaupun ada argumentasi nasionalisme dari Barat, Islam pun tetap boleh menggunakannya selagi esensinya memang baik untuk umat secara umum. Wallahu A’lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 02 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Lufaefi

Editor: Hakim