Tsunami Akhlakul Karimah di Zaman Now

 
Tsunami Akhlakul Karimah di Zaman Now

LADUNI.ID, HIKMAH- Salah satu kewajiban anak yakni membalas kebaikan kedua orang tuanya dengan cara berbakti kepada mereka. Secara esensinya seorang anak tidak akan mampu membalas kebaikan kedua orang tuanya meskipun dia bersungguh-sungguh berbuat baik kepada mereka. Pernyataan tersebut dikatakan oleh Rasulullah dalam sebuah hadist:,

“Seorang anak tidak akan dapat membalas jasa kedua orang tuanya, kecuali ia dapati (orang tua) nya sebagai seorang hamba sahaya, lalu dia membelinya kemudian memerdekakannya.” (HR. Muslim: 20, kitab Al-‘Itqu, hal. 25-26) ). “Birrul Walidain” (berbakti kepada orang tua) merupakan amal shalih yang sangat mulia dan agung, bahkan terlebih utama dibandingkan jihad fisabilillah.

Diceritakan dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam, Pekerjaan apakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab, “Mendirikan shalat tepat pada waktunya.” ‘Kemudian apa?’ Tanyaku. Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Rabitah kita kepada orang tua dengan mengingat kembali dengan hati nurani yang dalam pengorbanan, perjungan mereka sehingga kita hari ini kita bisa mencicipi dan merasakan berbagai kenikmatan dan karunia yang dibanugerahi oleh Allah didunia, baik sebagai presiden, gubernur, pengusaha, dosen, doctor, professor, ulama, guru dan berbagai titel sosial dan finansial lainnya yang telah kita raih merupakan karena jasa orangtua.

Namun sangat kita sayangkan sebagian saudara kita yang masih melupakan jasa mereka, terkadang tidak sedikit yang menghardik dan melukai hatinya. Malah sebagaian saudara kita masih ada menitipkan orang tuanya yang telah lanjut usia di panti jompo, layakkah demikian? Seharusnya sebagai seorang anak berkewajiban mencoba untuk membalas jasanya sebagai mana dia dulunya di asuh oleh orang tua.

Ketika rabitah itu telah pupus dan hilang dari lubuk hati sanubari, naluri untuk berbakti pun akan hilang ditelan oleh “ombak” dan “badai” hawa nafsu dan tipuan dunia di tengah gelombang “tsunami” iman dan akhlakul karimah di era globalisasi ini. Sudahkah kita merealisikannya untuk menggapi kunci sa’adah ad-daraini (kebahagian dunia-akhirat) dengan berbakti kepada orang tua? Tentu saja jawabannya ada dalam hati individu masing-masing. Konkritnya hati itu pasti tidak akan mendustai pemiliknya, seperti diungkapan dalam sebuah syair: “al-qulubi la tukazzibu sahibihi” ( Hati tidak pernah mendustai sang pemiliknya)…

Wallahul Muwafiq Ila’aawamith Thariq,

Wallahu ‘Allam Bishawab

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Staf pengajar Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga