Mengapa Kredit Korban Bencana Patut Dihapus? Berikut Ini Tinjauan Fiqih dan Kemaslahatannya
Laduni.ID, Jakarta - Setiap Muslim tentu berharap aktivitas ekonominya tidak hanya sah di mata hukum positif, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai yang digariskan syariat. Karena itu, prinsip-prinsip ekonomi Islam hadir bukan untuk membatasi ruang gerak, melainkan untuk memberi arah agar kegiatan muamalah membawa maslahat bagi banyak pihak.
Dari sejumlah prinsip dasar, bahwa muamalah pada hakikatnya mubah, harus menghindarkan mudharat, dilakukan tanpa paksaan, dan dijalankan dengan menjunjung keadilan, maka ada satu nilai yang menjadi ruh dari semuanya, yaitu prinsip “kemaslahatan bersama”. Inilah fondasi etis mengapa praktik ekonomi tak boleh menindas, menumpuk keuntungan di satu pihak, atau memanfaatkan kesempitan orang lain. Syariat sejak awal memandang ketimpangan sebagai cacat moral dan cacat sosial sekaligus.
Dalam diskursus kita tentang persaingan pasar, monopoli, dan ihtikar, larangan-larangan itu sesungguhnya lahir dari satu pertimbangan penting, yaitu menjaga agar kemaslahatan tidak tercerabut. Syariat ingin memastikan tidak ada pihak yang dirugikan, kesulitan dapat diminimalkan, dan perubahan dilakukan secara bertahap. Atas dasar ini pula jual beli secara kredit dibolehkan meski harganya lebih tinggi daripada pembayaran tunai. Selama pembeli diberi hak khiyar (memilih) sebelum berpisah majelis, maka transaksi dianggap adil bagi kedua belah pihak.
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Masuk dengan GoogleDan dapatkan fitur-fitur menarik lainnya.
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp50.999
Rp350.900
Rp244.000
Rp143.100
Memuat Komentar ...