Dukungan Pemerintah Jadi Pendorong Munculnya Pengusaha Industri Kreatif 

 
Dukungan Pemerintah Jadi Pendorong Munculnya Pengusaha Industri Kreatif 

LADUNI.ID,YOGYAKARTA - Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Fisipol UGM ini mengadakan seminar nasional yang bertajuk Pengembangan Industri Kreatif Sebagai Fonadi Pembnagunan Nasional, Jumat (16/11) di Fisipol UGM. 

Seminar ini menghadirkan beberapa pembiacra di antranya Ketua Yayasan Kreatif Bangsa Lui Saruadji, Co-founder usaha Chicken Crush Stevanus roy Saputra, Co-founder startup Bantu Ternak Ray Rezky dan CEO Alvin Photography Alvin Fauzie.

Lui Saruadji, mengatakan dukungan pemerintah kepada industri kreatof melalui badan Ekonomi Kreatif menurutnya bisa menjadi pendoroang bagi anak muda untuk terjun menekuni bidang usaha industri kreatif. Sebab, kata Lui Saruadji, tulangga punggung perekonomian Indonesia di masa depan bergatung pada sektor ini. “Sumber daya alam kita sudah semakin terbatas, industri kreatif akan menjadi tulang punggung Indonesia di masa mendatang,” katanya..

Untuk terjun ke industri kreatif menurut Lui memang tidak mudah. Namun hal itu harus dimulai dari motivasi seseorang untuk menjadi wirausaha. “Sebelum menjadi pelaku kreatif, kita harus memiliki motivasi yang kuat, dari ide harus jelas dan mau dikerjakan serta memiliki nilai tambah,” katanya sebagaimana dilansir laman resmi UGM

Ia menuturkan berpikir kreatif sangat melelahkan, namun bagi mereka yang mau berpikir kreatif dan mau melaksanakan ide kreatif tersebut nantinya semua kesulitan akan mudah diatasi. “Kreatif itu capek dan kita harus berpikir mendalam,” katanya.

Sementara itu Stevanus Roy Saputra selaku Co-founder Chicken Crush, menceritakan awal mula ia memulai usaha kuliner. Menurutnya dia memulai usahanya sejak pertengahan tahun lalu. Hingga sekarang ini sudah ada 15 outlet di berabagai kota di Indoensia. Menurutnya pendirian bisnis ayam goreng ini berangkat dari pengalamannya melihat usaha ayam geprek yang menjamur di Yogyakarta. 

“Kita ingin membuat kuliner yang yang segmentasinya anak muda, dari tempat, menu hingga kondisi daging ayamnya yang selalu segar,” katanya.

Roy mengaku dalam pengelola usaha kuliner ini, mereka membuat sistem pelayanan yang cukup sederhana bahkan daftar menunya pun dibuat sederhana namun berbeda dengan menu usaha ayam goreng lainnya. “Kita buat inovasi menunya hingga hargnyaun murah sampai ada menu Rp 4000 rupiah per porsi,” kata Roy yang masih berusia 24 tahun ini.

Sementara Ray Rezky selaku co- founder bantu ternak mengatakan usaha startup di bidang peternakan tersebut dirintis sejak ia masih duduk di bangku kuliah. Ia mengikuti binaan program Innovative Academy UGM awal 2016 hingga akhirnya bisa melahirkan usaha startup membantu peternak sapi potong di pedesaan agar bisa menjual ternak sapinya langsung ke konsumen tanpa melalui banyak perantara.

Meski mengaku usaha tersebut belum menjanjikan dari sisi bisnis namun startup ini terus berbenah untuk berkembang. Bahkan mereka memiliki ide untuk mengajak banyak orang untuk membantu peternak dengan menjadi investor dalam usaha penggemukan sapi milik peternak di pedesaan. “Satu sapi bisa dimiliki sepuluh orang, termasuk nantinya kita menyediakan paket pakan, obat dan asurangsi untuk sapinya. Empat bulan dipelihara, dijual, ada selisihnya untuk bagi hasil,” katanya