Belajar dari Venezuela Negara Kaya, Hancur Karena Manjakan Masyarakat dengan Subsidi

 
Belajar dari Venezuela Negara Kaya, Hancur Karena Manjakan Masyarakat dengan Subsidi

LADUNI.ID, Venezuela -  Dahulu Venezuela terkenal sebagai negara yang sangat kaya raya yang penghasilannya 95 persen berasal dari hasil ekspor minyak bumi. Bahkan Venezuela dulu diakui sebagai negara terkaya di Amerika latin, jauh mengalahkan negara tetangganya seperti Brasil, Argentina, Kostarika, dsb.

Tetapi sekarang negara tersebut sudah bangkrut dan diambang kehancuran bahkan diperkirakan tidak akan dapat bangkit lagi. Mungkin tak lama lagi negara tersebut hanya tinggal puing-puing berserakan.

Ada beberapa faktor yang membuat Venezuela menjadi negara bangkrut diambang kehancuran yang pertama karena negara Venezuela terlalu bergantung pada hasil penjualan minyak bumi. Cadangan minyak mereka yang sangat besar membuat mereka lalai dan tidak memikirkan pendapatan negara dari sektor lain akibatnya, adalah pendapatan mereka murni hanya dari penjualan minyak saja.
Ketika harga minyak bumi sedang tinggi penghasilan mereka juga sangat tinggi. Tetapi sebaliknya ketika harga minyak bumi jatuh, penghasilan mereka pun ikut jatuh hingga titik terendah.

Faktor kedua yang mengakibatkan Venezuela bangkrut adalah karena kebaikan pemerintahnya dalam mengucurkan subsidi kepada masyarakat yang sifatnya konsumtif, bukan produktif. Semuanya dimulai sejak Hugo Chavez berkuasa dari tahun 1999 hingga meninggal pada tahun 2013.
Hugo Chavez membuat kebijakan penyetaraan ekonomi rakyat, di mana sebagian besar keuntungan negara dari penjualan minyak dialokasikan untuk program sosial gratis bagi rakyat, termasuk subsidi dan usaha-usaha mengentaskan kemiskinan.

Dan atas kebijakan tersebut Chavez pun dijuluki sebagai pahlawan bagi orang miskin padahal sebaliknya dia adalah pembunuh berdarah dingin.

Venezuela yang pernah diakui sebagai negara terkaya di Amerika latin kini hampir semua masyarakatnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari akibat keadaan ekonomi yang kacau dan inflasi yang tidak terkendali.

Harga kebutuhan sehari-hari di Venezuela meroket tajam hingga 1000 persen. Misalnya harga 1 ekor ayam dapat mencapai 15 miliar Bolivar, 1 kg tomat dapat mencapai 5 juta Bolivar, 1 gelas kopi hingga 2,5 juta Bolivar, harga sabun melesat hingga 3,5 juta Bolivar. Bahkan nilai tukar Bolivar terhadap Rupiah mencapai titik terendah pada angka 1 Bolivar = Rp 0,059

Ini sungguh merupakan suatu keadaan yang sangat kacau dan tidak terpikirkan sebelumnya. Belum lagi prediksi yang mengatakan Venezuela akan mengalami hiperinflasi yang lebih buruk lagi hingga 1 juta persen pada tahun 2018 ini.
Jika hal tersebut sampai terjadi bayangkan bagaimana hebatnya penderitaan di bekas negara terkaya tersebut.

Karena kebaikan berupa subsidi oleh pemerintah kepada rakyatnya akibatnya rakyat sangat tergantung dengan subsidi yang diberikan, seharusnya Hugo Chavez tidak boleh terlalu memanjakan rakyat dengan subsidi yang kelihatan menyenangkan padahal mematikan dan merupakan pembodohan.

Tanpa disadari, subsidi yang diberikan Chavez telah berubah menjadi obat penenang yang berisi racun pembunuh secara pelan-pelan tapi pasti. Chavez yang dianggap pahlawan itu pun sejatinya hanyalah monster pembunuh yang sangat menakutkan.

Seharusnya, Chavez menggunakan keuntungan negara dari penjualan minyak sebagai cadangan devisa dan sebagian lagi digunakan untuk hal-hal produktif untuk rakyat miskin, seperti pembukaan lahan pertanian atau membuka industri yang dapat memberdayakan masyarakat. Intinya, agar negara tidak bergantung hanya pada hasil penjualan minyak dan kebutuhan negara juga tidak bergantung pada barang impor 

Bagaimana dengan Indonesia? Masyarakat Indonesia pada umumnya terkenal memiliki mental ingin disubsidi dalam segala hal mulai dari bahan bakar minyak, listrik, dan semuanya bila perlu.

Negara kita Indonesia perlu belajar dari kegagalan Venezuela. Bukan bagaimana supaya negara kita bangkrut seperti mereka lalu bubar seperti yang dikatakan oleh salah seorang penulis novel fiksi, tetapi bagaimana supaya negara kita selamat dan tidak mengalami nasib yang sama seperti mereka.

Bahkan orang kaya pun sangat ingin bahan bakar mobilnya diisi dari hasil subsidi. Bila perlu lagi, ditambah Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Untungnya tidak dilakukan, kalau tidak semuanya akan berebut untuk mendapatkannya, mulai dari orang-orang yang benar-benar miskin hingga yang hanya mengaku-ngaku miskin atau orang yang pura-pura miskin. Tujuannya, hanya untuk mendapatkan uang 300 ribu rupiah untuk 3 bulan. Luar biasa bukan?

Pemerintah harus bijaksana dan tidak boleh seperti Chavez. Pemerintah harus mencabut subsidi secara perlahan untuk segala bidang dan dana subsidi tersebut harus digunakan untuk hal-hal yang produktif. Misalkan, membuka lapangan kerja, membuka lahan pertanian, memodali dan memberikan penyuluhan kepada petani untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Intinya negara kita tidak boleh memiliki mental subsidi dan bergantung pada barang impor. Apa-apa diimpor mulai dari jagung, kedelai hingga sapi.

Hal tersebut tidak boleh terjadi. Kita mempunyai lahan yang sangat luas dan penduduk dalam jumlah yang besar dan masih banyak diantara mereka yang menganggur.

Waktunya pemerintah bangkit, membaca peluang usaha dan mewujudkannya menjadi lapangan pekerjaan, di setiap daerah di Indonesia untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan bila perlu sisanya untuk diekspor ke negara lain