Shalawat Adalah Cinta dan Penghormatan

 
Shalawat Adalah Cinta dan Penghormatan
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: Laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Tradisi bershalawat adalah tradisi kaum muslimin sedunia. Di Nusantara, selepas azan yang kerap dibaca adalah shalawat, diantaranya seperti  shalawat nariyah, dan shalawat asyghil.

Mengucapkan shalawat (jamak dari as-shalat) merupakan lambang dari cinta kasih kita sebagai umat muslim kepada Nabi Muhammad SAW. Dan di hari akhir nanti beliau insyaallah akan memberikan syafa’at pertolongannya kepada kaum muslimin yang mengistikamahkan membaca shalawat. Aamiin.

As-Shalat menurut bahasa artinya adalah doa, istighfar, rahmat, pemuliaan, dan pujian. Shalat maktubah dinamai shalat karena di dalamnya terkandung doa dan istighfar. (as Shabuni, Rawa’iyul Bayan, Juz II, hal. 357). Shalawat kepada Nabi jika dari Allah, artinya adalah rahmat ta’dhim (rahmat yang disertai pengagungan kepada makhluk yang dikasihinya), atau pemuliaan dan pujian Allah kepada Nabi-Nya, dan bila dari selain Allah, yang dimaksud adalah mendoakan, atau memintakan ampun kepada Allah. Membaca shalawat kepada Nabi artinya memohon kepada Allah agar memberikan kesejahteraan kepada hamba pilihan-Nya itu.

Syaikh Yusuf an-Nabhany mengutip ar-Raghib mengatakan bahwa as-shalat menurut bahasa adalah doa, pemberkahan dan pemuliaan. Jika dari Allah maknanya adalah tazkiyyah (pembersihan), jika dari dari malaikat adalah istighfar dan jika berasal dari manusia maknanya adalah doa (an-Nabhany, Sa’adatud Daraini, hal. 371). Dengan demikian membaca shalawat adalah bagian dari tahiyyah (penghormatan). Ketika kita diperintah Allah membaca shalawat yang maksudnya adalah mendoakan dengan rahmat kepada Nabi Muhammad, maka Nabi juga sebagaimana perintah Allah kepada beliau juga akan mendoakan dengan rahmat kepada umat yang bershalawat kepada beliau, sebagaimana ketetapan dalam QS. An-Nisa’ ayat 86:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“…Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu…”.

Doa dengan rahmat dari Nabi Muhammad ini disebut juga syafa’at.Tentang hal ini, seluruh ulama telah sepakat bahwa doa Nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Jadi Allah akan menerima syafa’at Nabi atas semua umat yang bershalawat pada beliau. 

Sementara makna at-Taslim menurut bahasa adalah do’a untuk keselamatan dari segala bencana, kekurangan dan penyakit. Menurut Ibn Sa’ib artinya adalah kepatuhan tanpa menyelisihi (as-Shabuny, Sharihul Bayan, Juz II, hal. 364).

Kedudukan dan Keutamaan Shalawat, membaca shalawat merupakan perbuatan terpuji yang merupakan perintah Allah. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab 56: 

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا (٥٦)

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Perintah ini adalah kewajiban. Para ulama hampir sepakat bahwa membaca shalawat salam merupakan kewajiban sekali seumur hidup. Imam al Qurthuby bahkan menyatakan kewajiban itu sebagai ijma’ ulama. (Sharihul Bayan, hal. 366).

Jumhur ulama menyatakan bahwa bershalawat adalah sebentuk ibadah dan qurbah, seperti halnya dzikir, tasbih dan tahmid, dan merupakan kewajiban sekali seumur hidup, serta kesunnahan di setiap saat dan seyogyanya memperbanyaknya.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalawat itu merupakan syiar yang diperuntukkan kepada para Nabi dan Rasul, maka tidak boleh bershalawat secara khusus kepada selain Nabi dan Rasul. Abus Su’ud menambahkan, bahwa bershalawat kepada selain Nabi adalah boleh jika sebelumnya didahului shalawat pada nabi. Misalnya dikatakan, Allahumma shalli ala Muhammad wa Alihi . Jika bershalawat secara istiqlal (secara mandiri) kepada selain nabi adalah makruh. Namun Syekh as-Sakhawy dalam al-Qaul al-Badi’ fi as Shalat ‘ala al Habib as Syafi’ mengutip Abul Yumni bin ‘Asakir dengan menyandarkan kepada Imam al Bukhari menyatakan bahwa membaca shalawat kepada selain Nabi adalah boleh secara mutlak.


 

Penulis: Yusuf Suharto (ASWAJA NU Center Jawa Timur)
Editor: Athallah Hareldi