Seribu Pengasuh Pesantren Menuntut Keadilan Pajak dan Menolak Kampanye Pemilu di Pesantren

 
Seribu Pengasuh Pesantren Menuntut Keadilan Pajak dan Menolak Kampanye Pemilu di Pesantren
Sumber Gambar: Dokumentasi Istimewa, Iluatrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Seribu pengasuh pesantren Indonesia berkumpul di Pesantren Al Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat. Kehadiran pengasuh pesantren ini bertujuan membahas isu-isu penting terkait penguatan kemandirian pesantren untuk stabilitas nasional dalam Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren, dengan tema “Fiqih Siyasah: Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional”, di Pesantren Al Muhajirin Purwakarta yang diselengarakan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).

Direktur P3M, Sarmidi Husna menyampaikan, halaqah acara yang berlangsung pada 22-24 September 2023 ini membahas sejumlah isu penting yang mencakup kemandirian pesantren, transformasi digital di pesantren, inkubasi bisnis pesantren, keadilan pajak bagi pesantren, serta masalah kebangsaan seperti etika politik kyai, pencegahan kekerasan berbasis agama, netralitas penyelenggara dan aparat dalam pemilu, stabilitas nasional, dan pengembangan wawasan kebangsaan melalui kurikulum pesantren.

“Halaqah ini kita menghadirkan 1000 pengasuh pesantren di Indonesia untuk membahas isu-isu aktual dan membangun silaturahim antar pengasuh pesantren. Halaqah nasional ini juga memberikan kesempatan bagi pesantren-pesantren di seluruh Indonesia untuk berbagi pengalaman, mengeksplorasi inovasi baru, dan membangun jaringan yang kuat demi masa depan yang lebih baik.” Ucapnya.

Pada kesempatan ini, Sarmidi Husna menggarisbawahi 3 isu penting, yang perlu dibahas dan perlu dicarikan rumusan solusinya. Pertama, terkait pajak di pesantren. Sarmidi menyampaikan karena pesantren selama ini memiliki kontribusi besar terhadap negara dalam mencerdaskan anak bangsa. Alih-alih mendapatkan reward dari pemerintah, justru pesantren malah dibebani dengan membayar pajak, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Seringkali pesantren tiba-tiba mendapat tagihan pajak yang memberatkan, tanpa didahului sosialisasi dan edukasi. Dalam halaqah ini, para pengasuh meminta pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif, sebelum melakukan pemungutan pajak pesantren, termasuk memberikan keringanan pajak serta rekomendasi kepada pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) untuk membentuk tax-center di pesantren.

Kedua, Sarmidi menjelaskan tentang pentingnya transformasi digital di pesantren. Menurut direktur P3M, saat ini transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi telah menjadi keharusan, sementara pesantren saat ini masih belum melek dunia digital. Dalam halaqah ini, pesantren diharapkan lebih inisiatif dan adaptif terhadap proses transformasi digital. Di sisi lain, para pengasuh pesantren mendorong pemerintah untuk dapat memfasilitasi penguatan infrastruktur dan ekosistem digital di pesantren secara menyeluruh.

Isu ketiga, yang penting dibahas dalam halaqan ini terkait perhelatan Pemilu 2024, di mana Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa fasilitas lembaga pendidikan boleh digunakan untuk kampanye, termasuk pesantren dengan ijin dari penanggung jawab (pengasuh pesantren). Dalam halaqah ini, para Kyai melihat kampanye politik di pesantren akan berdampak negatif, mengingat kampanye di pesantren selalu untuk mendulang suara, bukan untuk pendidikan politik. Situasi ini menurut para pengasuh pesantren bisa menimbulkan gejolak dan ketegangan, baik antar pesantren, alumni pesantren maupun masyarakat secara luas. Para pengasuh pesantren, karena itu, menolak pelaksanaan kampanye di lingkungan pesantren dengan mempertimbangkan madharat-nya jauh lebih besar daripada kemanfaatannya.

Pengasuh pesantren dari seluruh penjuru negeri dengan antusias mengikuti acara ini dengan harapan bahwa diskusi dan pemikiran yang disampaikan oleh pemimpin bangsa akan membantu mereka memahami peran pesantren dalam pembangunan nasional, kemandirian pesantren dalam aspek ekonomi, serta peran pesantren dalam menjaga stabilitas dan harmoni sosial di Indonesia.

Keynote Speak, Menkopolhukan Mahfud MD

Dalam halaqah ini Menkopolhukam, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD menjadi pembicara kunci. Di hadapan 1000 pengasuh pesantren ini, Mahfud diminta menyampaikan Fiqh Siyasah atau Fiqh Politik bertema; Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional.

"Dari Pondok Pesantren Al-Muhajirin ini, mari kita semua menjadi Muhajirin orang-orang yang hijrah menuju Indonesia emas. Indonesia emas itu dalam bahasa arabnya adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur," terang Mahfud. 

Fikih politik adalah mengenai ketentuan bagaimana cara kita berpolitik, hubungan kita bernegara di Indonesia. Sehingga sudah sangat alhamdulilah, kita memiliki gagasan Pancasila yang telah mengakomodir hal tersebut.

Halaqah ini, juga dihadiri Dr. As'ad Said Ali (Mantan Waka BIN), KH. Masdar Farid Mas'udi (Rais Syuriah PBNU), KH. Dr. Abun Bunyamin, MA. (Pengasuh Pesantren Al-Muhajirin), Prof. Dr. H. Waryono, M.Ag, (Direktur PD Pontren Kemenag), Yon Arsal, Ph.D (Staf Ahli Kemenkeu RI), Dr. Mohammad Syukron Habibie, MA (Senior Vice President BSI), Pipin Moh Saiful Arifin (Sekretaris Badan Ekonomi Syariah Kadin Indonesia), Dr. Ir. Mahfud (Sekretaris Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK RI), KH. Abdul Moqsith Ghazali (Katib Syuriah PBNU), Dr. Rumadi Ahmad, MA (Staf Khusus KSP Republik Indonesia).


Editor: Athallah