Hikayat Prahara Raja Abrahah: Retorsi Al-Qur’an kepada Para Pengingkar

 
Hikayat Prahara Raja Abrahah: Retorsi Al-Qur’an kepada Para Pengingkar
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Allah SWT berfirman:

وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْ وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ

“Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 24)

Dua ayat di atas hendak menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah dan bukan perkataan Nabi Muhammad. Ketika itu banyak kalangan petinggi Makkah berdiskusi mencari jalan atau cara untuk menandingi Al-Qur’an, salah satu caranya adalah mengirim salah satu orang cerdik dari kalangan mereka yang bernama Musailamah.

Musailamah mencoba membuat karya yang mirip dengan Surat Al-Fil, salah satu surah dalam Al-Qur’an dengan kalimatnya yang estetik dan banyak mengandung hikmah di dalamnya. Namun usaha tersebut gagal karena Surat Al-Fil tersebut memiliki nilai yang begitu tinggi, bahkan dapat meringkas sebuah prahara besar dan tidak akan terlupakan oleh Bangsa Arab di Makkah.

Prahara tersebut dimulai ketika Raja Abrahah yang berasal dari Yaman merasa iri dengan bangunan Kakbah. Raja Abrahah menilai meski Kakbah hanyalah gundukan batu besar, namun mampu menarik wisatawan dari berbagai bangsa dan negara manapun. Berangkat dari persoalan tersebutlah ia berinisiatif untuk membuat bangunan tandingan serupa Kakbah. Baginya, selain Kakbah menjadi pusat wisata, juga membawa keuntungan finansial dan sosial. Karena itu, ia membuat bangunan yang menyerupai Kakbah. Dari sini ekonomi akan semakin meningkat kalau banyak orang yang berkunjung.

Ironisnya, bangunan tandingan Kakbah yang dibuat atas inisiatif Raja Abrahah malah mendapat respons negatif dari beberapa orang, terutama golongan Bangsa Quraisy yang bahkan mengolok-olok bangunan tersebut, hingga ada yang menempelinya dengan kotoran.

Mengetahui respons negatif dari berbagai kalangan tersebut, membuat Raja Abrahah murka. Ia berjanji akan datang ke Makkah dan meluluhlantakkan bangunan Kakbah. Peristiwa penyerangan tersebut dikenal dengan “Perang Gajah”, sebab Raja Abrahah membawa pasukannya dengan menaiki beberapa gajah yang kuat dan besar.

Sesampai di Makkah, ia menyita semua harta penduduk Makkah dan menanyakan pemimpinnya. Kemudian disebutlah nama Abdul Muthallib, yang merupakan ayah dari Abdullah dan kakek dari Nabi Muhammad SAW. Raja Abrahah melihat pemimpin penduduk Makkah tersebut dengan penuh kewibawaan. Hal ini kemudian membuat Raja Abrahah mengajukan persetujuan untuk meruntuhkan Kakbah dengan tanpa perlawanan maupun peperangan.

Abrahah kemudian kaget mendengar jawaban dari pemimpin dan orang yang dituakan oleh penduduk Makkah ini. Abdul Muthallib hanya menginginkan untuk mengembalikan seratus unta miliknya yang telah disita oleh pasukan tentara Abrahah dan tidak mempermasalahkan jika hendak meruntuhkan Kakbah. Jawaban tersebut membuat bingung lantaran semua penduduk Makkah menolak tindakan Abrahah, akan tetapi pemimpin yang dihormati tersebut mengatakan hal yang berbeda, seolah-olah hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.

Menurut Gus Baha’ ada beberapa poin yang menjadi jawaban Abdul Muthallib ini. Hal tersebut lantaran kearifan dan keyakinan tauhidnya yang luar biasa. Selain itu, latar belakang beliau adalah sosok yang berwibawa dan merupakan kakek Rasulullah, tentunya terselinap Nur Al-Musthafa atau Nur Rasulullah pada jiwanya. Karena itu, bukan suatu persoalan yang berarti, jika ada yang akan menghancurkan Kakbah yang diyakini benar-benar dijaga oleh Allah SWT. Dan sebab itu pula, bagi Abdul Muthallib urusannya dengan Abrahah, tidak lain hanya sekadar urusan unta miliknya yang diambil Abrahah. Sekali lagi, Kakbah sudah ada yang menjaganya yaitu Allah, jadi Abdul Mutallib tidak perlu menjaganya sebab sudah ada Tuhan yang melindunginya.

Jawaban berupa tagihan yang disampaikan oleh Abdul Muthallib itu kemudian disepakati oleh Abrahah, ia bersedia mengembalikan semua harta jarahan yang telah diambil dengan bertukar dengan izin menghancurkan Kakbah.

Lalu Abdul Muthallib mengajak semua kaum untuk pergi ke atas bukit dekat Kakbah dan berujar, “Kita lihat apa yang akan dilakukan oleh Tuhan kamu sekalian terhadap orang yang ingin merobohkan Kakbah. Ia berkata demikian karena sangat yakin bahwa bangunan tersebut benar-benar dilindungi oleh Allah.

Setelah itu, datanglah Raja Abrahah dengan pasukannya yang benar-benar hendak menghancurkan Kakbah. Bersamaan dengan peristiwa tersebut datanglah burung-burung Ababil yang membawa kerikil-kerikil tajam dari neraka dan menjatuhkannya tepat pada sasaran, dan tidak satu pun mengenai para penduduk Makkah.

Menurut Gus Baha’, terukurnya kerikil-kerikil tajam yang dibawa burung Ababil tersebut kepada bala tentara Abrahah adalah bagian dari takdir Allah (qudratullah), sebab burung-burung tersebut tidak memiliki akal, namun dapat memprediksi di mana kerikil tersebut dapat tepat pada sasaran. Dalam konteks saat ini, kalau ada bom canggih atau bom yang dapat menyasar kepada sesuatu yang dikehendaki secara terprogram, tengtu hal tersebut memiliki kesamaan dengan peristiwa burung Ababil menjatuhkan dengan akurat yang disaksikan oleh orang-orang di zaman tersebut.

Oleh sebab itu, kata alam taro dalam Surat Al-Fil menurut Gus Baha tertuju kepada penduduk Makkah atau siapa saja yang menyaksikan prahara tersebut. Seperti perkiraan Abdul Muthallib, kira-kira apa yang dilakukan Tuhan ketika mereka mencoba meruntuhkan bangunan yang telah dijaga Allah.

Lebih jauh lagi, betapa kesejarahan yang diceritakan secara faktual dan disaksikan oleh mata memang benar-benar terjadi, dan memang ada burung-burung yang menjatuhkan kerikil lalu dapat membakar. Semua itu tidak mungkin diragukan apa yang diceritakan dalam Surat Al-Fil ini. Semua diredaksikan dengan kalimat yang begitu indah dan sesuai dengan fakta sejarah.

Meski Surat Al-Fill hanya terdiri dari lima ayat, tetapi telah menyajikan sebuah berita besar, fakta sejarah yang tak diragukan kebenarannya. Selain itu juga dinarasikan dengan bahasa yang indah. Sehingga orang-orang Quraisy yang mendengarkan ayat-ayat tersebut membuat mereka bungkam. Mulai dari aspek bahasa, fakta sejarah, dan mukjizat, semua tidak mampu ditandingi oleh siapa pun. Maka tidak mungkin kemudian jika Al-Qur’an ini disandarkan kepada manusia, sebab bahasa dan apa yang ada di dalamnya melampaui pengetahuan manusia. Begitu juga usaha mereka dengan mengutus Musailamah hanya menuai kegagalan semata.

Akan tetapi, sekalipun Allah menantang mereka dengan membuat ayat yang semisal dan mereka tidak mampu membuatnya, tetapi hal tersebut kemudian ditutup dengan redaksi fattaqullah, yang menandakan Allah masih baik kepada mereka, masih menasihatri agar takwa kepada Allah. Sebab orang yang mengingkari akan dimasukkan ke neraka, yang saking panasnya di mana di dalamnya manusia dan batu yang menjadi materi bahan bakarnya. Allahu A’lam. []


Penulis: Kholaf Al Muntadar

Editor: Hakim