Soal Koperasi Masjid, Kiai Manan: Terinspirasi Wasiat Sunan Gunung Jati

 
Soal Koperasi Masjid, Kiai Manan: Terinspirasi Wasiat Sunan Gunung Jati

LADUNI.ID, Jakarta - Masjid merupakan tempat paling vital bagi umat Islam. Selain sebagai tempat beribadah, dari masjidlah Islam membangun peradaban, pusat pendidikan, menyusun strategi politik, bahkan perekonomian. Namun saat ini, terutama dalam hal perekonomian, seolah terpisah dari masjid. Seolah-olah masjid hanya berfungsi sebagai tempat tempat beribadah dan berdoa.

Ketua PBNU yang menangani bidang dakwah dan masjid, KH Abdul Manan A. Ghani merupakan salah seorang yang memiliki konsentrasi terhadap pengembangan bidang masjid. Ia pernah menangani Lembaga Takmir Masjid PBNU selama satu periode. Pada masa dai relatif berhasil membangun persepsi warga NU bahwa masjid bukan hanya tempat beribadah, tapi juga pergerakan ekonomi. Dari 2010 hingga 2015 ia berkampanye tujuh aksi masjid.

Hal yang mendasari gagasan Kiai Manan itu tiada lain dari sejarah Islam Indonesia. Menurut dia, ketika Islam masuk di Nusantara yang dibawa para ulama, aulia, mereka mendesain masjid menjadi dua ruang. Ada ruang dalam atau ruangan inti yang berfungsi untuk shalat, munajat, i’tikaf, wiridan, zikiran. Kedua, ada ruangan di luar yang terdiri samping kanan dan samping kiri, serta ruangan depan. Ruangan kedua inilah yang bisa digunakan untuk aktivitas membangun pergerakan ekonomi.

Menurut Kiai Manan, ketika ekonomi terbangun dari masjid, maka wasiat Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah akan terpenuhi sekaligus. Ia kemudian mengusulkan untuk membentuk Koperasi Masjid Nusantara.

Untuk mengetahui gagasannya, Abdullah Alawi dari NU Online berhasil mewawancarainya, di Gedung PBNU awal Januari ini. Berikut petikannya:

  • Apa latar belakang Koperasi Masjid Nusantara?

Masjid itu, pusat pemberdayaan umat. Pusat umat Islam membangun peradaban sejak awalnya. Itu seperti itu. Kemudian masjid ketika Islam masuk di Nusantara ini dibawa para ulama, aulia, kemudian desain masjid itu ada dua. Ada ruang masjid untuk hablum minallah dan ruang hablum minan nas. Makanya ruangan dalam, ruangan inti untuk shalat, munajat, i’tikaf, tahiyatul masjid, wiridan, zikiran, di dalam. Yang di luar itu ada ruangan hablum minan nas.

Ruangan ini ada samping kanan dan samping kiri, dan depan. Dari dulu ketika kita kecil, masjid desa, isinya seperti itu. Itu masjid gaya wali seperti masjid Sunan Gunung Jati, Masjid Sang Cipta Rasa dibangun di Cirebon, itu ruangan yang inti malah kecil, yang besar itu malah yang di luar, kanan, kiri, depan.

Itulah, masjid didesain ada yang untuk hubungan dengan Allah, dan untuk hablum minan nas, hubungan dengan manusia.

Sunan Gunung Jati sendiri berwasiat, ingsun titip tajug lan fakir miskin. Saya titip masjid dan fakir miskin. Artinya apa, saya titip makmurkan masjid dan makmurkan yang masih miskin. Itu lho. Berdayakan yang miskin. Itu yang terngiang-ngiang ketika saya diamanati sebagai Ketua Lembaga Takmir Masjid PBNU wasiat Sunan Gunung Jati, tajug dan fakir masjid. Karena itu, kita gerakkan.

Di dalam Al-Qur’an satu ada ayat memakmurkan masjid, dan memakmurkan bumi.

  • Jadi, di dalam Al-Qur’an, ayat menyuruh memakmurkan itu terkait dengan masjid dan bumi?

Ada ayat:
… إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Artinya,

Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala)” (QS At-Taubah: 18).

Ada ayat,

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَٱسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا

"Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya." (Hud: 61)

Nah, memakmurkan bumi kan harus dengan ekonomi, pembangunan, infrastruktur. Kalau tak ada infrastruktur, tak makmur. Jadi salah kalau orang tidak membutuhkan infrastruktur. Makmurnya bumi dengan infrastruktur. Kalau tak ada jalan, mana ada kemakmuran di situ. Infrastruktur itu perintah Allah,

Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya.

Siapa yang tak butuh infrastruktur? Ada lapangan pesawat terbang, jalan tol, jalan tembus, ada pasar, itu infrastruktur.

  • Tadi dua pesan Sunan Gunung Jati, bagaimana?

Ya, berawal dari dua amanat Sunan Gunung Jati, ingsun titip tajug lan fakir miskin. Nah, memakmurkan masjid dalam konteks zaman Sunan Gunung Jati dengan sekarang kan berbeda. Bagaimana kalau dengan sekarang?

Aplikasinya, jamaah masjid itu kan ada yang kaya ada yang miskin. Makanya di LTM PBNU memaysarakatkan Gismas (Gerakan Infak Sedekah Masjid, red.) itu untuk memakmurkan masjid dan jamaahnya, dan masyarakatnya. Apa, mengisi kencleng di rumah-rumah, bikin jimpitan di rumah-rumah, kaleng yang setiap hari diisi oleh rumah di sekitar masjid yang recehan. Kalau satu masjid 300 kaleng, maka, kalau seribu satu rumah, berapa sebulan, bisa 9 juta. Itu untuk marbot, guru ngaji, makmur enggak masjidnya? Makmur. Di masjid daerah saya, dipraktikkan. Itu udah jalan 100 kaleng, 6 juta sebulan, 100 jamaah.

  • Berjalan berapa tahun?

3 atau 4 tahun, sejak saya jadi pengurus LTM.

  • Resep sosialisasi bagaimana?

Datang saja ke masjid saya. Yang sudah berjalan di Tenjo, Bogor, di Indramayu, di Brebes itu ada satu masjid yang tiap bulan 26 juta lho.

  • Itu resepnya apa?

Istiqomah, rahasianya di pengelolaan, ujung-ujungnya di manajemen, transparan. Transparansi dilakukan tiap Jumat, di Brebes itu di Desa Sawojajar, udah 26 juta sebulan. Ada yang 10 juta, ada yang 16 juta, macam-macam. Itu distribusinya macam-macam, untuk marbot, imam rawatib, guru ngaji, untuk santunan kematian, beli air mineral, santunan yatim piatu setahun sekali, yang satu lagi untuk pegel, pengusaha golongan ekonomi lemah.

  • Lalu bagaimana dengan koperasi Nusantara?  

Ya beda, nanti ke depan berharap kita ini gerai-gerai masjid. Ada Komasnu, Kopi Masjid Nusantara, kita ngopi di situ. Kita sediakan kopi bid’ah, ada kopi jahe (Sambil tertawa).

(Sumber: NU Online)