Biografi Abuya Muhammad Wali

 
Biografi Abuya Muhammad Wali
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan Pesantren
3.2  Menjadi Mursyid Tarekat

4.    Karya-Karya
5.    Chart Silsilah Sanad
6.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Abuya Muhammad Wali lahir pada tahun 1338 H/1917 M di Desa Blang Pohroh, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Beliau adalah putra bungsu dari pasangan Syekh Haji Muhammad Salim bin Malin Palito dengan Siti Janadat, putri seorang kepala desa kalau di Aceh sering orang menyebut dengan istilah Keuchik yang bernama Nya` Ujud yang berasal dari Desa Kota Palak, Kecamatan Labuhan Haji, Aceh Selatan.

1.2 Wafat
Abuya Muhammad Wali wafat pada tanggal 20 Maret 1961 atau yang bertepatan pada tanggal 11 Syawal 1318 H.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2. Pendidikan
Abuya Muhammad Wali belajar cara membaca Al-Qur'an dan kitab-kitab kecil tentang tauhid, fiqih, dan dasar ilmu bahasa Arab pada ayahnya. Pembelajaran ini sering dilakukan pada malam hari sesudah shalat Maghrib, Setelah tamat sekolah Volks-School, beliau diajak untuk belajar oleh ayahnya ke sebuah Pesantren di Ibu Kota Labuhan Haji yaitu pesantren Jam`iah Al-Khairiyah yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Ali yang dikenal oleh masyarakat dengan panggilan Teungku Lampisang dari Aceh Besar.

Kurang-lebih selama 4 tahun beliau belajar di Pesantren Al-Khairiyah. Lalu kemudian beliau melanjutkan pendidikan Pesantren Bustanul Huda di Ibu Kota Kecamatan Blangpidie. Atas dasar arahan, bimbingan dari ayahnya. Di Pesantren Bustanul Huda di bawah asuhan Teungku Syekh Mahmud, beliau mempelajari kitab-kitab yang masyhur dikalangan ulama Syafi`iyah dalam bidang fiqih seperti I`ānah Al-Ṭalibīn, Tahrīr, dan Mahally, dalam ilmu nahwu dan ilmu saraf seperti Alfiyah dan Ibn `Aqil.

Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda pada tahun 1935 di usianya yang ke 18 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Krueng Kalee di Aceh Besar. 

Lamanya Abuya Muhammad Wali di Pesantren Kreung Kalee hanya tidak lebih satu hari, beliau bersama Tengku Salim mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Kemudian Abuya Muhammad Wali mendapatkan informasi bahwa ada seorang ulama lain yang ada di Aceh Besar yaitu teungku Hasballah Indrapuri dimana beliau memiliki sebuah pesantren di Indrapuri. Pesantren yang beliau pimpin lebih menonjol dalam ilmu Al-Qur'an yang berkaitan dengan Qira’ah dan lainnya. 

Setelah sekian lamanya di Pesantren Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku Hasan Glumpang Payung kepada Abuya Muhammad Wali untuk belajar ke sebuah perguruan di Padang yaitu Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama jebolan dari Universitas Al-Azhar Kairo Mesir yaitu Syekh Mahmud Yunus.

Teuku Hasan setelah memperhatikan kepribadian Abuya Muhammad Wali, timbullah niat dalam hatinya bahwa pemuda ini perlu dikirim ke Al-Azhar Kairo Mesir. namun karena di Sumatera Barat sudah terkenal ada seorang Ulama jebolan dari Al-Azhar dan Darul Ulum di Kairo Mesir yang bernama Syekh Mahmud Yunus yang telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan-perguruan sebelumnya seperti Sumatera Thawalib. Oleh sebab itu Teungku Hasan mengirimkan Abuya Muhammad Wali ke pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkan ke Al-Azhar. Setelah sampai di Normal Islam school beliau segera mendaftarkan diri di Sekolah tersebut.

Pada tahun 1939 M, Abuya Muhammad Wali menunaikan ibadah haji ketanah suci bersama salah seorang istri beliau Hj. Rabi`ah. Selama di Makkah, selain menunaikan ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari ulama-ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syekh Ali Al- Maliki.

Ketika Syekh Abuya Muhammad Wali berada di Madinah, beliau berdiskusi dengan para ulama-ulama dari negeri lain terutama dari Mesir. Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir, sehingga beliau sudah merencanakan untuk pergi ke Mesir, tetapi beliau lupa bahwa pada saat itu bahwa beliau bersama istrinya Hj. Rabi`ah. Istri beliau keberatan bila ditinggalkan dan lalu pulang ke Indonesia. Akhirnya beliau tidak jadi berangkat ke Mesir. Selama beliau berada di Makkah ataupun Madinah tidak sempat mengambil ijazah dalam thariqah apapun karena keterbatasan waktu lamanya.

Kepulangan Abuya Muhammad Wali dari tanah suci beliau mendapat sambutan dari murid-muridnya serta dari ulama-ulama Minangkabau lainnya seperti SyekhAli Khatib, Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Buya Syekh Jamil Jaho. Hal ini dikarenakan dengan kembalinya Abuya Muhammad Wali akan semakin bertambah kokoh dan kuatnya benteng Ahlussunnah wal jamaah di Padang khususnya.

Beliau melanjutkan berguru kepada seorang ulama besar yang mengembangkan Thariqah di Sumatera Barat kala itu yaitu Syekh Abdul Ghany Al-Kamfary bertempat di Batu Bersurat, Kampar, Bangkinang. beliau melaksanakan rutinitas “suluk” selama 40 hari.

Menurut sebahagian sejarah menyebutkan bahwa selama dalam khalwat-nya dengan riyadhah dan munajat berupa mengamalkan dzikir-dzikir sebagaimana atas petunjuk Syekh Abdul Ghani beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjalan untuk mandi dan berwudhu.

Setelah selesai berkhalwat beliau merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini. Beliau mendapat ijazah mursyid dari Syekh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah diperbolehkan untuk mengembangkan Thariqah Naqsyabandiyah yang beliau terima.

2.2 Guru-Guru
1. Syekh Haji Muhammad Salim bin Malin Palito (ayah),
2. Syekh M. Idris,
3. Teungku Muhammad Ali,
4. Teungku Syekh Mahmud,
5. Syekh H. Hasan Kureng,
6. Teungku Hasballah Indrapuri,
7. Syekh Ali Al-Maliki,
8. Syekh Abdul Ghani.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Mendirikan Pesantren
Setelah mendapat ijazah thariqat beliau kembali ke Kota Padang dan mendirikan sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang. Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama. banyak murid yang mengambil ilmu di pesantren tersebut bahkan juga santri-santri dari Aceh.

Tetapi pada saat Jepang masuk ke Padang, Abuya Muhammad Wali mengambil keputusan pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki.

3.2 Menjadi Mursyid Tarekat
Abuya Muhammad Wali adalah sosok Mursyid Tarekat Naqsyabandiah satu-satunya di Aceh pada awal penyebaran tarekat ini ke Aceh. Sebagai seorang ulama dan seorang sufi yang telah berjasa mengembangkan amalan suluk melalui Tarekat Naqsyabandiyah terutama di Daerah Aceh.

4. Karya-Karya
Karya Intelektual Adapun karya tulis yang berhasil dibukukan oleh Abuya Muhammad Wali dalam berbagai disiplin ilmu agama adalah:
a. Al fatwa.Ini merupakan sebuah kitab dengan redaksi bahasa Indonesia dengan tulisan Arab (Arab-Jawi), berisi kumpulan fatwa-fatwa Abuya Muhammad Wali mengenai berbagai macam permasalahan agama yang muncul dalam masyarakat. Fatwa-fatwa ini dihimpun oleh muridnya Tgk. Basyah Lhong Aceh Besar.
b. Tanwirul Anwar. Kitab ini berisi penjelasan dan uraian mengenai masalah masalah aqidah dan ketauhidan. Dalam materinya, kitab ini lebih menekankan kepada pembelajaran tauhid bagi orang yang sudah mahir (bukan orang awam), sehingga kitab ini tidak dianjurkan untuk dipelajari bagi orang awam.
c. Risalah adab zikir ismuz Zat. Kitab ini memuat tentang tata cara melakukan ibadah zikir khusus yang terdiri dari kalimat Laila ha Illlah, Allah, dan lain-lain.
d. Permata Intan, sebuah risalah singkat berbentuk soal-jawab mengenai masalah i`tiqad
e. Hasyiah Tuhfah al-Muhtaj, berisi masalah-masalah fiqh. Abuya memberikan komentarnya terhadap bacaan kitab Tuhfah ketika ia mengajar kitab ini kepada santri senior.
f. Intan Permata, risalah singkat berisi masalah tauhid.

5. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru Abuya Muhammad Wali dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

6. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: Safriadi, IAIN Lhokseumawe/Pemikiran Fikih Abuya Muhammad Wali Al-Khalidi (Analisis Kitab Al-Fatawa)


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 30 Agustus 2022, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 20 Maret 2024.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya