Biografi Abu Muhasibi

 
Biografi Abu Muhasibi

Daftar Isi

1         Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1      Lahir
1.2      Wafat

2         Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1      Mengembara Menuntut Ilmu
2.2      Guru-Guru Beliau

3         Penerus Beliau
3.1      Murid-murid Beliau

4         Karya Beliau
4.1      Karya-karya Beliau

5         Ajaran-Ajaran Tasawuf Abu Muhasibi
5.1      Pandangan Ajaran-Ajaran Tasawuf Abu Muhasibi
5.1.1   Pandangan Abu Muhasibi​ tentang Ma’rifat
5.1.2   Pandangan Abu Muhasibi tentang Khauf dan Raja’

6         Untaian Nasehat

7          Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1           Lahir

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah al-Haris bin Asad al-Basri al-Muhasibi. Ia lahir pada tahun 165 Hijriyah di Basrah atau bertepatan dengan tahun 781 Masehi. Al-Muhasibi pindah ke Baghdad saat usianya masih muda untuk belajar hadis dan teologi dari para ulama di masanya.

1.2           Wafat

Abu Muhasibi meninggal di Baghdad pada tahun 243 Hijriyah atau 857 Masehi. Pemikiran dan ajaran Abu Muhasibi termasuk dalam sufisme. 

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1           Mengembara Menuntut Ilmu

Kepiawaiannya itu banyak digali dari sederet tokoh terkemuka setelah hijrah ke Kota Baghdad. Di bidang fikih, misalnya, ia berguru kepada Imam Syafi’i, Abu Ubaid al-Qasimi bin Salam, dan Qadli Yusuf Abu Yusuf. Sedangkan, ilmu hadis dipelajarinya dari Syuraih bin Yunus, Yazid bin Haran, Abu an-Nadar, dan Suwaid bin Daud.

2.2           Guru-Guru Beliau

Guru-guru beliau diantaranya adalah :

  1. Imam Syafi’i
  2. Abu Ubaid al-Qasimi bin Salam
  3. Qadli Yusuf Abu Yusuf Syuraih bin Yunus
  4. Yazid bin Haran, Abu an-Nadar
  5. Suwaid bin Daud.

3          Penerus Beliau

3.1          Murid-murid Beliau

Murid-murid Abu Muhasibiyang Berguru kepada Beliau adalah:

  1. Junaid al-Bagdadi (W 298 H/910 M)
  2. Abu al-Abbas Ibn Masruq al-Tusi

4          Karya Beliau

4.1           Karya-karya Beliau

Abu Muhasibi menulis karya tulis sebanyak 200 buah, yang berbentuk risalah. Dalam risalah itulah beliau mengemukakan pandangannya, baik dalam bidang fikih, dan ilmu kalam dan banyak risalah tentang tasawuf, namun dari sekian banyak karya tulisnya hanya sedikit yang ditemukannya di antaranya:
1. Ar-riayat lihukukillah(memelihara hak-hak Allah )
2. Al washiyah an-nasaih (wasiat atau petunjuk)
3. Risalah al-mutarsidin (orang-orang yang memperoleh peunjuk)
4. Al masa’ilfi amal al qulub wa al-jawarih wa al-aql(tentang aktifitas hati,anggota tubuh, dan akal)
5. Al fahmi al quran (memahami al quran)Nasehat

5        Ajaran-Ajaran Tasawuf Abu Muhasibi

5.1       Pandangan Ajaran-Ajaran Tasawuf Abu Muhasibi

Sebagaimana diterangkan diatas, Abu Muhasibi melanjutkan dan memperluas pandangan tasawuf makruf al-karhi. Kalau Makruf al-Karkhi menyatakan bahwa puncak cinta itu apabila yang mencintai kenal (makrifah) kepada yang di cintai. Inilah puncak cinta yang mencapai ke titik ketenangan.

Abu Muhasibi menjelaskan lagi cinta cinta hamba kepada Allah adalah semata karunia Allah, yang ditempatkan didalam hati yang di cintainya, kalau cinta telah bersemayam dan tumbuh serta berkembang dalam jiwa, belum sampai kepada yang dituju sebelum beliau merasakan bersatu (ittihad) denga yang di cintai. Inilah ajaran tasawuf Abu Muhasibi yang nantinya di kembangkan lagi oleh para shufi dibelakangnya. Berikut ini beberapa ajaran-ajarannya:

5.1.1.       Pandangan Abu Muhasibi​ tentang Ma’rifat

Abu Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Beliau pun menulis sebuah buku tentangnya, namun, dikabarkan bahwa beliau tidak diketahui alasannya kemudian membakarnya. Beliau sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasa-batasan agama, dan tidak mendalami pengertian batin agama yang dapat mengaburkan pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan. Inilah yang mendasarinya untuk memuji sekelompok sufi yang tidak berlebih-lebihan dalam menyelami pengertian batin agama.

Dalam konteks ini pula ia menuturkan sebuah hasits Nabi yang berbunyi, “Pikirkanlah makhluk-makhluk Allah dan jangan coba-coba memikirkan Dzat Allah sebab kalian akan tersesat karenanya.” Berdasarkan hadits diatas dan hadis-hadis senada, Abu Muhasibi mengatakan bahwa ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah. Abu Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut:
a. Taat, awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud kongkrit ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekedar pengungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan samat. Diantara implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Kemudian sinar ini melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.
b. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.
c. ada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.
d. Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dan fana’ yang menyebabkan baqa’.

5.1.2.       Pandangan Abu Muhasibi tentang Khauf dan Raja’

Dalam pandangan Abu Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya.yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya.

Pangkal wara’, menurutnya, adalah ketakwaan pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentanga janji dan ancaman Allah; pangakal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.

Khauf dan raja’, menurut Abu Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dikaitkan dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah.Untuk itu, ia menganggap apa yang diungkapkan ibnu Sina dan Rabi’ah al-‘adawiyyah sebagai jenis fana atau kecintaan kepada Allah yang berlebih lebihan dan keluar dari garis yang telah di jelaskan Islam sendiri serta bertentangan dengan apa yang diyakini para sufi dari kalangan ahlusunnah.

Abu Muhasibilebih lanjut mengatakan bahwa Al-quran jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan.Ajakan ajakan Al-quran pun sesungguhnya dibangun atas dasar targhib (suggesti) dan tarhib (ancaman). Al-quran jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.

6        Untaian Nasehat

Berikut diantara untaian nasehat 

  1. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air,
  2. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.
  3. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.
  4. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.

7         Referensi

 "Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"

  Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya