Bolehkah Wanita yang Keputihan Membaca Al-Qur'an?

 
Bolehkah Wanita yang Keputihan Membaca Al-Qur'an?
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Keputihan adalah kondisi umum pada wanita di mana terjadi keluarnya cairan dari vagina yang dapat berwarna putih, kekuningan, atau kehijauan. Ini biasanya disebabkan oleh perubahan hormon atau infeksi. Banyak wanita mengalami keputihan pada beberapa titik dalam hidup mereka, dan seringkali ini dianggap sebagai masalah yang umum dan tidak berbahaya.

Dalam Islam, membaca Al-Qur'an adalah tindakan suci dan dihormati. Namun, ada perdebatan di antara para ulama tentang apakah wanita yang mengalami keputihan diperbolehkan membaca Al-Qur'an. Sebagian besar pendapat menekankan pentingnya kebersihan fisik dan spiritual saat membaca kitab suci.

Beberapa ulama menyatakan bahwa wanita yang mengalami keputihan tetap diperbolehkan membaca Al-Qur'an, dengan syarat bahwa mereka menjaga kebersihan tubuh dan menjaga kehormatan serta rasa hormat terhadap kitab suci. Namun, pendapat lain mungkin menyarankan agar wanita tersebut menunggu sampai keputihannya berhenti sebelum membaca Al-Qur'an.

Penting untuk dicatat bahwa, dalam hal ini, pendapat dapat bervariasi di antara mazhab dan otoritas keagamaan. Oleh karena itu, bagi wanita yang mengalami keputihan dan ingin membaca Al-Qur'an, disarankan untuk berkonsultasi dengan seorang ulama atau cendekiawan agama untuk mendapatkan nasihat yang sesuai dengan keyakinan dan praktek keagamaan mereka. Ada tiga pertanyaan jika dirunut dalam permasalahan ini:
1. Bolehkah wanita yang keputihan memegang dan membaca yasinan kecil atau Al-Qur'an terjemah tapi sebelumnya bersuci dulu dan wudhu?
2. Bolehkah wanita yang keputihan membaca Al-Qur'an karena mengajar Al-Qur'an?
3. Bolehkah wanita haid mengajar Al-Qur'an dan membaca ayat Al-Qur'an untuk membenarkan bacaan yang salah? 
Dalam menyikapi problematika tersebut sebagian ulama menyimpulkan sebagai berikut:
Wa'alaikumussalam.
1. Boleh kalau sudah wudhu, karena keputihan ada yang membatalkan wudhu;
2. Boleh kalau hanya membaca asal tidak menyentuh mushafnya, kalau menyentuh maka sama dengan pertanyaan yang pertama.

Keputihan ada yang membatalkan wudhu' dan ada yang tidak:

Adapun yang membatalkan wudhu, yaitu yang keluar dari dalam kemaluan wanita atau kemaluan anda sendiri dari dinding kemaluan wanita bagian dalam yang tidak wajib terkena air ketika mandi janabah. Sedangkan yang tidak mebatalkan wuduk yaitu yang keluar dari dinding kemaluan yang yang wajib terkena air saat mandi janabah.

Terkait kenajisan air lendir keputihan terdapat khilaf antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli.

Lihat Bughyah Al-Mustarsyidiin:

بغية المسترشدين في تلخيص فتاوى بعض الأئمة من العلماء المتأخرين – ( ص٦ ١٠) المكتبة الشاملة

مسألة : حاصل كلامهم في رطوبة فرج المرأة التي هي ماء أبيض متردد بين المذي والغرق ، أنها إن خرجت من وراء ما يجب غسله في الجنابة يقينا إلى حد الظاهر ، وإن لم تبرز إلى خارج نقضت الوضوء ، أو من حد الظاهر وهو ما وجب غسله في الجنابة ، أعني الذي يظهر عند قعودها لقضاء حاجتها لم تنقض ، وكذا لو شكت فيها من أيهما هي على الأوجه ، وأما حكمها نجاسة وطهارة فما كان من حد الظاهر فطاهر قطعا ، وما وراءه مما يصله ذكر المجامع فطاهر على الأصح، وما وراء ذلك فنجس قطعا ، هذا ما اعتمده في التحفة وغيرها ، واعتمد في الفتاوى و (م ر) أن الخارجة من الباطن نجسة مطلقا ، لكن يعفى عما على ذكر المجامع.

3. Membaca Al-Quran bagi wanita haid juga haram hukumnya, kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiroáh (bertujuan membaca) seperti saat bertujuan membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan atau berdoa. Lihat Bughyah Al-Mustarsyidiin halaman 26:
 

( مسألة ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .

Yaitu makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya bila tidak maka haram. Dan haram membacanya bagi semisal orang junub bila bertujuan untuk membacanya meskipun alQurannya bersama tulisan lain tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa. 


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 2 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar