Memahami Makna Hadis sesuai Latar Belakangnya, Situasi dan Kondisi Munculnya serta Tujuannya

 
Memahami Makna Hadis sesuai Latar Belakangnya, Situasi dan Kondisi Munculnya serta Tujuannya

LADUNI.ID - Bagian dari metode pemahaman makna hadis adalah kaedah: "FAHMUL AHAADITS FI DHAUI ASBAABIHAA WA MULAABASATIHAA WA MAQAASHIDIHAA. Artinya: "Memahami makna hadis sesuai latar belakangnya, situasi dan kondisi munculnya serta tujuannya.

Hadis terkadang tidak dipahami secara tekstual, tapi sebaiknya diperhatikan konteks sejarah sosial budaya dan politik yang melatarbelakangi munculnya hadis itu. Contoh Rasulullah SAW. bersabda: "LAISA MINAL BIRRI ASH-SHIYAAMU FI AS-SAFARI". Artinya: "Bukanlah kebaikan berpuasa ketika sedang musafir". (HR. Abu Daud dari Jabir).

Secara tekstual hadis ini menunjukkan bahwa ketika sedang musafir, mengadakan perjalanan jauh tidak baik atau tidak boleh berpuasa. 

Hadis ini sebaiknya dipahami sejarah latar belakangnya. Hadis ini disabdakan Rasulullah SAW. dilatarbelakangi oleh kasus di Madinah terdapat banyak orang yang sedang mengerumuni seseorang. Lalu Nabi SAW. bertanya: "Ada apa ini?" Mereka menjawab: "Ini ada seorang musafir yang sangat lapar dan haus dan mempertahankan puasanya hingga pingsan". Mendengar penjelasan mereka, Nabi SAW. merespon dengan kalimat bunyi hadis di atas "Bukanlah kebaikan berpuasa ketika sedang musafir". 

Dengan mengetahui sejarah latar belakang munculnya hadis ini bisa dipahami bahwa yang dimaksud tidak berpuasa bagi musafir yang mengalami kesulitan apalagi sampai pingsan. Kalau musafir yang tidak mengalami kesulitan apa-apa, tidak juga pingsan, maka boleh bahkan justru bagus berpuasa terutama bagi yang sulit menggantinya pada hari-hari lainnya.

Demikian juga hadis, Rasulullah SAW. bersabda: "ANAA BARIIUN MIN KULLI MUSLIMIN YUQIIMU BAINA AZH-HURIL MUSYRIKINA. Artinya: "Saya berlepas tangan dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik". (HR. Abu Daud dari Jarir).

Secara tekstual, hadis ini melarang umat Islam tinggal di daerah yang umumnya atau mayoritas dihuni non muslim. Atau larangan bertetangga dengan non muslim. 

Hadis ini sebaiknya dipahami sejarah latar belakangnya. Hadis ini disabdakan Nabi SAW. sebagai reaksi terhadap orang-orang musyrik yang membunuh orang-orang yang diutus Nabi SAW. kepada mereka. 

Dalam situasi dan suasana yang sudah sangat berubah dan berbeda, kondisi rukun dan damai dengan umat agama lain tanpa permusuhan apalagi pembunuhan dan peperangan sekarang ini, maka tinggal di daerah non muslim dan hidup berdampingan dengan mereka bukanlah larangan. Bahkan bisa menjadi keniscayaan sebagai konsekuensi dari masyarakat pluralitas. Tujuannya agar senantiasa berhati-hati tetap menjaga dan memelihara akidah.

Oleh: Dr.Wajidi Sayadi, M.Ag

Dosen IAIN Pontianak