Pelajaran dari Madura Soal Pemilu 2019

 
Pelajaran dari Madura Soal Pemilu 2019

LADUNI.ID, Jakarta - Pemilu Presiden 2019 yang digelar beberapa bulan yang lalu diwarnai dengan beragam peristiwa politik yang tentu sangat penting untuk kita pelajari. Terutama bagi kalangan NU yang sangat moderat dan terbuka terhadap berbagai golongan.

Ada fenomena menarik yang dapat diambil pelajaran dari realitas politik di Madura, terutama kalangan NU di Madura di mana semua kelompok masyarakat menyatu meskipun berbeda pandangan politik. Hal ini dapat dilihat dari fakta sebagai berikut.

  • 1. NU itu tak monolitik. Meski Madura hampir 100% NU, tapi rata-rata mereka tidak mendukung Jokowi.
  • 2. Madura juga contoh di mana moderatisme, fundamentalisme dan aliran lainnya bersatu. NU-FPI bisa berkolaborasi dan bekerja sama di bawah panji NU.
  • 3. Islam Nusantara juga mendapat resistensi dari dalam NU secara kuat di Madura. Veneration kepada Islam Arab & habaib, termasuk HRS, cukup tinggi.
  • 2. Bangkalan contoh patron-client lokal dalam demokrasi kita. "Magical swing" terjadi, dari 18% Jokowi (2014) ke 57% (2019).

Dari fenomena ini setidaknya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Madura adalah mikrokosmos dari ketegangan di dalam NU, organisasi Muslim terbesar di dunia, antara konservatisme dan pluralisme. Hasil pemilihan presiden 2019 di Jakarta, Madura menunjukkan bahwa situasi biner yang seharusnya antara "Muslim tradisionalis versus Islamis" tidak dibenarkan.


Sumber: Ahmad Najib Burhani, Lessons from Madura: NU, Conservatism and the 2019 Presidential Election