Larangan Saat Haid yang Perlu Diketahui Wanita Muslim

 
Larangan Saat Haid yang Perlu Diketahui Wanita Muslim
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Islam, haid merupakan suatu kondisi alami yang dialami oleh wanita setiap bulannya. Selama periode ini, ada beberapa larangan yang perlu diketahui oleh wanita Muslim untuk menjaga kebersihan dan kesehatan spiritual mereka. Pertama-tama, salah satu larangan yang penting adalah larangan untuk menjalankan shalat wajib, baik itu lima waktu maupun shalat jumat, selama masa haid. Hal ini didasarkan pada pandangan agama bahwa dalam kondisi haid, seorang wanita dianggap dalam keadaan tidak suci dan tidak diperkenankan untuk melakukan ibadah shalat. Meskipun demikian, wanita tetap dianjurkan untuk tetap berzikir dan berdoa selama masa haid sebagai bentuk ibadah yang tetap bisa dilakukan.

Selain itu, selama masa haid, wanita Muslim juga dilarang untuk berpuasa selama bulan Ramadan. Puasa merupakan salah satu ibadah penting dalam agama Islam, namun dalam kondisi haid, wanita diwajibkan untuk meninggalkan puasa sebagai bentuk menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh serta menghormati ketentuan agama. Meskipun tidak berpuasa, wanita tetap dapat mendapatkan pahala dengan melakukan amal kebaikan lainnya seperti memberi makan kepada orang yang berpuasa atau bersedekah.

Selanjutnya, larangan lain yang perlu diperhatikan adalah larangan untuk masuk ke dalam masjid atau menyentuh Al-Qur'an ketika sedang haid. Masjid merupakan tempat suci dalam Islam, dan wanita yang sedang haid diharapkan untuk menjauhinya untuk menjaga kesucian tempat ibadah tersebut. Begitu pula dengan Al-Qur'an, sebagai kitab suci Islam, wanita yang sedang haid dilarang menyentuhnya secara langsung. Namun, mereka tetap diperbolehkan mendengarkan bacaan Al-Qur'an atau memperdengarkannya dalam bentuk rekaman.

Terakhir, larangan penting lainnya adalah larangan untuk melakukan hubungan intim dengan suami selama masa haid. Hal ini berdasarkan ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian dalam hubungan suami istri. Selama masa haid, wanita diwajibkan untuk menjaga jarak dengan suami mereka hingga mereka kembali bersih dan suci setelah selesai haid. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan terhadap ketentuan agama yang menegaskan bahwa hubungan intim hanya diperbolehkan dalam keadaan suci dan bersih. Dengan mematuhi larangan-larangan tersebut, wanita Muslim diharapkan dapat menjaga kesehatan fisik, kebersihan spiritual, dan ketaatan terhadap ajaran agama Islam selama masa haid.

Namun secara detail, berikut penjelasan terkait apa saja yang tidak dibolehkan ketika masa haid dalam kitab Ghoyatul Ikhtishor dijelaskan:

(ويحرم بالحيض) وفي بعض النسخ ويحرم على الحائض (ثمانية أشياء) أحدها (الصلاة) فرضاً أو نفلاً وكذا سجدة التلاوة والشكر (و) الثاني (الصوم) فرضاً أو نفلاً (و) الثالث (قراءة القرآن و) الرابع (مس المصحف) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بـين الدفتين (وحمله) إلا إذا خافت عليه (و) الخامس (دخول المسجد) للحائض إن خافت تلويثه (و ) السادس (الطواف) فرضاً أو نفلاً (و) السابع (الوطء) ويسن لمن وطىء في إقبال الدم التصدق بدينار، ولمن وطىء في إدباره التصدق بنصف دينار (و) الثامن (الاستمتاع بما بـين السرة والركبة) من المرأة فلا يحرم الاستمتاع بهما ولا بما فوقهما على المختار في شرح المهذب

Diharamkan bagi orang yang haid 8 hal:

1. Sholat, 2. Puasa, 3. Membaca Al-Qur'an (dengan niat membaca), 4. Menyentuh mushaf Al-Qur'an, 5. Membawa mushaf Al-Qur'an, 6. Masuk masjid bilamana khawatir darahnya menetes di dalamnya, 7. Tawaf-wathi/ jima', 8. Istimta' (bersenang-senang) di antara pusar sampai lutut. Adapun selain yang telah disebutkan, dibolehkan untuk dilakukan.

Sedangkan bagi orang yang sedang haid dan nifas, diharamkan mengerjakan 11 perkara, yaitu sebagai berikut:

1. Mengerjakan shalat fardlu maupun shalat sunnah,

2. Mengerjakan tawaf di Baitullah Makkah, baik tawaf rukun, tawaf wajib atau tawaf sunnah.

3. Mengerjakan rukun-rukun khutbah Jumat

4. Menyentuh lembaran Al-Qur’an Apalagi kitab al-Qur’an

5. Membawa lembaran Al-Qur’an. Apalagi kitab al-Qur’an.

6. Membaca ayat al-Qur’an, kecuali karena mengharap barokah, seperti membaca bismillahirrahm aanirrahiim, memulai pekerjaan yang baik, alhamdulilahi rabbil ‘alamiin, karena bersyukur dan innaa lillaahi wa Innaa ilaihi raaji’uun karena terkena musibah.

7. Berdiam diri di dalam masjid, sekiranya dikhawatikan darahnya tertetes didalamnya.

8. Mundar mandir didalam masjid, sekiranya dikahawatirkan darahnya tertetes didalamnya.

9. Mengerjakan puasa Ramadlan, tetapi diwajibkan qadla. Adapun shalat tidak diwajibkan qadla.

10. Meminta cerai kepada suaminya, atau sebaliknya.

11. Melakukan Istimta’, bersenang-senang suami istri dengan pertemuan kulit antara pusar sampai dengan kedua lutut, baik bersyahwat atau tidak. Apalagi bersetubuh, meskipun kemaluannya lelaki di bungkus dengan kain, hukumnya jelas haram dosa besar.

Apabila haid atau nifas sudah berhenti, tetapi belum mandi, maka larangan 11 perkara ini tetap berlaku, kecuali puasa dan talaq. (Mahali serta Hasyiyah Al-Qalyubi: 1/100 dan Abyanal Hawaij: 11/269-270). 

Hukum-hukum yang berpautan dengan haid, ada 20 perkara, 12 berupa hukum haram, yaitu: 

1. Mengerjakan shalat,

2. Melakukan sujud tilawah (bacaan dalam Al-Qur’an), sujud syukur;

3. Melakukan tawaf rukun, wajib, atau sunnah;

4. Mengerjakan puasa wajib maupun sunnah;

5. Melakukan I’tikaf di dalam masjid;

6. Memasuki masjid sekira khawatir akan tetesnya darah haid;

7. Membaca Al-Qur'an;

8. Menyentuh Al-Qur’an;

9. Menulis Al-Qur’an menurut sebagian ulama. Sembilan perkara di atas ini yang diharamkan bagi seorang wanita yang sedang haid. Adapun yang tiga selanjutnya, diharamkan bagi suaminya, yaitu:

10. Melakukan persetubuhan;

11. Menceraikan istrinya dalam keadaan haid;

12. Melakukan istimta’, atau besenang-senang  dengan cara mempertemukan kulit antara pusar sampai dengan lutut istrinya dengan selain bersetubuh.

Adapun delapan perkara yang lain tidak berupa hukum haram ialah sebagai berikut:

1. Usia balig karena haid;

2. Kewajiban mandi, setelah haidnya berhenti;

3. Melaksanakan Iddah, apabila cerai atau suaminya meninggal;

4. Istibra’ atau menunggu seorang wanita amat yang baru dimiliki;

5. Bersihnya kandungan bayi;

6. Diterima ucapannya apabila wanita itu sudah haid;

7. Gugurnya kewajiban shalat ketika keluar darah haid;

8. Gugurnya tawaf wada’ ketika dalam keadaan haid.

(Hasyiyah Al-jamal ala Syarhi Al-Minhaj: 1/227; Ri’ayatul Himmah: 1/152 153).

Peringatan! Berhubungan dengan orang yang mempunyai hadas besar, dibolehkan membaca zikir yang diambil dari Al-Qur’an, seperti ketika makan atau minum membaca:

بسم الله الرحمن الرحيم

Ketika menerima nikmat dari Allah SWT membaca:

الحمد لله رب العالمين

Ketika naik kendaraan membaca bacaan Al-Qur’an dengan harapan semoga selamat dengan:

سبحان الـذى سخر لنـا هـذا ومـا كنالـه مقـرنــين, وإنـا إلى ربنـا لمنقـلبـون

“Maha Suci Dzat yang telah menundukkan semua ini bagi kami sebelumnya tidak mampu mengasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Sesungguhnya yang mewajibkan kepadamu Al-Qur’an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali”. 
Ketika mendapat musibah atau cobaan sabar dan ridha dengan mengucapkan:

إنـالله وإنـا إليه راجعون

Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kepada Allah lah tempat kami kembali. (Al-Iqna’ pada Hamisy Hasyiyah Al-Bujarami:1/ 315 dan Abyanal Hawaij: 11/269). Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar