Biografi KH. Muhammad Mansyur (Guru Mansyur Jembatan Lima) Ulama Ahli Falak dari Betawi

 
Biografi KH. Muhammad Mansyur (Guru Mansyur Jembatan Lima) Ulama Ahli Falak dari Betawi

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru

3.    Penerus
3.1  Anak-anak
3.2  Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Perjalanan Menuntut Ilmu
4.2  Perjalanan Dakwah
4.3  Keistimewaan
4.4  Peran Terhadap Kemerdekaan Indonesia
4.5  Karier
4.6  Karya-karya
4.7  Sejarah Masjid Jami AL-Mansyur Jembatan Lima

5.  Keteladanan
6.  Referensi

 

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Muhammad Mansyur  atau yang kerap disapa dengan panggilan Guru Mansyur lahir pada tahun 1295 H atau bertepatan pada tahun 1878 M, di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta. Beliau merupakan putra KH. Abdul Hamid bin Muhammad Damiri.

Silsilah ayah beliau KH. Imam Abdul Hamid bin Imam Muhammad Damiri bin Imam Habib bin Abdul Mukhit. Nama lain dari Abdul Mukhit adalah Pangeran Tjokrodjojo, Tumenggung Mataram. Karena itu, guru Mansyur diyakini punya trah Mataram dari garis ayah beliau. KH. Muhammad Mansyur juga mempunyai beberapa nama panggilan diantaranya adalah :

  1. Guru Mansyur
  2. Guru Mansyur Jembatan Lima
  3. KH. Muhammad Mansyur Al-Batawie

1.3 Wafat
Wafat  pada  hari  Jum`at,  2  Shafar  tahun  1387H atau bertepatan  dengan  tanggal  12  Mei  1967 Jenazah beliau dimakamkan di halaman Masjid Jembatan Lima.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Sejak kecil KH. Muhammad Mansyur diasuh dan dididik oleh ayahnya KH. Abdul Hamid

2.1 Guru-guru

  1. KH. Abdul Hamid (Ayahanda KH. Muhammad Mansyur)
  2. KH. Mahbub bin Abdul Hamid (Kakak Kandung)
  3. KH. Thabrani bin Abdul Mughni (Kakak Misan)
  4. H. Mujitaba bin Dahlan (Ulama dari Mester Cornelis )
  5. Guru Muhyiddin
  6. Syekh Muhammad Hayyath
  7. Syekh Sa’id Al-Yamani
  8. Syekh Umar Bajunaid Al-Hadrami
  9. Syekh Muhammad Ali Maliki
  10. Syeikh Muhammad Mukhtar Athorid A-Bogori
  11. Syekh Ali Al-Mukri
  12. Syekh Umar Sumbawa
  13. Sayyid Muhammad Hamid
  14. Abdurrahman Misri ulama dari Mesir (Ahli Ilmu Falak)
  15. Ulugh Bek, ulama asal Samarkand.(Ahli Ilmu Falak)

3. Penerus

3.1 Anak-Anak

  1. Putri beliau yang kemudian dinikahi KH. Firdaus murid
  2. Putri Beliau yang kemudian dinikahkan dengan KH. Mu alim Rojiun Pekojan

3.2 Murid-murid

  1. KH. Abdullah Syafi`i (As-Syafi`iyyah)
  2. Mu`allim  Rasyid  (KH.  Abdul Rasyid,  Tugu  Selatan,  Jakarta  Utara)
  3. Mu`allim  Rojiun  Pekojan (Menantu)
  4. KH.  Firdaus  (Menantu)
  5. Syekh KH. Muhadjirin Amsar Ad-Dary (Ahli Falak  dari  Bekasi)
  6. Muallim KH.  M.  Syafi`i  Hadzami
  7. KH. R. Muhammad Amin (Guru Amin Kalibata)
  8. KH.  Abdul  Khoir (Krendang, Jakarta Barat).

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

KH. Muhammad Mansyur Al-Batawie atau biasa disebut Guru Mansyur, dilahirkan di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta pada tahun 1295 Hijriyah/1878 Masehi. Ayah beliau bernama Kyai Haji Abdul Hamid bin Muhammad Damiri. Pada zaman Haji Abdul Hamid ini banyak pemuda-pemudi betawi yang belajar masalah-masalah agama kepada beliau, termasuk Guru Mansyur yang banyak belajar dan dididik langsung oleh ayahnya.

Guru Mansyur juga mempunyai hubungan biologis dengan darah Mataram dari garis ayah dapat ditemukan hubungan tersebut. Guru Mansyur adalah putera Imam Abdul Hamid bin Imam Muhammad Damiri bin Imam Habib bin KH. Abdul Mukhit. KH. Abdul Mukhit adalah Pangeran Tjokrodjojo Tumenggung Mataram.

KH. Muhammad Mansyur alias Guru Mansyur adalah Ulama, Ahli Falak, dan pejuang kemerdekaan dari Betawi. beliau terkenal dengan dengan pesan-pesan yang selalu diingat orang Betawi: “Rempug! Kalau jahil belajar, kalau alim mengajar, kalau sakit berobat, kalau jahat lekas tobat “.

4.1 Perjalanan Menuntut Ilmu
Sejak kecil Guru Mansyur sudah mulai tertarik dengan Ilmu Hisab atau Ilmu Falak, disamping Ilmu-Ilmu agama lainnya. Sesudah ayahnya meninggal, Guru Mansyur belajar dari kakak kandungnya KH. Mahbub bin Abdul Hamid dan kakak misannya KH. Tabrani bin Abdul Mughni. Guru Mansyur juga pernah belajar kepada seseorang ulama dari Mester Cornelis bernama Haji Mujitaba bin Ahmad sebelum pergi ke Mekah pada usia 16 tahun dan belajar di sana selama empat tahun.

Pada tahun 1894, Guru Mansyur berangkat ke Mekkah Beliau berguru kepada Tuan Guru Umar Sumbawa. Beliau juga berguru kepada Guru Mukhtar, Guru Muhyiddin, Syekh Muhammad Hayyath. Selain itu Guru Mansyur juga berguru dengan Sayyid Muhammad Hamid, Syekh Said Yamani, Umar al Hadromy dan Syekh Ali al-mukri. Setelah belajar selama 4 tahun.

Gurunya yang terakhir ini pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi, karena dianggap bagus dan rapi serta tertib tulisannya. Dalam menuntut Ilmu, Guru Mansyur dikenal sebagai orang yang sangat mementingkan silsilah intelektual. Ilmu yang dipelajari Guru Mansyur merupakan Ilmu standar dunia Islam saat itu dengan referensi yang juga standar.

Beliau mendalami Ilmu Al-Qur an dengan memperoleh mandat untuk mengajarkan tiga jenis bacaan (qiraat), yakni bacaan Al-Qur an versi Hafsh, Warasy dan Abi Amr. Beliau juga mendalami Ilmu Fikih (yurisprudensi Islam),  Ilmu Ushulul Fikih (legal maxims), dan beberapa cabang Ilmu bahasa arab, Tafsir Al-Qur an, Hadist, serta Ilmu Falak (Hisab) sehingga di tanah air kelak beliau dikenal sebagai Ahli Ilmu ini.  Guru Mansyur kemudian kembali ke tanah air dengan terlebih dahulu singgah di Aden, Benggala, Kalkuta, Burma, India, Malaysia dan Singapura.

4.2 Perjalanan Dakwah
Setelah empat tahun belajar di Makkah, beliau pulang ke kampung halamannya. Sebelumnya beliau singgah di Aden, Benggala, Kalkuta, Burma, India, Malaya dan Singapura. Setiba di Jakarta, beliau mulai membantu ayahnya, KH> Abdul Hamid, mengajar di rumahnya di Kampung Sawah yang menjadi tempat pemuda-pemudi Betawi belajar agama.

KH. Muhammad Mansyur juga  membuka  Majelis  Ta`lim di Masjid Jembatan  Lima,  yang  utama diajarkannya  adalah pelajaran  Ilmu  Falak.  Murid-muridnya yang kemudian menjadi ulama terkemuka di Betawi adalah KH. Abdullah Syafi`i (As-Syafi`iyyah) dan    Mu`allim  KH.  Abdul  Rasyid  Ramli  (Ar- Rasyidiyyah). Kini yang meneruskan keahlian Falaknya adalah KH. Fatahillah Ahmadi yang merupakan salah seorang  buyutnya. 

Selain itu juga KH. Muhammad Masyur juga  mengajar  di  beberapa  tempat halaqah,  antara  lain  di  Kenari  dan  Cikini.  Murid-muridnya  terutama  berasal  dari  berbagai  tempat  di Jakarta  dan  di  luar  Jakarta,  seperti  Bekasi.  Sejak tahun 1907, beliau mengajar di Jamiatul Khair, Kampung Tanah Abang.

Cita-cita dan pengalamannya dalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam, beliau buktikan dengan jalan berdakwah, mendidik dan membina anak-anak muda. Sebagai sarana penunjang cita-citanya tadi, beliau mendirikan sekolah, madrasah, pesantren serta majelis taklim. Beliau mengajar di Madrasah Jamiatul Khair, Pekojan, sejak tahun 1907. Saat mengajar di Jamiatul Khair inilah beliau mengenal banyak tokoh-tokoh Islam, seperti Syaikh Ahmad Soorkati, K.H. Ahmad Dahlan yang juga anggota perkumpulan Jamiatul Khair. Kemudian beliau diangkat menjadi penghulu daerah Penjaringan dan pernah juga menjabat sebagai Rois Nahdhatul Ulama cabang Betawi pada masa K.H. Hasyim Asy’ari.

Di samping menggunakan metode berdakwah secara lisan, beliau juga menuangkan pemikirannya melalui tulisan termasuk tulisan tentang Ilmu Falak (astronomi Islam) antara lain Sullam An-Nayrain. Beberapa hasil karya tulisnya Khulashoh Al-Jadawil; Kaifiyah Al-Amal Ijtima; Mizan Al-Itidal, dan Washilah Ath-Thulab

4.3 Keistimewaan
Guru Mansyur adalah seorang yang Ahli dalam Ilmu Falak di kalangan Ulama Betawi. Kata Falak sendiri berasal dari bahasa Arab yang mempunyai persamaan dengan kata Madar yang dalam bahasa Inggris disebut Orbit yang bisa diartikan sebagai lingkaran langit atau cakrawala.

Sedangkan secara terminologi, dapat dikemukakan beberapa rumusan, antara lain: Kamus Besar Bahasa Indonesia; mengartikan bahwa Ilmu Falak adalah: Ilmu pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan dan sebagainya) bintang-bintang.

Sedangkan menurut Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dalam bukunya Almanak Hisab Rukyat menyebutkan bahwa Ilmu Falak adalah: Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan mengetahui posisi benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit lainnya.

Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik pengertian bahwa secara umum Ilmu Falak merupakan cabang Ilmu praktis yang mempunyai objek formal benda-benda langit, khususnya matahari, bumi dan bulan dengan objek material berupa garis edar atau orbit masing-masing dan sasaran fungsionalnya adalah mendukung salah satu syarat dalam beribadah kepada Allah SWT.

Istilah Ilmu Falak dapat disejajarkan dengan istilah Practical Astronomu (Astronomi Praktis) yang terdapat dalam dunia astronomi. Dinamakan demikian karena hasil perhitungan dari Ilmu ini dapat dipraktekkan atau dimanfaatkan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dinamakan juga Ilmu Hisab karena kegiatan yang menonjol dari Ilmu ini ialah menghitung kedudukan ketiga benda langit di atas. Ilmu Falak sendiri dipelajari oleh Guru Mansyur karena terjadi perbedaan waktu ibadah di masyarakat, seperti perbedaan waktu sholat, perbedaan waktu bulan Ramadhan, dan perbedaan merayakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Pada saat itu beberapa masyarakat melaksanakan ibadah puasa dengan waktu yang berbeda-beda, ada yang lebih dahulu, dan ada yang keesokan harinya, hal tersebut tentu berdampak pada hari Idul Fitri, sama seperti melaksanakan puasa ada yang lebih dahulu dan ada yang keesokan harinya, maka dari itu Guru Mansyur mempelajari Ilmu Falak untuk mengurangi tingkat perbedaan waktu ibadah bagi masyarakat Jakarta khususnya masyarakat Betawi. Pada saat itu mekanisme perhitungan Hisab dilakukan dengan cara Kepala penghulu Betawi menugaskan dua orang pegawainya untuk melihat bulan. Jika bulan terlihat, maka pegawai tadi lari ke kantornya memberi tahu kepala penghulu. Kepala penghulu meneruskan berita itu kepada mesjid terdekat.

Mesjid terdekat memukul bedug bertalu-talu tanda esok lebaran tiba. Kanak-kanak yang mendengar bedug bergembira, lalu mereka berlarian ke jalan raya sambil bernyanyi lagu dalam bahasa Sunda. Lebaran Tong lebaran Iraha Tong iraha Isukan Tong isukan.Tetapi banyak juga orang yang tidak mendengar pemberitahuan melalui bedug. Akibatnya lebaran dirayakan dalam waktu yang berbeda.

Manfaat Ilmu Falak yang dipelajari oleh Guru Mansyur masih berpengaruh hingga sekarang seperti salah satu contohnya adalah seorang cucunya, KH Fatahillah Ahmadi, yang menyusun kalender Hisab Al-Mansyuriyah dimana susunan tersebut bersumber dari hasil pemikiran Guru Mansyur. Kini, kalender Hisab Al-Mansyuriyah masih tetap eksis dan digunakan, baik oleh murid-muridnya maupun oleh sebagian masyarakat Betawi maupun umat Islam lainnya di sekitar Jabodetabek, Pandeglang, Tasikmalaya, bahkan sampai ke Malaysia.

Kitab karangannya yang terkenal sampai sekarang ini adalah Sullamunnairain. Kitab Falak yang menjadi rujukan dan dipelajari di sebagian pesantren di tanah air, bahkan sampai di negara tetangga. Ustadz Djabir Chaidir Fadhil, muballigh Betawi yang sering diundang ke beberapa negara bagian di Malaysia, mengatakan bahwa kitab Sullam An-Nayrain sampai hari ini masih dipelajari di majelis di negara bagian Terengganu, Malaysia bahkan dijadikan rujukan oleh ulamanya melihat hilal untuk menentukan awal puasa, `Idul Fitri, dan 1 Dzulhijjah.

Pada masanya, tak ada ulama Ilmu Falak yang lebih terkemuka di Jakarta selain Guru Mansyur. Ketertarikannya dengan Ilmu Falak itu dipicu atas sering terjadinya perbedaan penetapan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Atas perbedaan itu, puasa atau hari raya Idul Fitri dirayakan dalam waktu yang berbeda. Untuk mengatasi masalah ini, beliau kemudian mendalami Ilmu Falak berdasarkan perhitungan Ilmu Hisab.

Ilmu Falak atau yang disebut juga dengan Ilmu Hisab , merupakan Ilmu yang berperan penting dalam kehidupan umat Islam. Karena dengan mempelajari Ilmu Falak umat Islam dapat memastikan kemana arah kiblat suatu tempat di permukaan bumi, dengan Ilmu Falak umat Islam juga dapat memastikan awal waktu sholat dan dengan Ilmu Falak dapat mempermudah orang yang sedang melakukan Rukyah al-hilal untuk mengetahui dimana posisi hilal berada sebagai penanda mulai masuknya awal bulan qamariyah. Mempelajari Ilmu Falak pada dasarnya mempunyai dua kepentingan yang saling berkaitan,

  1. Untuk penguasaan dan pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Untuk keperluan yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari umat Islam, mulai dari penentuan arah kiblat, pembuatan jadwal waktu shoalat, pembuatan kalender hijriyah, penentuan awal bulan qamariyah, seperti awal Ramadhan dan awal Syawal maupun Idul Adha (10 Dzulhijjah) bahkan sampai prediksi kapan waktu terjadinya gerhana saat umat muslim diperintahkan untuk melaksanakan sholat gerhana ( Kusuf dan Khusuf ).

Begitu pula yang dilakukan KH. Muhammad Mansyur dalam menerapkan metode Ilmu Falak. Karena Guru Mansyur memiliki dasar kelimuan tersebut dari ayahnya. Menurut bahasa, Falak artinya orbit atau peredaran/lintasan benda-benda langit, sehingga Ilmu Falak adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit khususnya bumi, bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit tersebut antara satu dengan yang lainnya agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.

Bahasan Ilmu Falak yang dipelajari dalam Islam adalah yang ada kaitannya dengan pelaksanaan ibadah, sehingga pada umumnya Ilmu Falak ini mempelajari 4 bidang, yaitu :

  1. Arah kiblat dan bayangan arah kiblat
  2. Waktu-waktu sholat
  3. Awal bulan hijriyyah
  4. Gerhana matahari dan bulan

Ilmu Falak membahas arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung besaran sudut yang diapit oleh garis meridian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewatu tempat yang bersangkutan dengan Ka bah, serta menghitung jam berapa matahari itu memotong jalur menuju Ka bah. Sedangkan Ilmu Falak membahs waktu-waktu sholat pada dasarnya adalah menghitung tenggang waktu antara ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu ketika matahari berkedudukan pada awal waktu-waktu sholat.

Pembahasan awal bulan dalam Ilmu Falak adalah menghitung waktu terjadinya ijtima (konjungsi) yakni posisi matahari dan bulan berada pada satu bujur astronomi, serta menghitung posisi bulan ketika natahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu. Analisa tentang Ilmu Falak pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah Ilmu, jadi Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping sebagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara garis besar patut diamalkan kepada orang lain. Ilmu Falak sebagai sebuah disiplin Ilmu, bisa dilihat dari dua sisi, sisi pertama Ilmu Falak sebagai Ilmu pengetahuan, yang secara epistimologi menggunakan metode ilmiah dalam penyusunan, dengan kata lain metode ilmiah adalah cara yang dilakukan Ilmu dalam menyusun mpengetahuan yang benar.

Di sisi lain Ilmu Falak sebagai sebuah Ilmu rumpun syariah, dimana dalam pembahasannya menyangkut masalah-masalah hukum yang ada kaitannya dengan peribadatan umat muslim, seperti waktu-waktu sholat, waktu pelaksanaan puasa wajib, waktu pelaksanaa haji dan lain-lain yang bersumber dari Al-Qur an dan As-Sunah. Para ulama berbeda pendapat tentang definisi As-Sunah menurut syara karena perbedaan disiplin Ilmu mereka dan perbedaan objek pembahasannya, diantaranya adalah :

  1. Menurut ulama hadits As-Sunah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, sahabat, tabi in, baik berupa ucapan, perbuatan, pengakuan maupun sifatnya.
  2. Menurut ulama ushul, As-Sunah adalah semua yang dikaitkan dengan Nabi saw, selain Al-Qur an bak berupa ucapan, perbuatan ataupun pengakuannya yang berkaitan dengan dalil syar i, sebab yang menjadi objek pembahasan mereka dalah dalil-dalil syara.
  3. Menurut ulama fiqh As-Sunah adalah suatu yang telah terbukti dari Nabi saw, bukan termasuk pengertian fardhu atau wajib dalam agama, dan bukan pula bersifat taklif atau pembenaran, melainkan berupa anjuran.

Sebab yang menjadi objek pembahasan mereka adalah :

  1. Menyelidiki hukum-hukum syara, seperti fardhu, wajib, sunah, haram, makruh
  2. Memberi pengertian kepada setipa individu tentang setiap hukum.

Menurut ulama dakwah, As-Sunah adalah Ikhwan dari al Bid ah, sebab pembahasan mereka adalah memperhatikan perintah dan larangan syara. Dengan demikian, Ilmu Falak atau Ilmu Hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam melakukan ibadah, sehingga ibadah lebih khusyu. Adapun cara memperdalaminya, hampir sama dengan Ilmu pengetahuan lain yaitu harus menguasai standar kompetensi dan kompetensi dari Ilmu Falak, sedangkan peran As-Sunah dalam Ilmu Falak ini sebagai landasan teologi yang melandasi semua bagian-bagian dari bahasan Ilmu Falak.

Perkembangan Ilmu Falak Pasca Guru Mansyur Setelah Guru Mansyur wafat pada tahun 1967, maka perkembangan Ilmu Falak dilanjutkan kepada murid-muridnya yang terdapat keterangannya di atas. Namun yang lebih mendalami Ilmu Falak adalah keturunannya sendiri KH. Fatahillah Ahmadi. Beliau yang melanjutkan perjuangan Guru Mansyur untuk menumbuhkembangkan Ilmu yang sudah diwarisinya.

Banyak sudah kajian-kajian yang diikuti KH. Fatahillah Ahmadi, dari halaqah, sidang isbat, sampai memasukkan Ilmu Falak ke dalam kurilkulum pendidikan di yayasan Madrasah Chairiyah Mansyuriyah. Pelajaran Ilmu Falak merupakan Ilmu yang sangat penting bagi yayasan Madrasah Chairiyah Mansyuriyah.

Disamping menjadi Ilmu langka, sekaligus melestarikan Ilmu yang diciptakan oleh Guru Mansyur. Salah satu tenaga pengajarnya yakni H. Naksabandi, selalu berpesan kepada murid-muridnya untuk tidak bosan-bosan menelaah dan mempelajarinya. Karena sudah tidak ada lagi madrasah yang mempelajari Ilmu Falak selain di yayasan Chairiyah Mansyuriyah.

4.4 Peranan Terhadap Kemerdekaan Indonesia
Pada tahun 1946 pusat negara dan pemerintahan telah dipindahkan ke Yogyakarta karena ibukota diduduki oleh pasukan Nederlandsch Indië Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) 39 yang ingin berkuasa lagi setelah bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya sejak 17 Agustus Namun, tidak semua pejuang telah meninggalkan Jakarta.

Masih ada sejumlah tokoh berpengaruh yang bertahan, termasuk demi harga diri dan martabat masyarakat Betawi meskipun setiap saat harus menghadapi risiko tinggi. Salah satunya adalah KH. Muhammad Mansyur atau yang lebih akrab disapa dengan nama Guru Mansyur. Guru Mansyur adalah sosok ulama berpengaruh yang berdiri mantap di belakang panji-panji republik.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, beliau menaikkan bendera merah putih, lalu menganjurkan kepada masyarakat Betawi dan umat Islam untuk melakukan hal serupa. Persatuan umat demi menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia menjadi salah satu fokus utama Guru Mansyur saat itu. Beliau terkenal dengan slogan atau seruannya yang melegenda rempug. Rempug merupakan kata dalam bahasa Betawi yang bermakna kompak, berkumpul, atau bersatu.

Untuk mengobarkan semangat umat Islam, bangsa Indonesia khususnya masyarakat Betawi yang memang menjadi barisan utama pendukung perjuangannya. Guru Mansyur tidak hanya bertahan, melainkan terus berusaha sebagai wujud perlawanannya terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Pada tahun 1948, beliau dengan memasang dan menaikkan bendera merah putih di menara Masjid tempatnya bermukim, Masjid Jami Al-Mansyur di Kampung Sawah. Hal ini membuat pemerintah kolonial Belanda melakukan sebuah tindakan keras. Setelah hal tersebut Guru Mansyur harus berurusan dengan aparat kepolisian atas perbuatan nekatnya tersebut. Sang ulama tetap bergeming, tidak ingin menurunkan bendera kebesaran Indonesia di bawah ancaman senjata hingga akhirnya ditahan,

Setelah sempat menahan Guru Mansyur, pemerintah kolonial Belanda sebenarnya harus berpikir panjang  sebelum mengambil tindakan yang lebih tegas terhadapnya. Apabila itu dilakukan, kemungkinan besar akan memicu perlawanan yang besar dari masyarakat Betawi dan umat Islam. Oleh karena itu pemerintah kolonial Belanda mencoba segala cara untuk membujuk Guru Mansyur agar bersikap kooperatif dan bersedia bekerjasama. Pada akhirnya pemerintah kolonial Belanda menawarkan imbalan berupang uang, dan ditolak dengan tegas oleh Guru Mansyur.

Tak hanya di era kemerdekaan saja Guru Mansyur menentang Belanda. Jauh sebelumnya, ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda masih berkuasa penuh di Indonesia, berkali-kali Guru Mansyur melakukan tindakan yang tidak berkenan bagi kaum penjajah.

Pada tahun 1925, pemerintah kolonial di Batavia bermaksud membongkar Masjid Cikini. Rencana itu tentu saja mendapat reaksi keras dari umat Islam. Guru Mansyur menjadi motor perjuangan untuk menggagalkan pembongkaran masjid tersebut.  Gerakan protes yang digalang Guru Mansyur ternyata berhasil. Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, rencana dibongkarnya Masjid Cikini oleh pemerintah kolonial Belanda itu pun akhirnya tidak dilakukan.

Pada periode waktu yang sama atau masa yang disebut sebagai era pergerakan nasional, Guru Mansyur juga gencar mendesak pemerintah kolonal agar hari Jumat ditetapkan sebagai hari libur bagi umat Islam.  Di dalam melaksanakan dakwah tidak terlepas pula hambatan dan rintangan Guru Mansyur, sekaligus dalam melaksanakan dakwahnya yaitu ketidak mampuan Ulama-ulama betawi terdahulu yang ingin memberikan pengajaran kepada masyarakat selama penjajahan berlangsung secara menyeluruh dan keterbatasan waktu.

4.5 Karier

  1. Selain mengajar di tempatnya, beliau juga mengajar di Madrasah Jam’iyyah Khoir, Pekojan pada tahun 1907 Masehi. Kemudian diangkat menjadi penasehat syar’i dalam organisasi Ijtimak-UI Khoiriyah.
  2. Pada tahun 1915, Guru Mansyur diangkat menjadi penghulu daerah Penjaringan Betawi.
  3. Beliau juga pernah menjabat sebagai Rois Nahdatul Ulama Cabang Betawi ketika zamannya KH. Hasyim Asy’ari. Cita-cita dan pengalaman Guru Mansyur dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam telah dibuktikannya dengan jalan berdakwah, mendidik, dan membina pemuda-pemudi harapan bangsa dan agama.

Sebagai sasaran penunjang cita-cita tersebut, beliau mendirikan sekolah, madrasah, dan pesantren, serta majlis taklim. Menurut informasi dari KH. Fatahillah (cucu Guru Mansyur), tak ada ulama lain pada masanya yang menguasai Ilmu Falak selain Guru Mansyur. Di samping berdakwah dengan lisan, beliau juga berdakwah dengan tulisan.

4.6 Karya-karya
Semasa hidupnya, Guru Manshur telah menulis banyak  kitab  berbahasa  Arab  sebagian  besar  tentang Ilmu Falak, juga puasa, waris, dan nahwu yaitu:

  1. Sullam An-Nayrain
  2. Khulashoh Al-Jadawil
  3. Kaifiyah Al-Amal Ijtima
  4. Mizan Al-`Itidal
  5. Washilah Ath-Thulab
  6. Jadwal Dawair Al-Falakiyah
  7. Majmu` Arba` Rasail fi Mas`alah Hilal
  8. Rub`u Al-Mujayyab
  9. Mukhtashar Ijtima` An-Nairain
  10. Tajkirotun Nafi`ah fi Shihah `Amal Ash-Shaum wa Al-Fithr
  11. Tudih Al-Adillah fi Shihah Ash-Shaum wa Al-Fithr
  12. Jadwal Faraid
  13. Al-Lu`lu  Al-Mankhum  fi  Khulashoh Mabahits  Sittah `Ulum
  14. Irobul Jurumiyah An-Nafi` Lil Mubtadi
  15. Silsilah As-Sanad Fi Ad-Din wa Ittisholuha Sayyid Al-Musalin
  16. Tashrif Al-Abwab
  17. Limatan Bina
  18. Jadwal Kiblah
  19. Jadwal aw Khut Ash-Sholah Tathbiq Amal Al-Ijitma`
  20. wa Al-Khusuf wa Al-Kusuf. 

4.7 Sejarah Masjid Jami AL-Mansyur Jembatan Lima
Masjid Jami Al-Mansyur Berdiri pada abad 18 tepatnya tahun 1717 M/1130 H datang seorang pangeran dari Mataram bernama Abdul Malik putra dari Pangeran Cakrajaya. Beliau merupakan pendiri masjid Jami Al-Mansyur (sebelumnya bernama Masjid Jami Kampung Sawah). Beliau datang ke Batavia untuk berjuang melawan penjajahan Belanda.

Hingga dua abad kemudian perjuangan dakwahnya dilanjutkan oleh Imam Muhammad Habib dan ulama-ulama perantau seperti Imam Muhammd Arsyad Banjarmasin yang berperan juga membenarkan arah kiblat masjid Jami Al-Mansyur pada tanggal 2 Rabiul Akhir 1181 H atau 11 Agustus 1767 M.

Arsitektur bangunan masjid tersebut merupakan akulturasi budaya jawa, cina, arab dan betawi. Masjid dengan bentuk atap joglo (limas), dua tingkat dan ditopang empat pilar besar berdiameter 1,5meter. Jendelanya berbahan kayu dan berlubang segi empat berteralis kayu profil gada pada setiap sisi tembok. Model pintunya berdaun dua dengan profil pahatan bulian. Ruang utama masjid Al- Mansyur yang sekaligus bangunan tertua, bersegi empat dengan diameter 12 x meter.

Unsur yang mencolok adalah empat sokoguru yang kokoh dan tampak kekar di tengahnya. Bagian bawah tiang-tiang ini bersegi delapan dan diatasnya terdapat pelipit penyangga, pelipit genta serta rata. Batang utama (di bagian tengah) berbentuk bulat dan dihiasi pelipit juga. Bagian teratas berbentuk persegi empat dan dibatasi pelipit.

Pada ketinggian setengah diantara keempat sokoguru terdapat balok-balok kayu antara lain untuk menopang ke dua tangga yang menuju ke loteng. Di atas balok-balok selebar 55 cm itu di sisi kan dan di kiri dipsang pagar setinggi 80 cm. Pola pagar ini dibentuk belah ketupat. Kontruksi ini dan bentuk sokoguru bergaya barat. Atap masjid ini bertumpang tiga dan berbentuk limasan. Menara yang terletang di ruang baru di depan masjid lama, berbentuk silinder setinggi 12 meter. Pada bagian keempat dan kelimadari menara itu terdapat teras yang berpagar besi serta atap menara berbentuk kubah.

Dua abad berikutnya, tanggal 25 Sya ban 1356 H/1937 M dibawah pimpinan KH. Muhammad Mansyur bin H Imam Muhammad Damiri diadakan perluasan bangunan masjid. Dikarenakan untuk menjaga dan terpeliharanya tempat suci serta makam-makam para ulama (di depan kiblat) maka disekitar masjid dibuatkan tembok (sekarang berpagar besi).

Di masa awal pasca proklamasi kemerdekaan, masjid ini digunakan untuk memobilisasi pejuang sekitar Tambora untuk melawan Belanda. Sebuah pertempuran frontal pernah terjadi di halaman masjid. Terjadi baku tembak antara pejuang Republik Indonesia yang berlindung di dalam masjid dengan tentara NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie) yang kala itu masuk dari Pelabuhan Sunda Kelapa bergeser ke selatan menuju ke arah Kota (Beos) lalu menyebar ke sekitar tambora. Baku tembak itu dipicu karena keberanian Guru Mansyur memasang bendera merah putih di atas menara kubah masjid ini.

Sesudah peritiwa tersebut Guru Mansyur lalu dipanggil ke Hofd Bureau (meja pengadilan Belanda) untuk diadili dan ditahan atas tindakannya itu. Sebagai bentuk penghargaan kepada Guru Mansyur, pemerintah Republik Indonesia kemudian mengabadikan nama beliau sebagai nama masjid tempat beliau berjuang ini, dan menjadi nama jalan persis didepan jalan Sawah Limo kelurahan Jembatan Lima Jakarta Barat sekaligus masjid Jami Al-Mansyur menjadi cagar budaya di Jakarta

5. Keteladanan

KH. Muhammad Mansyur adalah salah seorang ulama betawi dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika beliau memperjuangkan masyarakat Betawi atas penjajahan yang dilakukan pada masa kolonial. Di samping itu KH. Muhammad Mansyur juga berperan dalam perkembangan keIlmuan, khususnya Ilmu Falak. Dapat penulis simpulkan bahwa KH. Muhammad Mansyur merupakan salah seorang yang berpengaruh bagi perkembangan Ilmu Falak di Indonesia khususnya pada masyarakat betawi di Jakarta.

 Perkembangan kelimuan KH. Muhammad Mansyur diawali di kota Mekkah saat beliau berusia 16 tahun. Setibanya di tanah air, beliau belajar pula kepada ayahnya untuk memperdalam Ilmu Falak. Sebab ayahnya merupakan Imam di Mekkah yang Ahli di bidang Ilmu Falak.

Untuk meneruskan Ilmu Falak yang telah dipelajarinya Guru Mansyur mempunyai beberapa murid untuk meneruskan perjuangannya, di antaranya adalah: Mu alim Rojiun Pekojan, Syaikh KH Muhadjirin Amsar Ar-Dary, Mu alim Rasyid dan Mu alim KH M. Syafi i Hadzami. Hasil karangan dari KH Muhammad Mansyur tidak luput dari pencermatan penulis untuk memperdalam dan bisa mengaplikasikannya seharihari. Oleh karena itu penulis menggambarkan kiprah Guru Mansyur di berbagai bidang yang telah ditulis dalam skripsi ini. Semoga banyak membawa manfaat bagi penulis maupun para pembaca agar menambah wawasan tentang ulama di Betawi khususnya di bidang keIlmuan dan cara Guru Mansyur memperjuangkan negara Indonesia.

6. Referensi

  1. Aziz, Abdul, 2002, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Logos.
  2. Fadli, Ahmad, Ulama Betawi : Jaringan Ulama Betawi dan Kontibusinya Terhadap Perkembangan Islam abad 19 dan 20. Jakarta:
  3. Geneologi Ulama Betawi (Melacak jaringan ulama betawi abad 19-21). Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, JIC Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke IV : Kementrian Pendidikan dan Budaya Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak Teori dan Praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta : 2004
  4. Kiki, Rakhmad Zailani, dkk, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), 2011, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre), cet. Ke-1.
  5. Nasim, Jaringan Ulama Betawi Abad XX Dan Peranannya Terhadap Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Jakarta, disertasi Program Pascasarjana, Universitas Ibnu Khaldun (UIK), Bogor, 2010
  6. Nasution, Harun, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, Ed.I, 1992.

Catatan : Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 27 Juli 2016
Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan revisi di beberapa bagian.
Editor  : Achmad Susanto

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya