Tradisi Meugang dan Snob dalam Masyarakat

 
Tradisi Meugang dan Snob dalam Masyarakat

LADUNI.ID, KOLOM-ACEH merupakan salah satu daerah yang kaya dengan tradisi dan adat istiadatnya. Berkaitan dengan adat biasanya dilakukan pada acara resmi yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Prosesi adat sering diekspresikan dalam berbagai bentuk seperti (khanduri cot teungku) kenduri di kuburan ulama, (khanduri blang) kenduri sawah, hari ketujuh dari meninggalnya seseorang (seunujoh) dan tradisi lainnya hingga tradisi perayaan meugang.

Meugang atau sebagian menyebutnya ma’meugang adalah sebuah tradisi makan daging pada saat sebelum memulai puasa Ramadhan, lebaran Idul Fitri dan lebaran Idul Adha (Marzuki, 2014).

Momen ini kian dimaknai sebagai ajang untuk berkumpul dengan keluarga. Sehingga tak jarang orang tua menyuruh anak dan sanak saudara yang tinggal di rantau atau bahkan yang telah berkeluarga untuk pulang ke rumah.

Penyambutan itu dilakukan dengan pembelian daging hewan sperti kerbau atau sapi. Oleh karena itu frekwensi makan daging pada hari meugang sangat tinggi, semua keluarga di aceh akan merasa terhormat jika sudah ada daging pada hari meugang tersebut. Pola konsumsi daging secara turun temurun ini telah menciptakan perilaku konsumsi masyarakat yang unik, perilaku konsumen yang membeli sesuatu dengan tidak mengukur utilitasnya dapat dikategorikan dalam konsumsi yang unrasional.

Artinya konsumen membuat keputusan untuk konsumsi barang atau jasa tersebut atas dasar pengaruh emosional. Dalam hal ini meugang tidak hanya dilihat sebagai daging yang dikonsumsi namun lebih kepada prestise dan rasa gengsi serta sebuah kehormatan untuk pengakuan harga diri.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN