Keyakinan yang Ternyata Salah Tidaklah DIperhitungkan (Kaidah Kelima)

 
Keyakinan yang Ternyata Salah Tidaklah DIperhitungkan  (Kaidah Kelima)

LADUNI.ID -

لا عِبْرَةَ بِالظَّنِّ الْبَيِّنِ خَطَؤُهُ

"Dugaan yang ternyata salah tidaklah diperhitungkan".

Pada bahasan sebelumnya telah dibahas bahwa fakta yang ada sebelumnya tak bisa digugurkan dengan hal baru yang masih bersifat praduga. Sekarang bahasannya adalah kebalikannya, yakni ketika sesuatu yang dinilai sebagai keyakinan ternyata keliru sebab faktanya menyatakan sebaliknya. Dalam hal ini maka berlaku kaidah di atas.

Kaidah ini diaplikasikan pada kasus di mana sesuatu dilakukan dengan keyakinan bahwa itu sudah tepat sesuai prosedur yang ada tetapi ternyata terbukti bahwa tindakannya salah atau tidak sah. Dengan demikian, tindakan tersebut dianggap tak sah atau batal demi hukum. Keyakinannya semula bahwa tindakannya sudah benar sama sekali tak diperhitungkan.

Contoh kasusnya sangat banyak. Di antaranya:

1. Seseorang melakukan salat dengan keyakinan bahwa waktu salat telah tiba, ternyata belakangan diketahui bahwa waktunya masih belum masuk, maka dia wajib salat kembali.

2. Seseorang masih lanjut makan sahur dengan keyakinan waktu masih belum subuh, ternyata belakangan diketahui bahwa saat itu sudah masuk subuh, maka puasanya batal. Sama halnya ketika seseorang berbuka puasa dengan keyakinan bahwa maghrib telah tiba, ternyata belakangan diketahui bahwa saat itu belum maghrib, maka puasanya juga batal.

3. Seseorang salat dengan keyakinan sudah sempurna seluruh syarat rukunnya, ternyata belakangan dia tahu bahwa dia belum berwudu atau sedang junub atau ada najis di bajunya atau melihat di rekaman CCTV bahwa rakaatnya kurang, dan sebagainya yang menyebabkan shalatnya batal. Dalam semua kasus ini, dia wajib mengulang salat.

4. Seseorang berwudhu dengan keyakinan memakai air yang suci ternyata belakangan diketahui bahwa airnya najis, maka ia harus menyucikan diri dan wajib mengulang wudhu dan salatnya bila sudah salat.

5. Seseorang memberikan uang pada orang lain dengan keyakinan untuk membayar hutang. Ternyata belakangan diketahui bahwa dirinya sebenarnya sudah tak punya hutang, maka dia bisa menuntut uangnya kembali.

6. Seseorang memberikan zakatnya pada orang yang dikira orang miskin ternyata diketahui kalau penerimanya adalah orang kaya, maka zakatnya tidak sah sehingga harus diulang.

Dan demikian bisa dikiaskan untuk banyak kasus lainnya di mana realitasnya berlawanan dengan keyakinan. Namun bila realitas ini tak terungkap hingga mati, maka tak ada masalah dalam arti semua dianggap sah.

Namun ada pengecualian bagi kaidah ini. Di antaranya adalah ketika seseorang bermakmum pada imam yang ia yakini sah menjadi imam, ternyata belakangan diketahui bahwa sang imam tak punya wudhu, maka salat si makmum tetap sah sesuai keyakinannya. Lain ceritanya bila si makmum sudah tahu kalau si imam salatnya tak sah sebab ada najis di pakaiannya, misalnya, maka salat si makmum juga tak sah sebab dia sengaja mengikuti orang yang dia tahu tak sah salatnya.

Semoga bermanfaat

Oleh: Abdul Wahab AHmad